Bab 3 Balasan
Bab 3 Balasan
"Kamu sibuk memikirkan yang tidak ada di sini, hingga lupa dengan yang ada di depan kamu."-Kabhi Kushi Kabhi Gham
"Dari Tante Jace. Beliau bilang Kenan mau tunangan denganku. Yang benar saja! Makanya aku langsung menelepon kamu"
"Aku akan menjelaskan semuanya nanti saat aku tiba. Macet, nih. Tunggu sebentar ya."
Kelana bergumam lalu menutup telepon dengan kesal, jantungnya hampir copot saat mendengar bahwa Kenan akan bertunangan dengan dirinya. Yang benar saja! Mana mau Kelana menjadi tunangan laki-laki menyebalkan macam Kenan.
Lima belas menit kemudian Calvin datang ke butik di saat Kelana sedang memberontak kesal karena para pelayan butik menarik-narik rambutnya hingga membuat Kelana kesakitan.
"Pelan-pelan, dong. Sakit tahu!"
"Maaf, maaf. Rambut Anda terlihat seperti jarang disisir."
Kelana hanya memutar bola mata, lagi-lagi dia menyalahkan Kenan. Bagaimana pun juga laki-laki itu lah yang membuatnya jarang menyisir rambut. Dia hampir tidak punya waktu untuk dirinya sendiri, selalu semua tentang Kenan. Kelana saja sangat bosan, andaikan waktu itu dia bisa menyelamatkan Red High heels mungkin nasibnya tidak akan seperti ini.
"Kenan sudah pergi?" Calvin bertanya setelah melihat ke sekitar butik.
Kelana memandang Calvin dari balik pantulan cermin. "Jangan tanyakan dia!"
Calvin mendekat. "Kamu terlihat sangat kesal."
Kelana mendelik kesal. "Menurut kamu? Tiba-tiba Ken Arok datang ke aparteman, mengganggu hari liburku, mengejekku, lalu menyuruh Tante Jace mendandaniku, terus pergi tiba-tiba tanpa bilang-bilang, menurutmu semua itu akan membuatku bahagia setengah mati?"
Calvin terkekeh, selalu saja merasa senang saat melihat wajah cemberut Kelana. "Tante Rima yang menyuruh Ken segera pergi. Kamu juga tahu seperti apa Ken."
Kelana menoleh pada Calvin, langsung mengaduh saat pelayan meluruskan kepalanya agar menghadap cermin. Perempuan itu berdecak kesal, melirik Calvin lewat sudut mata. "Tapi Ken Arok itu keterlaluan. Maksudnya 'ini' apa coba? Terus, kenapa aku tidak tahu kalau Ken Arok mau tunangan. Acaranya dadakan, ya?"
Calvin mengangguk pelan. "Bukan dadakan juga sebenarnya." Dia mengingat-ngingat. "Gimana ya ceritanya. Panjang sekali."
"To the point saja." Kelana menghela napas, terkadang sikap Calvin dan Kenan tidak beda jauh. Diluar pekerjaan dan perempuan cantik nan seksi mereka terlihat seperti orang bodoh.
"Intinya, Om Eric dan Tante Rima cemas pada Ken. Bagaimana pun juga, Ken tidak pernah memperkenalkan seorang pacar kepada mereka dan bahkan tidak pernah terdengar gossip bahwa Ken berpacaran dengan siapa pun. Takut Ken menyimpang, akhirnya mereka mencarikan jodoh untuk Ken tanpa sepengetahuan orangnya."
Kelana tidak merasa heran sebenarnya, bekerja selama satu tahun dengan Kenan, tidak pernah sekali pun Kelana melihat Kenan menjalin hubungan atau setidaknya dekat dengan perempuan mana pun. Padahal ada banyak perempuan yang tertarik pada Kenan.
Bahkan Kelana mengira Kenan memang menyimpang. Usia laki-laki itu sudah lebih dari cukup untuk menikah, tetapi tampaknya Kenan malah lebih asik tidur di siang hari dan bekerja keras di malam hari daripada membangun sebuah hubungan dengan seorang perempuan.
