Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

"Terkadang dukungan dari orang tersayang adalah dorongan yang paling kuat."

***

"Marah banget gue, Chel!" Luna menggeram, gadis itu sebal karena kemarin Darren tiba-tiba memilih untuk mengantar Lisa daripada mengantar Rachel yang notabene-nya adalah kekasih cowok itu.

"Lun, udah nggak papa. Gue nggak masalah, kok," ujar Rachel. Gadis itu memasang senyum.

"Lo tuh jadi cewek jangan terlalu baik kenapa, sih? Sebel gue. Kalian tuh pacaran udah lama, tapi Darren kenapa nggak bersikap kayak pacar pada yang seharusnya?" Luna bingung, dengan hubungan sahabatnya itu.

Rachel menghela napas. Hubungan ini sudah ia jalani hampir satu tahun, dan benar kata Luna, Darren tidak bersikap seperti pacar pada umumnya.

Tapi, Rachel juga tidak bisa memutuskan cowok itu, karena Darren tidak pernah mau untuk diputuskan. Aneh bukan?

"Lo harus tegas sama dia, Chel." Luna menatap Rachel, "atau putusin. Dia tuh toxic banget tau nggak?"

"Seandainya bisa, udah gue putusin dari lama, Lun."

Luna mengernyit. "Emang, apa yang bikin lo nggak bisa mutusin dia?"

"Dia nggak pernah mau gue putusin. Sikapnya selalu berubah-ubah, kadang baik dan kadang dingin. Yah, walaupun banyak dinginnya." Rachel menghela napas. Ia mencoba menerima cowok itu dengan baik, namun sikap Darren membuatnya bingung.

Kalau cowok itu tidak suka atau sayang padanya, untuk apa ia mengajak Rachel berpacaran? Untuk apa Darren mempertahankan hubungannya selama ini dengan Rachel?

"Gila ya, dia. Udah bikin lo jadi musuh cewek-cewek satu sekolah, nggak pernah ada di saat lo butuh, nggak bertanggung jawab gitu. Pacar macam apa, sih?" Luna tidak habis pikir dengan jalan pikiran Darren.

"Sttt!" Rachel meletakkan jarinya di depan bibir, "jangan nyaring-nyaring, nanti ada yang denger, Lun!"

"Abisnya gue kesel!"

"Gue juga, Lun. Gue yang rasain semuanya," ujar Rachel.

"Tapi semakin ke sini, gue bingung sama diri gue sendiri." Rachel menghela napas, "kenapa gue malah sayang sama dia?"

Luna menggeleng. "Cinta itu emang buta. Atau bodoh, beda tipis."

"Gue nyoba nerima dia dengan baik, gue kira dia nembak gue waktu itu karena dia suka atau ada perasaan sama gue. Tapi sampai hari ini, malah gue yang dibuat sayang."

"Kalau gitu, lo harus bikin dia sayang sama lo, Chel."

"Udah setahun ini, Luna. Gue udah nyerah, perasaan dia nggak bisa gue tebak. Dia statusnya pacar gue, tapi nggak ada satupun dari diri dia yang jadi milik gue."

"Kita harus tegas." Luna menatap Rachel, raut wajahnya berubah serius, "gue bakal bantu biar Darren bisa mandang lo."

Rachel mengernyit. "Caranya?"

"Ntar gue pikirin. Pokoknya, Darren harus ngejar-ngejar lo!"

***

"Rachel!"

Rachel menghentikan langkah kakinya. Gadis itu menoleh ke belakang, mendapati Aldi-sahaabatnya yang tengah berlari ke arahnya.

"Kenapa, Al?" tanya Rachel.

"Hari ini temenin gue, yuk? Cari kado buat Mama." Aldi menampilkan cengirannya. Cowok itu mencari Rachel sejak tadi, namun tidak ketemu. Malah saat Aldi hendak ke kelas, ia menemukan Rachel.

"Hari ini, ya?" Rachel tampak menimang. Lena-ibu tiri Rachel pasti tidak akan suka jika Rachel pergi.

"Tenang aja, Mama lo hari ini nggak ada di rumah. Tadi pagi gue ketemu dia, katanya dia pergi ke Bandung. Kayaknya lo nggak tahu, ya?" ujar Aldi, membuat Rachel sedikit kaget. Ibunya ke Bandung?

"Dari ekspresi lo, kayaknya sih lo nggak tahu. Untung gue kasih tahu," kata Aldi seraya menarik senyum.

Rachel mengangguk kikuk. Aldi sahabatnya sejak lama, rumah mereka pun berdekatan. Sehingga cowok itu tahu betul latar belakang keluarga Rachel, termasuk Ibu tiri Rachel yang 'jahat'.

"Jadi, gimana? Bisa dong temenin gue?" Aldi menaik turunkan alisnya.

