Bab 4
“Baik.” Meskipun hatinya sangat ingin membunuh Arsyad Bramasta, tetapi mulut Shania Twain masih menyetujuinya.
Bagaimanapun, ini adalah satu-satunya kesempatan untuk mengusir Arsyad Bramasta.
“Hal apa? Katakanlah.” Arsyad Bramasta bertanya sambil tersenyum.
“Bantu aku tagih hutang.” Mata Shania Twain berputar-putar lalu berkata.
Mendengar perkataan ini, mata Zahra Twain tiba-tiba menjadi cerah.
“Tagih hutang?” Arsyad Bramasta sedikit ragu, "Tunanganku ini, apakah juga seorang lintah darat?" Gumamnya.
“Benar, tagih hutang. Sebelumnya, Perusahaan Twain Company kami ada kerjasama bisnis dengan Perusahaan Rostov Company. Pada saat itu, Perusahaan Rostov Company kekurangan dana, jadi aku meminjamkan mereka dua ratus miliar, bulan lalu sudah waktunya untuk membayar hutang itu. Tetapi Perusahaan Rostov Company malah menggunakan berbagai alasan untuk mengalihkan tanggung jawab, tidak ingin membayar hutang, kami menggugatnya sampai ke pengadilan. Namun, keputusan pengadilan butuh beberapa waktu lagi, Perusahaan Twain Company tidak bisa menunggunya lagi. Oleh karena itu, jika kamu bisa mendapatkan kembali dua ratus miliar ini, aku akan menikah denganmu.” Shania Twain berkata dengan tenang.
Sekarang rantai modal Perusahaan Twain Company sudah terputus, jika tidak bisa mendapatkan kembali dua ratus miliar itu, Perusahaan Twain Company akan menghadapi kebangkrutan.
“Hanya hal ini?” Arsyad Bramasta sedikit terkejut.
Awalnya dia mengira Shania Twain akan sengaja mempersulitnya, mengajukan beberapa persyaratan yang sesulit pargoy atau semacamnya, tetapi dia tidak menyangka, begitu sederhana. Menagih hutang, dia sangat baik dalam hal itu. Didunia ini, tidak ada seseorang pun yang berani berutang padanya, Arsyad Bramasta.
Terakhir kali, orang yang berani berhutang padanya adalah pemimpin tentara bayaran di Aberdeen. Sekarang, rumput makamnya diperkirakan sudah setinggi 3 meter, Arsyad Bramasta berpikir kembali. Tetapi, mendengar nada bicara Arsyad Bramasta, kedua kakak adik Keluarga Twain tidak bisa menahan untuk memalingkan mata.
"Bajingan ini, sudah menganggap remeh Perusahaan Rostov Company."
Shania Twain berkata, “Kamu jangan mengira bahwa Perusahaan Rostov Company adalah orang biasa, pemilik Perusahaan Rostov Company awalnya bekerja dibidang pembongkaran, sekarang dia masih memiliki ribuan orang di tim pembongkaran. Terakhir kali, orang yang dikirim perusahaan untuk pergi menagih hutang, sekarang masih berbaring di rumah sakit.”
"Masih ada hal semacam ini?" Arsyad Bramasta mengangkat alisnya, berpikir didalam hati, "Orang yang berhutang ini benar-benar sangatlah arogan."
“Bagaimana, apakah sudah takut? Jika takut maka cepat kembalilah ke Kota Kastiya, jangan mengganggu kakakku lagi disini.” Zahra Twain membusungkan dadanya lalu berkata dengan menghasut.
“Takut? Mengapa aku harus takut?” Arsyad Bramasta mencibir, lalu berkata “Jika takut, seharusnya mereka yang takut. Dapat membuat aku, Arsyad Bramasta, pergi menagih hutang secara pribadi, seharusnya adalah hal paling terhormat dalam hidup mereka.”
“Apakah kamu bisa mati jika tidak membual?” Zahra Twain memelototi Arsyad Bramasta.
“Serahkan hal ini padaku, Shania Twain, kamu tunggu saja untuk menjadi istriku.” Arsyad Bramasta menepuk dadanya sambil berkata.
“Aku akan menunggu kabar baikmu dengan tenang.” Shania Twain tersenyum tipis.
Dia tidak pernah merasa bahwa Arsyad Bramasta bisa mendapatkan kembali dua ratus miliar itu, Perusahaan Rostov Company adalah perusahaan yang berskala besar di Kota Cadia, mereka sangat berkuasa. Sedangkan Arsyad Bramasta hanyalah seorang tuan muda miskin yang datang dari Kota Kastiya.
"Apa yang akan dia gunakan untuk melawan Perusahaan Rostov Company?"
Setelah Arsyad Bramasta meninggalkan Keluarga Twain.