"Apa jangan-jangan Ken Arok memang menyimpang?"
Calvin diam sesaat. "Mungkin juga. Meski kami sudah bersahabat lebih dari 20 tahun, Kenan selalu tertutup soal hubungannya." Tatapan Calvin pada Kelana terlihat aneh saat mengatakan kalimat barusan.
"Terus, sekarang Ken Arok tahu kalau dia akan tunangan?"
"Dia tahu tadi pagi. Sepertinya dia sangat terkejut sampai rela datang jauh-jauh ke aparteman kamu." Calvin tersenyum lebar. "Bagaimana pun juga kamu itu asisten kesayangannya. Jadi, wajar kalau Ken menyuruh Tante Jace mempercantik dirimu. Di pesta pertunangan Ken, kamu harus terlihat mempesona sebagai asisten Kenan Arian Ratama."
"Bahasamu!"
Calvin hanya nyengir lebar. "Jangan marah. Nanti cepat tua."
"Bukan urusanmu."
Calvin terkekeh, "Memang bukan urusanku juga sih."
Kelana kembali melirik Calvin. "Kontrak dengan Airlangga gimana? Mereka setuju tidak dengam poin-poinnya?"
Calvin memutar bola mata. "Ck, Lana. Bukannya kamu bilang ini hari libur kamu? Jangan memikirkan pekerjaan. Itu membuat kepalaku pusing. Sungguh."
"Kalau kamu sedang pusing, terus kenapa datang ke sini? tidak mungkin hanya untuk menjelaskan Ken Arok tunangan, kan?"
"Jelas saja! Tante Rima dan Ken yang menyuruhku datang untuk menemanimu karena Ken harus pergi."
Kelana hanya mengangguk tidak peduli, dengan enggan dia pamit pada Calvin untuk mengganti baju setelah riasan rambut dan wajahnya selesai.
"Apa tidak ada baju lain yang lebih tertutup? Ini terlalu terbuka!" Kelana mencoba menawar, benar-benar enggan memakai gaun pilihan Kenan sebelum laki-laki itu pergi.
"Tidak ada, Sayang. Hanya gaun ini yang cocok denganmu."
Lagi-lagi dengan sangat terpaksa Kelana memakai gaun tersebut dibantu oleh pelayan.
Gaun panjang dengan bagian dada sedikit terbuka berwarna hitam itu terlihat sederhana namun elegan. Memperlihatkan lekukan tubuh Kelana yang sebenarnya tidak pernah Kelana perlihatkan pada siapa pun mengingat selama ini Kelana selalu mamakai pakaian kamunggar demi kenyamanan.
Ketika Kelana keluar dari ruang ganti, dia mendapati Calvin sedang menelepon seseorang. Kemeja yang dipakai laki-laki itu hilang tergantikan dengan tuksedo hitam. Sesaat kening Kelana berkerut bingung, berapa lama dia berada di ruang ganti higga Calvin mengganti pakaiannya juga.
"Sip, bentar lagi berangkat. Tunggu saja."
"Siapa yang nelepon? Ken Arok?" Kelana bertanya menghampiri Calvin susah payah, berusaha untuk tidak jatuh. High heels 10 cm yang dipakainya terlalu tinggi.
Masih tertunduk, Calvin mengangguk. "Heem. Kamu sudah selesai kita berangkat seka--ohh my God!" Calvin menutup mulut dramatis saat melihat penampilan Kelana.
"Siapa kamu? Lana mana?" Calvin melihat ke sekeliling.
Kelana memutar bola mata. "Jangan berlebihan deh, Calv!"
Mata Calvin terbelalak menatap Kelana. "Ini benar-benar kamu? Astaga! Ya ampun! Ternyata paribahasa tentang bebek berubah jadi angsa itu benar."
Kalau saja Kelana tidak sedang memakai high heels 10 cm sudah dia teloyor kepala Calvin saking kesalnya. "Jangan salahkan aku jika kamu masuk rumah sakit nanti."
Calvin langsung tersenyum sangat lebar. "Bercanda. Hanya saja, ini benar-benar kamu?"
"Kenapa memang? Jelek ya? Sudah kukatakan pada Tante Jace untuk tidak berlebihan."
Calvin menggelengkan kepala. Jelas Kelana tidak jelek sama sekali, penampilan perempuan itu begitu luar biasa malam ini. Calvin bahkan tidak menyangka ternyata Kelana secantik ini meski hanya diberi polesan make up tipis dan rambut digerai. Meski Calvin sangat sadar hanya dengan memakai kemeja kamunggar pun Kelana tetap terlihat cantik.
Namun kali ini berbeda.
Hampir saja Calvin jatuh pada Kelana andaikan dia tidak teringat sesuatu.
"Woyy! Kenapa malah melamun?!"
Sayangnya Kelana masih kasar. Calvin menghela napas.
"Aku tidak melamun. Hanya saja, aku sedikit terkejut."
Kelana mencebik. "Makanya, jangan meremehkanku. Aku ini cantik sekali kalau mau."
Keterpesonaan Calvin terhadap Kelana hilang sudah. "Lebih baik kita segera pergi sebelum terlambat."
Kelana hanya mengangguk, mengikuti Calvin menuju mobil laki-laki itu setelah berpamitan dengan Jace.
"Kok, aku tidak tahu ya Ken Arok malam ini mau tunangan. Biasanya Bu Rima selalu mengatakan semua tentang Ken Arok padaku."
Calvin melirik Kelana. "Wajar saja sih kalau kamu tidak tahu lebih awal, soalnya Ken tahunya juga semalam. Ini juga sangat rahasia. " Calvin mengedikan bahu. "Dia bisa menolak kalau mau."
Kelana memutar bola mata. "seperti kamu tidak tahu Bu Rima saja. Mana mungkin beliau memberi tahu Ken Arok sejak awal, yang ada Ken Arok menolak lagi seperti dulu-dulu."
Calvin turun dari mobil dan berputar membukakan pintu mobil bagian penumpang. Secara refleks, Kelana memegang tangan Calvin erat. Takut jatuh, bagaimana pun juga dia masih belum terbiasa memakai high heels setinggi ini.
"Setidaknya malam ini aku punya pasangan. Meski tidak terlalu cantik. Tapi lumayan lah." Calvin bergumam sendiri seraya menggandeng tangan Kelana.
Kelana mencubit lengan Calvin. "Jangan menghinaku juga."
"Jangan marah, nanti cantiknya luntur."
"Memangnya aku peduli?!"
Mereka tidak langsung masuk ke dalam ballroom, berdiri saling tatap saat melihat penjaga. Calvin memberi kode untuk masuk saja, Kelana menurut, mengeratkan gandengannya lalu masuk ke dalam ballroom tanpa perlu menunjukan kartu undangan.
"Whoah, sepertinya Bu Rima mempersiapkan semua ini jauh-jauh hari." Kelana melihat ke sekeliling ballroom, begitu mewah dan sangat berkelas. Kalau saja dia tidak sering datang ke pesta resmi menemani Kenan, mungkin sampai sekarang Kelana akan terlihat seperti orang kampungan saat datang ke pesta mewah seperti ini.
"Kira-kira sebulan. Hebat bukan."
"Bukan hebat lagi."
Kelana menatap Calvin. "Siapa dia? Yang jadi tunangan Ken Arok?"
Calvin langsung melihat ke sekitar, mencari orang yang dimaksud. "Itu, yang lagi bicara sama Tante Rima."
Kelana ikut melihat. "Whoah, cantik sekali. Aku ragu Ken Arok akan menolaknya."
Calvin mengangguk. "Doakan saja. Namanya Yolanda, dia lulusan Harvard, sekarang mengajar di Universitas Indonesia."
"Pantas saja Bu Rima nekat sekali."
