Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Misteri

Sarita terdiam kepalanya menunduk, dia tidak bisa berkata. Ingin teriak tetapi ruangan ini kedap suara, jadi tidak mungkin akan di dengar dari luar. Akhirnya Sarita memilih diam dan berjalan mundur hingga sampai di pintu. Tangannya meraih gagang dan menekannya ke bawah. Seketika bola mata Sarita membelalak tidak percaya, pintunya terkunci.

"Haha, kamu akan lari, Sarita! Tidak bisa, layani pria ini dulu jika kau ingin selamat!" desis Anne.

"Jangan, Madam. Anda tahu posisi saya saat ini, selain istri dari putra Anda, saya juga sedang mengandung," papar Sarita dengan nada sedikit tinggi berharap pria itu mengerti.

"Hamil, berapa bulan? Aku suka berhubungan dengan wanita hamil, dia akan lebih ganas di ranjang," kata Ludrik.

Anne terkekeh lirih, lalu melihat pada Sarita. Perempuan muda itu terlihat sangat mengenaskan. Pakaian atasnya sudah basah akibat keringat berlebih saat membawa dua karung beras ke gudang. Kini ac ruangan sengaja dimatikan oleh Anne. Wanita itu pun bersiap hendak keluar dari ruangan itu.

"Nikmati saja apa yang aku hidangkan, Ludrik. Dan ingat perjanjian kita setelahnya!" kata Anne lalu berjalan menuju pintu yang lain.

Ludrik tersenyum, dia beranjak dari duduknya dan berjalan mendekat pada Sarita. Ujung jarinya mulai meraba setiap jengkal wajah ayu wanita itu. Hidung Ludrik terlihat kembang kempis menghirup aroma tubuh Sarita yang harum bercampur keringat.

"Tuan ... Tolong jangan sentuh aku!"

"Jangan takut, aku tidak akan menggaulimu! Duduk sini dekat padaku," pinta Ludrik sambil menarik tangan Sarita.

Wanita itu pun mengikuti apa yang dikatakan oleh Ludrik. Lalu tiba-tiba ac kembali menyala. Sarita tidak tahu sejak kapan tangan pria tersebut meraih remot pengendali ac, yang dia tahu remot tersebut sudah diletakkan kembali.

"Sejak kapan nasibmu menjadi seperti ini, Hem?" tanya Ludrik lembut.

"Sejak aku disetubuhi oleh putra madam, Tuan," jawab Sarita terbata.

"Dan apakah kau hanya diam, menerima semua ini sendiri? Dimana suamimu?" tanya Ludrik lagi.

"Dia tidak peduli. Setiap malam kerjaannya hanya mabuk dan clumbing, paginya dia berangkat mengajar," jawab Sarita.

Ludrik menatap Sarita mulai dari atas hingga ujung kaki. Pandangannya lalu berhenti pada perut wanita muda itu. Sorot mata Ludrik mulai berbeda hingga membuat Sarita bergidik ngeri. Namun, seulas senyum terkembang diwajahnya membuat napas Sarita sedikit menurun.

"Jujut pesonamu membuatku bergairah, apalagi aku sangat berhasrat pada wanita hamil muda sepertimu, Nona. Jika kau menemui kesulitan suatu hari nanti, datanglah padaku!" kata Ludrik sambil menyodorkan sebuah kartu nama.

Lelaki itu mengeluarkan sebuah nota dan tinta, lalu manatap pada Sarita sekali lagi. Setelahnya dia menuliskan nominal angka yang cukup mengiurkan dan menyodorkan pada perempuan itu.

"Ini apa, Tuan?" tanya Sarita sambil melihat deretan angka yang tertulis dikertas tersebut.

"Upah kamu selama menemaniku di sini!" jawab Ludrik.

Sarita menyodorkan kembali kertas tersebut, dia menolaknya dengan halus. Lalu beranjak dari duduknya, wanita itu berniat pergi meninggalkan sang pria tanpa kata. Namun, belum melangkah tangannya serasa ditarik dari belakang oleh Ludrik.

"Tolong lepaskan tangan saya, Tuan! Biarkan saya keluar," cicit Sarita.

Ludrik tidak mengindahkan apa yang dikatakan oleh Sarita. Selama ini dia tidak pernah menerima penolakan baik kasar maupun halus. Sudah sejak awal pria itu berkata manis pada Sarita, tetapi wanita itu tidak mau mengikutinya. Maka dengan terpaksa disentaknya tangan Sarita hingga wanita itu duduk tepat dipangkuan Ludrik.

"Tuan!" kata Sarita dengan nada tinggi.

Bersamaan jatuhnya tubuh Sarita pada pangkuan Ludrik, pintu ruang kerja Anne terbuka dari luar. Nampak tatapan tajam menghunus pada kedua manusia yang sedang duduk berpangkuan. Sorot penuh emosi tersirat pada mata pria tersebut.

"Dasar Wanita Laknat!"

"Mas, aku bisa jelaskan semua!" teriak Sarita.

Bagaskara tidak memedulikan teriakan istrinya, dia langsung balik badan menuju ke kamar pribadinya. Sampai di dalam kamar segera diluapkan semua emosinya di sana. Sedangkan Sarita menatap penuh harap pada Ludrik agar mau melepasnya. Ludrik tersenyum lembut.

"Sudah aku katakan di awal, jika suatu hari kau terusir maka datanglah padaku. Kujadikan kau ratu dalam sangkar emasku!"

"Lepaskan aku, Tuan. Biarkan aku selesaikan masalahku ini dan terima kasih atas undangannya!" Sarita berusaha melepas pelukan tangan Ludrik.

Pria itu tidak mau merugi, di sesapnya tengkuk Sarita hingga meninggalkan jejak kepemilikan. Kemudian baru diurai pelukannya.

"Pergilah, kau adalah milikku!"

Begitu terlepas, Sarita bangkit dan berjalan keluar dari ruangan kerja Anne tanpa menoleh lagi kebelakang. Wanita itu menguatkan hati dan pikirnya untuk menghadapi masalah bersama suaminya, Bagaskara.

Bagaskara masih saja meluapkan emosinya hingga suara lembut memanggilnya.

"Mas!" Tangan lembut Sarita terulur menyentuh lengan suaminya, "Aku bisa jelaskan semua, percayalah!" lanjut Sarita.

"Apa yang ingin kau jelaskan? Semua sudah terlihat jelas," kata Bagaskara.

"Aku dijebak, dan yang menjebak adalah Madam Anne. Aku harap Mas bisa mengerti posisiku," ungkap Sarita.

Bagaskara berbalik badan menghadap istrinya, dia mengkerutkan dahi. Tampak gesturnya menolak apa yang dijelaskan oleh Sarita. Lelaki itu tidak percaya akan semua penjelasan Sarita. Baginya apa yang terlihat di depan mata adalah nyata dan istrinya terlihat begitu menikmati sentuhan pria itu.

Bagaskara berjalan mengitari tubuh Sarita, dilihatnya dari ujung kepala hingga kaki. Tangan kanannya terulur menyibak helai rambut sang istri. Kedua bola matanya membulat kala melihat adanya kismark. Kedua tangannya mengepal. Bagaskara seketika berbalik badan dan pergi tanpa suara.

Setelah kepergian mereka berdua, pintu lain mulai terbuka. Terlihat wajah Anne dengan senyum bahagianya dan tidak lupa tepukan tangan ciri khas keberhasilannya.

"Rupanya aku kau jadikan tumbal, Anne!" dengus Ludrik.

"Tapi kau suka, 'Kan?" balas Anne.

"Jujur gadis itu terasa legit meski sudah hamil muda. Apa kau yakin menjualnya padaku, Anne? Dia bawa cucu kamu, Lho," papar Ludrik.

"Kau kenal aku luar dalam, sekali aku melangkah pantang bagiku untuk mundur!" tegas Anne.

Ludrik hanya terkekeh ringan. Dia sangat mengenal siapa itu Anne, tetapi lelaki itu sedikit ngeri dengan kegilaan wanita di depannya. Berbeda dengan Ludrik, Bagaskara tidak begitu kenal siapa itu Anne -- bundanya.

Setelah beberapa saat, akhirnya Bagaskara kembali lagi ke kamarnya. Sarita tertunduk, dia tidak berani menatap manik mata suaminya. Baru hidup beberapa hari saja penderitaan terus menyapanya.

"Apa seperti ini tingkahmu selama aku kerja di luar, Sarita?" Hentak Bagaskara.

"Semua tidak seperti yang Mas Bagas lihat. Itu tadi sebenarnya aku hendak keluar dari ruang kerja ..., dan aku dijebak," kata Sarita terputus karena disela oleh suaminya.

"Kenapa tidak segera keluar atau bangkit dari pangkuan pria itu, apa dia membayarmu lebih?" tanya Bagaskata, "Sejujurnya, janin yang kamu bawa itu aku meragukan asal benihnya," lanjut Bagaskara.

"Tidak, tidak. Jangan ragukan benihnya, Mas. Ini murni benih kamu, Mas," kilah Sarita.

Bagaskara menyungkar rambutnya, dia tidak percaya akan kenyataan yang baru sajaa dia lihat. Selama ini dia berusaha mencintai Sarita dan melupakan istri pertamanya, tetapi setelah cinta itu mengisi ruang kosong justru istrinya sedang berada di atas pangkuan pria lain dan tanda di tengkuknya. Semua sudah dicurahkan untuk kepentingan Sarita, bahkan skripsi yang harusnya dikerjakan oleh istrinya, dia yang kerjakan.

"Bagaimana, Hem? Awal aku menyentuhmu, tanpa darah. Jalanmu pun begitu mulus hingga aku mudah memasukimu, Sarita. Apa aku salah jika meragukan benih itu?" ungkap Bagaskara.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel