Bab 2
"Dia bisa menyembunyikan rasa sakit hatinya, tapi tidak dengan dendamnya. Tahu hal yang paling mengerikan di dunia? Dendamnya seorang perempuan yang patah hati." -Cantikazhr
***
Jam pertanda pelajaran telah berakhir berbunyi. Rachel mengemasi barang-barangnya. Gadis itu kemudian menatap Luna yang duduk di sebelahnya, sahabat Rachel itu sepertinya sudah selesai.
"Lo udah selesai beresin buku?" tanya Rachel, gadis itu menatap Luna sebentar lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Lo kan tahu, gue nggak pernah bawa buku ke rumah." Luna nyengir, ia melirik ke arah lacinya, "semua buku gue tinggal di laci, biar nggak berat dan nggak bakal ketinggalan."
Rachel menggelengkan kepalanya. "Emang lo nggak belajar di rumah, Lun?"
"No!" Luna menggelengkan kepalanya, "rumah itu tempat untuk beristirahat. Cukup di sekolah aja belajar."
"Dasar." Rachel terkekeh.
"Lo udah selesai belum?" tanya Luna.
"Udah." Rachel mengangguk, "kita ke halte barengan, yuk."
"No!" Luna menggeleng tidak setuju. "Kita ke parkiran."
"Emang lo bawa motor?"
Luna memutar malas kedua bola matanya. "Sejak kapan gue bisa naik motor, Chel?"
"Terus?" Rachel menautkan kedua alisnya, "ngapain lo ngajak gue ke parkiran?"
"Ya lo harus pulang sama Darren, lah." Luna beranjak dari posisinya, menarik tangan Rachel. "Ayo."
"Eh." Rachel menahan tangan Luna, gadis itu menggeleng. "Gue naik angkot aja kayak biasa, Lun."
"Enggak, gue udah minta Mika buat nungguin kita. Hari ini kita pulang bareng mereka," cetus Luna, tidak akan bisa Rachel bantah.
"Oke." Rachel pasrah, sahabatnya itu tidak akan menyerah sampai apa yang ia mau terkabulkan.
Keduanya kemudian berjalan menuju parkiran. Seperti yang Luna katakan, Mika dan Darren sudah berada di sana sejak tadi. Tidak ketinggalan trio kwek-kwek yang menjadi pelengkap formasi mereka.
"Baru kali ini, Mika berguna sebagai pacar." Luna bergumam seraya tersenyum. Yah, Luna meminta Mika untuk membuat Darren dan Rachel pulang bersama.
Selama pacaran, Darren sangat jarang menjemput atau mengantar Rachel. Dan Rachel tidak pernah protes akan hal itu.
"Darren!" Lisa berjalan dengan tergesa, gadis itu sempat saja menyenggol Rachel dengan sengaja sebelum ia berjalan mendekati Darren yang sudah siap di motornya.
"Kenapa?" tanya Darren saat Lisa datang ke hadapannya dengan raut wajah panik.
"Kakek gue, kena serangan jantung. Hari ini gue nggak bawa mobil, gue boleh minta anterin lo ke rumah sakit, nggak?" tanya Lisa, wajah gadis itu penuh harap. "Tadi ... bokap lo yang nelfon gue buat minta antar sama lo."
Darren nampak berpikir, ia melirik ke arah Rachel yang berjarak tidak jauh darinya. Bergantian menatap Lisa yang sekarang sedang lebih membutuhkan.
"Oke, gue anter."
"Lah, woi! Kan lo nganterin Rachel?" Peringat Mika.
Darren menoleh pada Bara yang berada di sebelahnya. "Gue minta tolong lo buat anterin Rachel, bisa, Bar?"
"Oke bisa, Bos." Bara mengacungkan jempol dan jari telunjuknya membentuk huruf O.
Lisa kemudian naik ke atas motor Darren. Tanpa berbicara apapun, Darren melajukan motornya begitu saja melewati Rachel yang sedang menatapnya, dengan tatapan kecewa.
"Nggak konsisten banget sih, jadi cowok!" Kesal Luna, gadis itu jengkel karena Darren lebih memilih Lisa daripada Rachel kekasihnya.
"Chel, lo nggak papa?" Mika menghampiri Rachel dan Luna.
Rachel menarik senyuman tipisnya, gadis itu menatap Mika. "Nggak papa, Lisa lebih butuh kayaknya."
"Mungkin Darren begitu karena keluarga Lisa itu deket sama keluarganya dia. Apalagi lo denger sendiri, bokap Darren langsung yang minta dia nganterin Lisa." Jelas Mika panjang lebar. Rachel menarik senyum kecut, ia sudah bisa menebak akhirnya.
Memang, kebahagiaan tidak akan semudah itu datang kepada Rachel.
•Darren's•