“Zahra, kakakmu ini berbuat seperti ini, apakah sudah sedikit keterlaluan?” Shania Twain bertanya dengan merenung.
Sebenarnya dia hanya ingin Arsyad Bramasta mundur, tetapi dengan kekuatan Perusahaan Rostov Company, diperkirakan Arsyad Bramasta akan berakhir dengan sangat buruk.
“Kak, kamu berhati lembut lagi.” Zahra Twain menatap Shania Twain.
Kakaknya ini, sangat baik dalam segala hal, tetapi hanya saja hatinya terlalu lembut.
Di dunia bisnis, berhati lembut adalah sebuah larangan, “Sudah seharusnya membiarkan bajingan itu sedikit menderita, sehingga dia dapat melihat jelas identitas aslinya. Kalau tidak, jika nantinya dia menempel padamu seperti plester erat, apa yang bisa kamu lakukan?”
“Baiklah, benar juga.” Shania Twain melirik sekilas ke arah pergi Arsyad Bramasta dengan khawatir.
Sekarang, dia hanya bisa berharap orang dari Perusahaan Rostov Company tidak memukulnya dengan parah. Arsyad Bramasta tentu saja tidak tahu apa yang dipikirkan Shania Twain. Jika dia mengetahuinya, dia pasti akan mengatakan, "Orang yang memohon adalah Perusahaan Rostov Company, bukanlah dirinya."
Reputasi nama Perusahaan Rostov Company di Kota Cadia selalu sangat buruk, tepat ketika supir taksi mendengar Arsyad Bramasta akan pergi ke Perusahaan Rostov Company, dia langsung menyuruh Arsyad Bramasta turun dari mobil, dia tidak ingin menemani Arsyad Bramasta pergi mati. Tetapi pada akhirnya, Arsyad Bramasta menambahkan uangnya, supir itu baru menyetujui dengan terpaksa.
Namun, ini juga membuat Arsyad Bramasta lebih penasaran, sebenarnya seperti apa Perusahaan Rostov Company ini, "Mengapa Rostov Company bisa membuat orang ketakutan sampai seperti ini?" Gumamnya.
Segera, mobil tiba didepan gedung Rostov Company, puluhan pria berseragam keamanan sedang berjalan di depan gedung sambil memegang tongkat listrik, badan mereka sangat kokoh dan besar. Adegan ini terlihat sangat menakutkan, tetapi Arsyad Bramasta malah tersenyum menghina. Dalam sekilas dia dapat mengetahui, bahwa sebenarnya orang seperti apa didalam Perusahaan Rostov Company.
“Sekelompok orang yang sebaliknya dengan reputasi mereka..” Arsyad Bramasta menyipitkan mata.
Orang-orang ini tampaknya memiliki kemampuan bertarung yang kuat, tetapi sebenarnya sangat lemah. Jika menempatkan mereka di Aberdeen yang dilanda perang, mereka bahkan tidak akan bertahan selama setengah jam. Karena, mereka tidak ada sedikit kedisiplinan.
Kepercayaan diri Arsyad Bramasta semakin bertambah. Tetapi yang mengejutkannya adalah, setelah dia memberitahu niat datangnya, beberapa penjaga keamanan itu hanya menertawakannya lalu membiarkannya masuk tanpa menghalangi.
Jika tidak menghalangi juga bagus, dirinya dapat menghemat energinya. Arsyad Bramasta memikirkannya lalu melangkah masuk ke gedung Rostov Company. Sang resepsionis melihat Arsyad Bramasta masuk, dia hanya melirik sekilas lalu lanjut menundukkan kepala dan bermain ponsel.
“Halo, aku ingin mencari bos kalian.” Arsyad Bramasta menyipitkan mata sambil berkata.
“Apakah kamu punya janji?” Tanya wanita itu.
“Tidak.” Arsyad Bramasta menggelengkan kepala.
Sang resepsionis mengamati Arsyad Bramasta sejenak, lalu berkata dengan datar, “Kalau begitu, kembalilah, bos kami tidak memiliki waktu untuk menemuimu.”
Arsyad Bramasta tersenyum tipis, tidak berbicara. Dia langsung meninju meja resepsionis yang terbuat dari batu marmer.
“Apakah kamu gila?” Sang resepsionis terlihat marah, "Apakah otak orang ini bermasalah," gumamnya.
Tetapi kemudian, sebuah suara kretek, membuat sisa perkataannya berakhir didalam mulut. Meja marmer dihadapannya, dengan tinju Arsyad Bramasta sebagai pusatnya, pecah seperti celah sarang laba-laba.
“Apakah sekarang Bos kalian ada waktu luang?” Arsyad Bramasta bertanya dengan datar.