Pustaka
Bahasa Indonesia

LOVERS AT CHRISTMAS EVE

23.0K · Ongoing
Zemira Fortunatus
30
Bab
2.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Daniel dan Stefany, keduanya adalah sahabat dari kecil. Mereka seakan-akan tak pernah terpisahkan, selalu menghabiskan waktu bersama, bermain dan bergembira untuk menciptakan kenangan indah yang akan mereka kenang saat dewasa nanti. Terutama saat natal tiba, Daniel dan Stefany selalu janjian bertemu di sebuah gereja tua yang ada di desa untuk menghabiskan malam natal bersama dengan bermain lempar bola salju, menyalakan kembang api dan menciptakan boneka salju. Beranjak remaja keduanya semakin akrab dan mulai timbul benih-benih asmara diantara mereka. Namun karena telah nyaman dengan persahabatan yang sangat erat. Membuat Daniel dan Stefany sengaja menyimpan perasaan suka di dalam hati mereka masing-masing. Hingga pada satu ketika Daniel memberanikan diri untuk menyatakan rasa cintanya kepada Stefany. Namun sayangnya keluarga gadis itu telah pindah ke kota, dan meninggalkan desa yang selama ini mereka tempati. Tahun demi tahun berlalu, Daniel terus menunggu Stefany kembali ke desa itu. Dia selalu menunggu sang gadis datang dan menemuinya di depan gerbang sebuah gereja setiap natal tiba. Namun Stefany tak pernah kunjung datang. Bagaimana nasib Daniel selanjutnya? Mampukah pria itu melupakan cinta masa kecilnya? Sebenarnya di manakah Stefany selama ini berada? Apakah mereka akan bertemu kembali? Penasaran kelanjutannya? Ayo ... silakan dibaca! Plagiarisme melanggar undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014.

RomansaBillionaireCinta Pada Pandangan PertamaKeluargaSweetBaperWanita CantikTuan MudaSalah Paham

BAB. 1 Daniel Dan Stefany

Daniel Alexander dan Stefany Madison adalah dua orang anak remaja yang tinggal di desa Bibury, Cotswolds, Inggris. Persahabatan mereka telah tumbuh sejak keduanya masih balita, dan ikatan diantara mereka semakin kuat seiring berjalannya waktu.

Desa Bibury, terletak di jantung Cotswolds, dikenal karena keindahan alamnya yang menakjubkan. Rumah-rumah batu tradisional yang cantik berseliweran di sepanjang sungai yang mengalir tenang melalui desa. Pepohonan hijau menjulang tinggi di sekitar desa, memberikan tempat yang sempurna untuk petualangan Daniel dan Stefany.

Daniel, seorang anak lelaki remaja yang ceria dan penuh energi, senang menjelajahi alam di sekitar desa itu. Dia gemar bermain di hutan yang rimbun atau mengikuti sungai kecil yang meliuk-liuk di padang rumput hijau. Stefany, di sisi lain, adalah anak remaja perempuan yang kreatif dan penuh imajinasi. Dia sering kali membawa buku catatan dan pensilnya ke tepi sungai atau ke bawah pohon rindang untuk menggambar alam sekitar atau mencatat pengamatan tentang flora dan fauna yang tumbuh di sana.

Keduanya sering menghabiskan waktu bersama, menjelajahi setiap sudut desa dengan rasa keingintahuan yang besar. Mereka sering berpetualang ke Bukit Arlington yang menjulang tinggi di luar desa, menantang diri mereka sendiri untuk mencapai puncaknya dan menikmati pemandangan spektakuler Cotswolds yang terbentang di bawah mereka. Pada hari-hari yang cerah, keduanya sering membawa bekal dan piknik di tepi sungai, sambil menikmati hangatnya matahari dan suara gemericik air yang tenang.

Namun, persahabatan mereka tidak hanya tentang petualangan di alam. Keduanya juga saling mendukung dan menghibur satu sama lain di saat-saat sulit. Ketika Daniel merasa sedih karena kucing peliharaannya hilang, Stefany selalu ada di sana untuk menghiburnya dengan cerita lucu atau permainan yang menyenangkan. Begitu pula sebaliknya, ketika Stefany merasa cemas karena ujian di sekolah, Daniel dengan sabar membantunya belajar dan memberikan semangat.

Desa Bibury sendiri adalah tempat yang indah dan damai. Dikelilingi oleh perbukitan yang hijau dan padang rumput yang luas, desa ini menawarkan kedamaian dan ketenangan yang jarang ditemukan di tempat lain. Rumah-rumah batu yang klasik dan jalan-jalan kecil yang terpaving menambah pesona desa ini. Setiap sudut desa memiliki kecantikan tersendiri, mulai dari gereja kuno yang megah hingga toko-toko kecil yang menjual barang-barang kerajinan tangan lokal.

Daniel dan Stefany dilahirkan dan dibesarkan di desa ini, dan keduanya sangat mencintai tempat kelahiran mereka. Daniel dan Stefany merasa beruntung bisa tinggal di desa Bibury sebagai rumah mereka, tempat di mana petualangan tak terbatas menanti keduanya di sepanjang sungai yang mengalir tenang dan di bawah langit yang biru.

Dan persahabatan mereka, yang tumbuh subur di tengah keindahan alam dan kedamaian desa, akan terus berkembang menjadi sebuah ikatan yang tak tergoyahkan, mengikuti mereka dalam setiap langkah petualangan yang keduanya jalani.

Di suatu siang saat pulang sekolah,

Matahari bersinar terang di langit biru, menandakan jika musim panas masih merajai tempat itu. Daniel dan Stefany keluar dari pintu sekolah dengan tas punggung mereka yang tergantung santai di bahu. Langkah Keduanya penuh semangat, siap untuk menikmati sisa-sisa siang setelah hari yang panjang di sekolah.

Daniel yang baru saja keluar dari kelasnya sedang menunggu sang sahabat diantara kerumunan anak-anak yang mulai meninggalkan gerbang sekolah.

“Stefany ke mana ya? Kok nggak kelihatan dari tadi?”

Anak lelaki tampan itu, terus mencari-cari Stefany. Akhirnya Daniel merasa sangat lega saat melihat sahabatnya sedang berjalan bersama teman-teman wanitanya, Caroline dan Marsha. Senyum Daniel terlukis jelas di sudut bibirnya.

Dari kejauhan Marsha yang melihat Daniel yang sedang menunggu-nunggu Stefany di samping gerbang sekolah. Segera berkata,

“Wow, Stefany. Lihat siapa yang ada di samping gerbang sekolah!”

“Cie-cie yang ditunggui pacar ciliknya?” celetuk Caroline mencoba menggoda Stefany.

“Ih … kalian ini! Aku dan Daniel adalah sahabat dekat. Dia sudah seperti saudara bagiku,” sahut Stefany kepada keduanya.

“Oh .. yeah? Kok aku nggak percaya, ya?” sergah Marsha.

“Sama, Sha! Aku juga nggak percaya.” Caroline juga ikut berpendapat.

“Idih! Kalian ini. Mau aku jewer dulu telinga kalian berdua. Baru kalian percaya dengan omonganku?” ketus Stefany pura-pura marah.

“Ha-ha-ha! Ampun Stefany … kami percaya, kok!” sergah Marsha mencari aman dan dibalas anggukan oleh Caroline.

Ketiga gadis itu semakin mendekati Daniel yang sedang berdiri dengan sabar menanti kedatangan Stefany.

Anak lelaki remaja itu pun menyapa ketiganya dengan wajah riang gembira.

"Hai, Stefany, Caroline, Marsha!" seru Daniel dengan senyum cerahnya.

“Hai juga, Daniel!” sahut ketiganya serentak.

“Baiklah, karena tuan putri telah menemukan sang pangeran, maka tiba saatnya aku dan Caroline akan pulang ke rumah masing-masing,” ujar Marsha.

“Benar kata Marsha. Kami permisi pulang dulu. Daniel, ingat! Jaga Stefany baik-baik, awas saja kamu menyakitinya! Kamu akan berhadapan dengan kami berdua!” ultimatum dari Caroline.

“Ha-ha-ha. Kalian tidak perlu khawatir begitu. Stefany adalah sahabat terbaikku. Tentunya aku akan selalu menjaga dan melindunginya,” tegas Daniel.

Setelah Caroline dan Marsha pulang ke rumahnya. Daniel pun tersenyum manis ke arah Stefany. Dia pun berkata,

“Stefany, bagaimana kabarmu hari ini? Maaf tadi pagi aku telat masuk sekolah dan banyak tugas-tugas sekolah yang harus aku kerjakan jadi aku tidak bisa menghampiri dan menyapamu. Oh ya, apakah siang ini kamu sibuk?” tanya Daniel.

Stefany tersenyum balik kepadanya.

"Hai, Daniel! Aku baik-baik saja, kok. Hmm, aku belum punya rencana apa pun siang ini. Memangnya apa yang kamu pikirkan?"

Daniel mengedipkan sebelah matanya kepada Stefany dengan penuh semangat.

"Aku punya ide cemerlang! Bagaimana kalau kita pergi ke bukit di belakang sekolah? Aku membawa beberapa potong kue pie yang dibuat oleh Mommy. Pasti enak sekali!"

Wajah Stefany seketika berbinar penuh suka cita.

"Wow, kedengarannya sungguh seru dan mengasyikkan! Aku selalu suka kue pie buatan Aunty Miriam. Ayo kita segera pergi ke sana, Daniel!"

Mereka berdua pun berjalan menuju bukit itu dengan langkah yang penuh semangat, bercerita dan tertawa di sepanjang jalan. Setibanya di puncak bukit, keduanya melepas tas mereka dan duduk di bawah pohon rindang yang memberikan naungan menyenangkan. Daniel segera membuka tasnya dan mengeluarkan potongan-potongan kue pie yang terlihat menggiurkan.

"Silakan, ambil satu," ucap Daniel sambil tersenyum lebar.

Stefany dengan cepat mengambil sepotong kue pie dan memperhatikan dengan penuh kekaguman.

"Ini terlihat luar biasa! Terima kasih, Daniel. Aunty Miriam memang selalu sungguh jago memasak!"

Mereka berdua memulai santapannya dengan penuh kelezatan, menikmati setiap gigitan dari kue pie yang renyah.

"Pie ini sungguh enak, Daniel. Aunty Miriam benar-benar ahli dalam membuat kue," puji Stefany sambil mengunyah dengan nikmat.

Daniel tersenyum bangga.

"Iya, Mommy memang tak pernah gagal dalam memasak. Aku senang jika kamu juga suka!"

Daniel dan Stefany melanjutkan makan kue pie itu, sambil terus berbincang-bincang tentang rencana petualangan keduanya di akhir pekan dan hal-hal menarik yang mereka temui di sekolah hari ini. Suasana santai di bawah naungan pohon di puncak bukit membuat kedua anak remaja itu merasa bahagia dan tenang.

Setelah selesai makan, mereka duduk bersandar di atas rumput hijau, menikmati udara segar dan pemandangan indah yang terbentang di depan mata. Keduanya menikmati kebersamaan itu sambil merencanakan petualangan berikutnya. Keduanya sadar tak ada yang lebih baik daripada memiliki teman seperti satu sama lain untuk menemani mereka di setiap langkah perjalanan hidupnya.

Namun tiba-tiba dari arah belakang bukit ….