Calvin hanya terkekeh. "Mau kukenalkan? sepertinya Tante Rima banyak cerita tentangmu pada Yolanda." Calvin menatap Kelana serius. "Ingat, ya, jangan dulu makan." Dia memperingatkan saat melihat gelagat Kelana saat melihat makanan.
"Aku lapar sekali. Hari ini belum makan apa pun."
Calvin memutar bola mata. "Ayo!" Kemudian dia menarik tangan Kelana menuju stan makanan. "Jangan banyak-banyak! Nanti kamu jelek lagi."
Kelana tidak memedulikan peringatan Calvin, dengan riang dia memakan makanan yang tersedia. Tadinya Kelana ingin mencicipi semua makanan yang tersaji tetapi Calvin malah melarangnya.
"Percuma disajikan tapi tidak dimakan."
"Yang penting perut kamu terisi. Ayo pergi."
Dengan sangat terpaksa Kelana berjalan mengikuti Calvin padahal dia masih ingin makan. Rima langsung menyambut kedatangan Kelana saat perempuan itu datang menghampiri.
"Kelana, ya ampuun. Kamu cantik sekali. Ibu sampai pangling. Ibu minta maaf tidak memberi tahu kamu sebelumnya."
"Makasih, Bu. tidak apa, saya malah senang. Akhirnya Pak Ken tunangan juga. Bentar lagi menikah, dengan begitu saya tidak perlu repot-repot datang pagi-pagi ke rumah Pak Ken."
Rima memegang lengan Kelana. "Kamu bisa saja."
"Oh my God, apa Mama mengundang bidadari juga?" Kevin bertanya saat melihat Kelana, laki-laki itu membungkuk mencium punggung tangan Kelana. "Wahai Putri Cantik, terima kasih karena sudah datang. Dengan begitu Pangeran tampanmu ini tidak akan menjomblo."
"Tidak bisa. Malam ini Lana pasanganku." Calvin mencibir seraya menggandeng tangan Kelana.
"Hei, Pengawal! Jangan bersikap kurang ajar, ya?!" Kevin, adik Kenan paling menyebalkan berseru kesal. "Malam ini Lana akan jadi pasanganku. Dan selamanya akan jadi pasanganku."
"Sudah! Jangan bertengkar. Sebentar lagi acaranya dimulai." Rima menghentikan perdebatan antara Kevin dan Calvin. "Kakak mu di mana sih? Kenapa sampai sekarang belum datang."
Yolanda sudah berdiri di atas panggung kecil, menunggu kedatangan Kenan. Tidak lama kemudian Kenan datang lengkap dengan tuksedo hitam yang membalut tubuhnya.
"Tumben kelihatan tampan. Biasanya juga ..." Kelana menantikan Kenan dan Yolanda bertukar cincin, namun yang tidak diduga. Kenan berjalan pergi setelah mengatakan sesuatu pada Yolanda.
Semua orang terkejut. Tidak sampai di sana, tiba-tiba Kenan berjalan ke arah Kelana. Tangan laki-laki itu terulur menarik tangan Kelana sedangkan tangan satunya lagi meraih leher Kelana.
Mata Kelana membelalak lebar saat merasakan bibir Kenan di bibirnya.
Kenan menciumnya? Di pesta pertunangan laki-laki itu? Apa Kenan sudah gila?! Kelana berusaha melepaskan diri, tapi tidak bisa. Dia mendorong Kenan sekuat tenaga, sambil terengah dia menatap Kenan kesal.
"Satu sama. Saya sangat menantikan hal ini." Kenan mencium Kelana sekilas lalu berbalik menatap semua orang. "Sepertinya ada hal yang harus kalian tahu. Saya tidak bisa bertunangan dengan Nona Yolanda atau dengan siapa pun, karena kami ..."
Kelana mengerjap bingung saat melihat cincin di tangannya. Kapan Kenan memasangkan cincin itu ke tangannya?
"... Sudah bertunangan. Saya dan Kelana Mentari."
Kelana ingin pingsan saat ini juga.