Bab 2 Murid Tampan dan Pil rahasia
Pondok kecil Elder Ming menjadi tempat perlindungan sementara Feng Yan. Meski bijaksana dan penyayang, sang Elder tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. "Tubuhmu, Nak Feng Yan, unik," ujarnya suatu pagi, tangannya yang berurat menempel di pergelangan tangan Feng Yan, merasakan aliran energi di dalamnya. "Seperti bejana kosong yang belum pernah diisi. Namun, bejana itu... terbuat dari bahan yang tidak dikenal di dunia ini. Menyalurkan Qi ke dalamnya seperti menuangkan air ke atas batu yang halus; itu tidak meresap, hanya mengalir begitu saja."
Diagnosisnya jelas: Feng Yan adalah orang yang tidak berbakat. Di dunia kultivasi, itu adalah vonis yang lebih kejam daripada kematian. Di Sekte Langit Berkilau, kabar tentang "pria tampan dari dunia lain" menyebar seperti api liar. Awalnya, banyak yang penasaran, berharap melihat sosok yang legendaris. Namun, begitu kabar tentang "ketiadaan bakat"-nya terbongkar, rasa kagum itu berubah menjadi cibiran dan belas kasihan yang sinis.
Feng Yan diberi jubah murid berwarna abu-abu biasa—warna bagi para pelayan dan murid tingkat terbawah. Tugasnya adalah membersihkan Aula Pemula, tempat para murid baru mempelaskan dasar-dasar sirkulasi Qi. Setiap hari, dia menyapu lantai batu sambil menyaksikan anak-anak lain, yang bahkan lebih muda darinya, duduk bersila dengan mata terpejam, tubuh mereka berpendar dengan energi lembut saat mereka menarik dan memurnikan Qi langit. Itu adalah siksaan yang lambat. Dia bisa merasakan energi itu di udara, tebal dan manis seperti madu, tetapi tidak bisa memasukkannya ke dalam tubuhnya.
"Lihat, itu si Tampan Kosong," bisik seorang murid kepada temannya saat Feng Yan lewat membawa sapu. "Dia bahkan tidak bisa menyalakan lilin Qi,kata orang." "Sia-sia saja wajahnya yang bagus.Lebih baik dia jadi pelayan saja."
Feng Yan menunduk, pipinya memerah. Hatinya terasa berat. Kerinduannya akan rumah dan rasa frustrasinya memuncak. Dia adalah seorang kurir tercepat, seorang pemecah masalah, tapi di sini, dia adalah seorang yang tidak berguna.
Suatu sore, saat dia sedang membersihkan sudut taman yang sepi, dekat dengan sungai kecil yang membelah wilayah sekte, sebuah suara yang familiar menyapanya.
"Wah, Kurir Tampan, wajahmu yang cantik itu akan berkerut permanen jika kamu terus cemberut seperti itu."
Huahua duduk di atas batu datar, kakinya yang mungil mengayun-ayun di atas air. Dia tidak dalam wujud berang-berangnya hari ini, tetapi mengenakan jubah murid berwarna hijau muda—warna bagi murid tingkat menengah dari klan sekutu. Matanya yang seperti madu memancarkan kehangatan yang tulus, berbeda dengan sorotan tajam yang biasa dia tunjukkan.
"Huahua," sapa Feng Yan dengan suara datar, terus menyapu dedaunan kering. "Jangan dengarkan mereka,"kata Huahua, melompat turun dari batu dan mendekat. "Mereka hanya sekumpulan kodok yang melihat ke atas dari dalam sumur. Mereka tidak tahu apa-apa."
"Mereka tidak salah," bantah Feng Yan, berhenti menyapu dan menatapnya. "Aku memang tidak berguna di sini. Aku bahkan tidak bisa melakukan hal paling dasar yang bisa dilakukan anak berusia sepuluh tahun di sini."
Huahua memiringkan kepalanya, mengamatinya dengan seksama. "Elder Ming bilang tubuhmu seperti batu halus. Air Qi tidak bisa meresap. Tapi..." dia mendekat, berbisik, "bagaimana jika kau bukan batu? Bagaimana jika kau adalah... logam?"
Feng Yan mengerutkan kening. "Apa maksudmu?" "Batu menolak air.Tapi logam... logam bisa ditempa. Dipanaskan, ditempa, dan dibentuk ulang." Matanya berkilau licik. "Klan kami, Berang-Berian Sungai Moonwhisper, kami tidak hanya jago berenang. Kami adalah pengumpul. Kami tahu rahasia bumi, akar-akaran, dan herba yang terlupakan. Dan aku... aku memiliki bakat khusus dalam menyatukannya."
Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kantung sutera kecil. Dari dalamnya, dia mengambil sebuah pil sebesar kacang polong. Pil itu tidak seperti pil biasa; pil itu memancarkan cahaya keemasan lembut dan terasa hangat bahkan dari kejauhan.
"Ini," katanya, menyodorkannya ke Feng Yan, "adalah 'Pil Penempaan Bintang'. Ini bukan untuk diambil. Ini adalah katalis. Letakkan di pusarmu saat kau mencoba menarik Qi, saat bulan purnama berada di puncaknya nanti malam. Pil ini tidak akan memberimu Qi, tetapi mungkin... hanya mungkin... bisa 'melembutkan' bejanamu sebentar, membuatnya bisa menerima sesuatu."
Feng Yan menatap pil itu, lalu ke mata Huahua yang bersungguh-sungguh. Ini terdengar gila. Tapi, apa lagi yang dia punya? "Mengapa kau membantuku?" tanyanya, curiga.
Huahua tersenyum, senyum yang tulus dan sedikit pemalu, berbeda dengan rayuannya yang biasa. "Karena kau berbeda. Kau tidak melihatku sebagai siluman atau sekadar 'gadis klan'. Kau melihatku... sebagai Huahua. Dan," dia menambahkan, dengan sedikit kerutan di hidungnya, "wajahmu memang terlalu tampan untuk terlihat sedih."
Malam itu, di bawah sinar bulan purnama yang membanjiri dunia dengan cahaya perak, Feng Yan duduk bersila di atas batu di tempat persembunyiannya dekat sungai. Jantungnya berdebar kencang. Dia meletakkan Pil Penempaan Bintang yang hangat itu di pusarnya. Pil itu seolah melekat pada kulitnya, memancarkan kehangatan yang menembus ke dalam.
Dia menutup matanya, mencoba mengingat metode pernapasan dasar yang telah dia dengar dari Aula Pemula. Tarik napas. Keluarkan. Bayangkan energi memasuki tubuh.
Seperti biasa, dia tidak merasakan apa-apa. Hanya udara malam yang dingin. Rasa putus asa mulai menjalar.
Tiba-tiba, pusarnya terasa seperti terbakar. Kehangatan dari pil itu menyebar seperti jaring laba-laba dari emas cair, menjalar melalui pembuluh darah dan sarafnya. Itu terasa menyengat, hampir menyakitkan, seperti otot yang kaku setelah lama tidak digunakan.
Dan kemudian, untuk pertama kalinya, sesuatu berubah.
Dia merasakan "sesuatu" di udara—Qi langit—seperti kabut perak yang sebelumnya tak terlihat. Dan melalui kehangatan yang menyebar dari pil itu, kabut itu mulai tertarik. Itu tidak membanjiri dirinya; itu hanya menetes, seperti embun yang berkumpul di atas daun. Tetesan kecil energi dingin dan segar meresap melalui kulitnya di pusar, bercampur dengan kehangatan pil, dan untuk sesaat yang singkat dan memabukkan, dia merasakannya beredar di dalamnya—aliran tipis seperti benang sutera yang bersinar di kegelapan batinnya.
Itu hanya bertahan selama mungkin sepuluh detik. Kehangatan pil itu memudar, dan perasaan itu hilang, meninggalkan kehampaan yang bahkan lebih dalam dari sebelumnya. Tapi itu sudah cukup.
Feng Yan terengah-engah, membuka matanya. Air mata kebahagiaan dan kelegaan mengalir di pipinya. Itu nyata. Dia bisa merasakannya.
"Dia berhasil!" seru sebuah suara yang gembira.
Huahua melompat dari balik semak, wajahnya bersinar dengan kegembiraan. "Aku tahu itu! Aku tahu kau bisa!"
"Huahua... aku... aku merasakannya!" kata Feng Yan, masih terengah-engah.
"Tentu saja!" dia berjingkrak-jingkrak. "Pilku tidak pernah gagal! Tapi..." wajahnya menjadi serius, "ini hanya langkah pertama. Pil itu hanya membuka pintu untuk sesaat. Tubuhmu masih menolak. Kau butuh lebih banyak. Butuh waktu. Butuh latihan."
Dia merogoh sakunya lagi dan mengeluarkan beberapa pil lagi, semuanya memancarkan cahaya berbeda-beda. "Ini yang untuk minggu depan. Yang hijau untuk pemurnian, yang biru untuk penyerapan... jangan dicampur, ya? Aku tidak mau kurir tampanku meledak."
Feng Yan tertawa, perasaan ringan yang belum pernah dia rasakan sejak tiba di dunia ini. Dia melihat Huahua, bukan sebagai siluman yang menggoda, tetapi sebagai penyelamat, sebagai teman. "Terima kasih, Huahua. Aku... aku tidak tahu bagaimana membalasnya."
Huahua mendekat, senyum nakalnya kembali. "Oh, aku pasti bisa memikirkan sesuatu. Mungkin sesi latihan khusus? Aku bisa menjadi... mentor pribadimu." Dia mengedipkan mata, lalu berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Feng Yan dengan segenggam pil dan hati yang berdebar-debar, kali ini bukan karena latihan, tetapi karena gadis berang-berang yang tidak hanya membantunya menemukan kekuatannya, tetapi juga membangkitkan perasaan yang sama sekali baru di dalam dirinya.
Keesokan harinya di Aula Pemula, saat Feng Yan menyapu lantai, seorang murid perempuan secara tidak sengaja menjatuhkan gulungan jadwalnya. Feng Yan dengan reflex cepatnya sebagai kurir, menangkapnya sebelum menyentuh tanah dan mengembalikannya dengan senyum sopan.
"Terima kasih," kata gadis itu, tersipu malu, matanya berbinar-binar saat menatap wajahnya.
Saat Feng Yan berbalik, dia melihat Huahua berdiri di pintu, menyaksikan pemandangan itu. Ekspresinya bukanlah kemarahan, tetapi sesuatu yang lebih dalam, lebih menusuk. Sebuah pandangan renungan yang penuh dengan emosi yang tidak bisa dia ungkapkan. Dia berbalik dan pergi, meninggalkan Feng Yan dengan pertanyaan baru dan aneh yang menggelitik di benaknya, selain misteri kultivasi tubuhnya sendiri. Persaingan untuk mendapatkan perhatian si kurir tampan telah resmi dimulai.