"Nanti gue kabarin, ya? Belum bisa janji." Rachel menampilkan raut wajah tidak nyamannya. Ia sebenarnya ingin pergi dengan Aldi, namun ia takut Darren marah karena Rachel pergi bersama cowok lain.

"Yaudah, deh. Kalau gitu, gue tunggu kabar dari lo, ya." Aldi mengedipkan sebelah matanya, "gue ke kelas dulu."

Rachel melambai ke arah Aldi yang pergi meninggalkannya, gadis itu menghela napas.

"Aldi Pratama, jago juga lo sampe Aldi kepincut sama lo." Suara itu membuat Rachel menoleh, mendapati Lisa dan kedua temannya sudah berada di belakang gadis itu dengan wajah khas melabrak.

"Misi," ujar Rachel, hendak menghindari Lisa dengan teman-temannya. Berurusan dengan mereka sampai kapanpun tidak akan pernah selesai. Lebih baik Rachel menghindar.

"Eh, mau ke mana lo?" Lisa mencengkram erat pergelangan tangan Rachel, menahan gadis itu agar tidak bisa pergi.

"Jangan ganggu gue, Lis. Gue ngga ada masalah sama lo," ujar Rachel, gadis itu berusaha tenang seraya melepaskan cengkraman Lisa.

"Gue yang punya masalah sama lo!" Bentak Lisa, "lo tuh bisa nggak putusin Darren? Apa sih yang lo harepin dari cowok yang nggak peduli sama lo itu? Duitnya?"

Rachel mendongak, matanya menatap Lisa dengan tajam. "Asal lo tahu, gue udah berkali-kali mutusin Darren. Dia yang nggak mau!"

Lisa tergelak bersama teman-temannya. "Lo kali yang ngga mau diputusin sama dia, ngaco lo."

"Terserah lo mau percaya apa engga, tapi itu faktanya." Rachel mengangkat pandangnya, "lepas, gue mau ke kelas!"

"Lo tuh miskin, jelek, nggak cocok bersanding dengan Darren yang ganteng dan tajir," ujar Lisa dengan tatapan merendahkan. "Sadar diri."

Rachel diam, ia tahu, sangat tahu kalau dirinya memang tidak pantas untuk bersanding dengan Darren. Tapi, bukan Rachel yang mengejar, bukan Rachel yang ingin, lantas mengapa di sinis seolah-olah Rachel lah yang ingin?

"Apalagi, gue denger nyokap lo pelacur. Nggak heran sih, kalau kelakuan lo bakalan kayak gitu," lanjut Lisa.

Ucapan perempuan di hadapan Rachel ini benar-benar menamparnya sangat keras. Tangan Rachel terkepal kuat, menahan amarah. Semua orang boleh menghinanya, tapi tidak dengan ibunya.

"Jaga omongan lo!" Rachel mendorong Lisa dengan kuat, membuat gadis itu hampir terjerembab.

"Eh, berani banget lo, ya!" Lisa balas mendorong Rachel. Tangan gadis itu terangkat, hendak menampar Rachel namun dengan cepat Rachel mengkap tangannya.

"Silakan hina gue, tapi jangan ibu gue!" Rachel menatap Lisa dengan tajam. Kemudian menghempas pergelangan tangan Lisa dengan keras.

Lisa hendak membalas, namun matanya menangkap kehadiran Darren yang sedang berjalan ke arah mereka. Maka dari itu, Lisa langsung menjatuhkan dirinya sendiri.

"Awww!" Pekik Lisa, kesakitan. Membuat Rachel terkejut karena ia tidak melakukan apa-apa, gadis itu jatuh dengan sendirinya.

"Lis, lo kenapa?" Darren yang tidak sengaja melihat, segera menghampiri keduanya. Cowok itu menatap Rachel dan Lisa bergantian, kemudian tangannya terulur untuk membantu Lisa berdiri.

"Gue ngomong baik-baik sama Rachel, Ren. Gue mau minta maaf karena kemaren udah bikin lo jadi pulang sama gue, bukan sama dia. Tapi Rachel malah marah dan dorong gue," ujar Lisa mendramatisir.

"Bohong! Gue nggak apa-apain dia!" Rachel menyangkal, dasar Lisa ratu drama!

"Kita berdua saksinya, Ren! Rachel tadi marah-marah ke Lisa, padahal Lisa udah minta maaf!" ujar Rosa.

"Terus dia dorong Lisa," tambah Jisa.

Darren menatap Rachel tajam. "Lo harusnya marah ke gue. Bukan Lisa, gue yang mau anterin dia pulang."

"Tapi-"

"Mending lo pergi, balik ke kelas lo sekarang," ujar Darren. Cowok itu mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak ingin menatap Rachel.

Rachel menghela napasnya kasar, gadis itu dapat melihat raut wajah kemenangan Lisa terpapar di hadapannya. Lisa itu menang, lagi.

"Pergi, sekarang," ujar Darren dengan nada dinginnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel