Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1 Pijatan Erotis Pemuas Birahi

Nana melangkah dengan mantap menuju rumah Yanti setelah menerima telepon dari perempuan itu. Dia membawa peralatan pijatnya yang rapi dalam tas hitam yang terlihat profesional. Meski usianya sudah menginjak 30 tahun, wajahnya mungkin tidak seindah artis, namun kecantikan alaminya bersinar melalui senyumannya yang ramah.

Sesampainya di rumah Yanti, dia disambut dengan senyuman ramah. Yanti mengantar Nana ke kamar tempat suaminya, Supono, beristirahat. Kamar itu tenang dengan nuansa warna yang lembut, dan aroma lavender melintas di udara.

"Selamat datang, Nana. Terima kasih sudah mau datang," ucap Yanti sambil tersenyum.

"Tentu saja, Bu Yanti. Ini tugas saya untuk membuat Pak Supono merasa lebih baik," jawab Nana ramah.

Yanti memberikan informasi tentang pegal-pegal yang dialami Supono dan meminta Nana untuk memberikan perhatian khusus pada bagian punggung dan leher suaminya. Nana mulai bekerja dengan lembut, mengurut otot-otot yang tegang.

"Bu Yanti, mungkin lebih baik jika Anda menemani saya di sini. Jadi saya bisa memberi tahu Anda beberapa teknik pijat yang bisa Anda terapkan pada Pak Supono nanti," saran Nana.

Yanti setuju dan duduk di sisi tempat tidur, memperhatikan setiap gerakan Nana dengan cermat. Namun, ketika Yanti diingatkan oleh suatu arisan yang harus dihadirinya, dia terpaksa harus meninggalkan kamar, meninggalkan Nana dan suaminya.

"Maaf, Nana. Saya harus pergi dulu. Kamu bisa melanjutkan pijatannya sendiri, kan?" tanya Yanti sebelum pergi.

"Tentu saja, Bu Yanti. Tidak masalah," jawab Nana sambil tersenyum.

Sayup-sayup, pintu kamar tertutup rapat, meninggalkan Supono dan Nana dalam kedamaian sepi.

Nana melanjutkan pijatannya, kali ini dengan sentuhan yang lebih intens dan mendalam.

Setelah Yanti pergi, suasana di kamar menjadi lebih tenang. Nana melanjutkan pijatannya pada Supono dengan penuh konsentrasi. Suasana hening terhanyut oleh gemericik air dan lembutnya musik yang diputar dari luar.

Namun, semakin lama, Supono merasa semakin terbebaskan oleh sentuhan Nana. Dia mulai memuji teknik pijatnya yang luar biasa dan memuaskan.

"Kau tahu, Nana, aku jarang merasakan pijatan sehebat ini. Kamu benar-benar ahli," puji Supono.

"Terima kasih, Pak Supono. Saya senang bisa membantu Anda merasa lebih baik," jawab Nana sambil tetap fokus pada pijatannya.

"Saya tekan di sini, Pak Supono. Rasakan bagaimana otot-otot tegang Anda bisa lebih rileks," ujar Nana dengan lembut, suaranya bergaung di kamar yang hening.

Supono, yang merasa efek pijatan Nana semakin memikat, menanggapi dengan desahan kecil. "Kau benar-benar tahu apa yang kamu lakukan, Nana. Rasanya luar biasa."

Nana tersenyum, tetapi tetap menjaga fokus pada pekerjaannya. Setiap gerakannya mengikuti alur tubuh Supono, meresapi setiap titik ketegangan.

Supono memutuskan untuk mencoba mendekati Nana. "Bisakah kita membuat ini lebih... pribadi?" tanyanya dengan mata penuh nafsu.

“Apakah aman pak jika kita lakukan di rumah ini?” tanya Nana sekedar memastikan keamanannya karena cemas kalo ketahuan istri dari Supono, yaitu Yanti.

“Aman koq...istriku biasanya sangat lama kalo pergi arisan dan biasanya ia suka kasih tau kalo mau pulang,” timpal Supono sambil mengedipkan satu matanya ke arah Nana.

Pandang mata Supono mulai menjadi penuh hasrat. "Nana, bisakah kau fokus pada bagian ini?" pinta Supono sambil menunjuk pada paha dan selangkangannya.

Nana pun makin paham apa yang dimaksud Supono. Lalu Nana pun mengangguk dan merespon dengan sentuhan yang lebih intens. Jari-jarinya meraba-raba sekitar selangkangan Supono dan perlahan jari jemarinya mulai menyenggol rudal milik Supono yang ternyata sudah menegang sejak tadi.

Sentuhan jari jemari Nana di area itu makin menciptakan sensasi nikmat yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Supono semakin terperangkap dalam kenikmatan yang disuguhkan oleh teknik pijat Nana.

Walaupun Nana memahami bahwa batasan harus dijaga, namun panggilan hasrat dalam keheningan kamar membuatnya ragu. Dia merasa tekanan untuk mempertahankan profesionalisme, tetapi godaan di depannya semakin sulit diabaikan.

"Pak Supono, boleh aku sentuh anunya?" ucap Nana, mencoba memulai pijatan plus-plisnya.

Supono menatapnya dengan pandangan penuh hasrat. "Nana, ayo saatnya sekarang untuk bikin aku makin terbang melayang, heheh! "

Tanpa berkata-kata lagi Nana pun menarik celan pendek Supono dan saat terbuka maka menyembullah rudal ngaceng milik Supono dan seketika Nana terbelalak sambil tersenyum dengan tatapan nakalnya ke arah pak Supono.

“Aihh...anu bapak sudah tegang berdiri tuh, hihi!” pekik Nana sambil tertawa kecil sementara Supono yang awalnya masih malu-malu dan sempat merah wajahnya karena situasi cukup memungkinkan akhirnya makin pede untuk melanjutkan permintaannya yang makin privasi itu.

“Ayo, Nana, dikocok-kocok donk, heheh!” pinta pak Supono yang kini telah telanjang bulat terlentang di kasurnya. Nana pun mulai mengocok-ngocok rudal ngaceng itu dan membuat Supono merem melek dibuatnya.

“Eshhh..ahhh..yakk..begituu..Niii..enakkk..terusss..ahhh!” desis Supono yang mulai menaik hasrat birahinya apalagi ia kini mulai nakal jemarinya dengan sengaja meremas buah dada ranum milik Nana yang masih tertutu kaos ketat berdada rendah yang dipake Nana sehingga belahan dada montoknya itu membuat mata Supono melotot tak berkedip.

“Aww..pakkk....tangan bapak mulai nakal ihhh..hihi!” cetus Nana meski ia juga merasa senang dengan gerakan tangan Supono tersebut. Supono seolah tak peduli dan makin berani mengelus dan meremas payudara menantang milik Nana tersebut.

Sementara kocokan tangan Nana ke rudal Supono makin aktif gerakannya sehingga Supono makin terangsang hebat karenanya.

“Nana, buka donk bajunya!” pinta Supono makin berani dan makin nekat, ternyata Nana tak menolaknya dan segera membuka kaos ketatnya itu maka kini terpampanglah buaa dada ranum itu menyembul diantara sela-sela BH yang masih menutupi sebagian gunung kembar yang makin memancing hasrat Supono.

“Nihh..pakkk..sudah aku buka!” ucap Nana dengan senyum nakalnya.

“Waoww....gede dan montok banget tetemu, Nana!” pekik Supono yang makin ngaceng kontolnya melihat sepasang buah dada milik Nana itu.

“Terus...buka apalagi nihhhh?” tantang Nana yang membuat Supono makin girang bukan kepalang sambil jemari Nana tetap mengocok rudal tegang itu.

“Owhhh...sekarang buka kain rok-mu donk, heheh!” pinta Supono yang sudah gak malu-malu lagi meminta hal itu.

“Bentar ya pakk...!” Nana pun sejenak melepaskan jemarinya untuk menghentikan dulu kocokannya pada rudal milik Supono dan Nana berdiri di samping kasur itu dengan membuka sleting belakang kain rok yang masih dipakenya itu.

Nana sengaja berbalik badan untuk meloloskan rok itu dari tubuh bagian bawahnya, maka terlepaslah rok itu ke lantai kamar sebelah kasur dan kini nampak belahan pantat semok milik Nana yang makin membuat Supono sange berat menatap tubuh indah sang juru pijat itu.

“Srepppp...! Gimana pak?” tanya Nana sambil masih berbalik badan sengaja mempertontonkan bokong indahnya itu kepada Supono. Supono yang tak bisa lagi menahan hasratnya langsung bangun dart posisi terlentangnya dan mendekap dengan cepat tubuh montok Nana yang kini hanya pake celana dalam dan BH saja itu.

“Heuppp...ceppp..cuppp..ehmmpphh..cupp..ahhh...!” tau-tau bibir Supono sudah mencium pundak dan leher milik Nana serta kedua tangan Supono telah mendekap payudara dan meraba-raba seluruh bagian tubuh setengah telanjang Nana tersebut.

“Eshh....pakkk...ahhh..euhhh...!” Nana yang kaget dengan gerakan Supono tersebut hanya bisa mendesah menahan gerakan cumbuan awal dari Supono yang kontol tegangnya menempel ketat di belahan pantat Nana yang masih tertutup celana dalam itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel