Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Kembali Ke Jalan Takdir

_Malam sebelum kecelakaan Cho Ryu_

Kolam air suci terletak di sisi kuil keluarga Min. Bagaikan sebuah oasis, air suci selalu jernih hingga kau bisa melihat batu-batu di dasarnya.

Kolam itu di kelilingi oleh bunga-bunga lavender, bunga daisy dan juga bunga krisan ungu. Rumput paku yang hijau terpotong begitu rapi. Dan juga sebuah pohon sakura yang selalu melindungi air kolam dari sinar matahari sebab pohon itu selalu berbunga meskipun tidak berada di musim semi.

Kolam itu menyimpan kekuatan magis yang akan muncul kala bulan purnama tiba. Tepat saat pantulan bayangan bulan memenuhi ruang kolam yang kecil itu. Sang pemilik bisa melihat masa depan mau pun masa lalu melalui permukaan air kolam.

Seperti yang banyak orang tahu, bahwa keluarga Min di lindungi oleh dewi bulan.

Malam itu, seorang wanita tua—ibu dari permaisuri SooJeong, tampak berdiri di tepian kolam, berlindung di bawah pohon sakura dengan bertopang bada bilah kayu untuk menyangga tubuhnya yang sudah renta.

Netra hitamnya yang sudah berkerut, menatap pada permukaan kolam yang menampilkan sosok sang pangeran kedua yang selalu menjadi cucu kesayangannya. Satu-satunya pewaris keluarga Min.

Wanita tua itu menghela napas panjang, kala bayangan hitam muncul di seberang kolam tempat ia berdiri. Sang dewi bulan, tersenyum di balik jubahnya. Sosok dewi yang begitu cantik dengan kulit yang memancarkan cahaya terang.

"Sepertinya pangeran Yeon berjalan terlalu jauh dari garis takdirnya," ucap sang dewi bulan yang ikut mengawasi sosok sang pangeran yang tengah berlutut di depan jasat istrinya.

"Ya, Anda benar," ucap sang nenek serak.

"Bukankah kita harus mengembalikannya ke jalan yang seharusnya?"

Sang nenek menghela napas berat. Ia kemudian mengibaskan lengannya dalam gerakan lambat kemudian bayangan pada permukaan kolam berubah menjadi sosok lain.

Seorang wanita dengan gaun berwarna putih yang di penuhi oleh noda darah dimana-mana, tampak berlari, mencoba menghindari seorang pria yang mengejarnya dengan sebilah pedang di tangannya.

Wanita itu bernama Cho Ryu. Putri kedua yang terlahir dari kerajaan Gojang. Adik kandung dari istri pangeran Yeon.

"Bahkan wanita yang seharusnya menjadi takdirnya tidak selamat," kata sang nenek terdengar sedih. Ketika pria yang mengejar putri Cho Ryu berhasil menghunuskan pedangnya ke tubuh sang putri, sang nenek kembali mengibaskan lengannya untuk menghapus bayangan dari permukaan air kolam.

Sang dewi bulan terkekeh samar. " Kita masih bisa mengubah takdirnya sebelum putri Cho Ryu di bunuh." Sang dewi bulan lalu mengibaskan lengannya seperti yang di lakukan oleh sang nenek.

Kemudian, permukaan kolam menampilkan sesosok lain. Wanita dengan wajah yang sama persis dengan wajah putri Cho Ryu. Hanya saja, penampilannya jauh berbeda dengan sang putri. Wajah yang sama cantiknya, namun sepertinya gadis itu dua tahun lebih muda dari putri Cho Ryu. Pakaian yang ia kenakan terlihat aneh di mata sang nenek hingga membuat nenek itu mengerutkan keningnya.

"Pinjam jiwanya," ucap sang dewi bulan menunjuk pada sosok gadis itu. "Dia hidup dari dimensi seberang. Bukankah putri Cho Ryu hanya sebagai perantara untuk membawa pangeran Yeon pada takdirnya? Pinjam jiwanya untuk mengembalikan langkah Yeon pada jalan yang seharusnya. Karena takdirnya adalah menjadi seorang kaisar."

Sang nenek menahan napasnya, mata jelaganya menatap lekat sosok gadis asing yang memiliki rupa sama persis dengan putri Cho Ryu.

"Aku yang akan membawanya di purnama berikutnya. Tepat ketika putri Cho Ryu di bunuh." Sang dewi bulan menghilang. Meninggalkan sang nenek yang masih berdiri di tempatnya.

•••••

Gelap sekali. Gadis dengan gaun putih yang tampak compang camping itu terus berlari membelah rerumputan setinggi pinggangnya. Tubuhnya basah oleh peluh dengan begitu banyak luka di sekujur tubuhnya. Ia mengabaikan kakinya yang terluka dan sakit parah ketika ia gunakan berlari. Namun apa yang bisa ia lakukan jika ia tidak memaksa untuk menghindari pria gila yang tengah mengejarnya dengan perangai buas, berhasrat ingin membunuhnya.

Benar ia ingin mati sebab kesedihannya atas meninggalnya satu-satunya saudara perempuan yang ia miliki. Namun ia tidak ingin mati di tangan pria gila seperti Soo-bin.

Jelas pria itu di bayar untuk menculik dan membunuhnya. Sialnya, ia tidak memiliki senjata apa pun untuk melawan pria gila itu. Bahkan sebilah pisau yang selalu ia simpan di dalam gaunnya tidak lagi ada sebab ia lemparkan ke kepala prajurit yang menyerangnya beberapa waktu yang lalu.

Kebas. Ia sudah tidak bisa merasakan apa pun di kedua kakinya hingga lututnya tertekuk dan jatuh ke tanah. Ia tidak lagi punya tenaga untuk melangkah. Sementara Soo-bin semakin dekat mengejarnya. Ia merangkak serampangan, benar-benar tidak ingin menyerah kendati ia tahu, usahanya hanya akan berakhir sia-sia.

Benar saja, dalam sekejap tengkuknya di hantam oleh benda berat. Mungkin sebatang kayu atau apa, ia tidak tahu. Satu pukulan itu telah berhasil membuat putri Cho Ryu kehilangan kesadarannya. Atau mungkin dia sudah mati setelahnya... Entahlah...

Namun samar-samar ia mendengar derap langkah kuda yang mendekat dan sebelum ia benar-benar kehilangan kesadarannya, ia mendengar tebasan pedang yang mungkin menyayat sesuatu hingga bunyi dembuman keras menyentakkan jiwa putri Cho Ryu dari raganya.

•••••

Haus sekali, tenggorokan Cho terasa begitu kering. Kecelakaan yang ia alami membuat tubuhnya terasa hancur. Ia hanya merasakan ngilu, perih dan sakit di sekujur tubuhnya. Samar-samar ia mendengar suara cicitan burung-burung yang terbang di angkasa. Aneh sekali, bukankah seharusnya ia berada di rumah sakit? Ia baru saja mengalami kecelakaan namun punggungnya tidak merasakan nyamannya ranjang yang menopang tubuhnya.

Pelan sekali ia mencoba menggerakkan tangannya untuk meraba permukaan datar yang menjadi penyangga tubuhnya. Basah dan berembun. Cho terbaring di atas rumput basah. Ia memaksa kelopak matanya untuk terbuka. Kabur dan samar pandangannya. Namun cahaya silau membuatnya kembali memejamkan matanya dan mencoba membukanya lagi setelahnya.

Birunya langit membuat Cho terbelalak. Ia mendudukkan dirinya dan menjerit kala ia merasakan tengkuknya sakit bukan main. Seakan syarafnya menyentakkan seluruh rasa sakit yang sebelumnya terasa samar. Sakit sekali...

"Jangan memaksakan diri untuk bangun jika kau tidak mampu," kata sebuah suara yang terdengar datar namun setiap katanya terasa begitu lembut.

Cho menjatuhkan dirinya lagi ke atas rerumputan dan kembali menjerit kala tulang punggungnya serasa hancur saat menyentuh tanah berumput. Cho meringis menahan sakitnya dan kembali tersentak kala wajah seorang pria tampak melongok di atas wajahnya.

Pria itu melebarkan sudut bibirnya, menciptakan sebuah senyuman dengan bibir tebalnya hingga kedua matanya menyipit sempurna. Pria ini... Cho sangat tahu siapa pria yang sedang mengawasinya ini...

Bukankah, dia salah satu member dari boyband terkenal yang telah menjadi idolanya tiga tahun belakangan? Park Jae Min?

"Hyeong, dia sudah siuman," teriak Jae Min ke arah belakangnya.

Tak lama kemudian seorang pria muncul di sisi tubuh lemah Cho dan mengamatinya dengan mata sabitnya. Seketika kepala Cho menjadi sakit kala ia menatap lekat wajah pria itu. Sakit bukan main hingga ia kembali menjerit oleh denyutan dahsyat yang menyerang kepalanya.

"Hei hei hei, tenangkan dirimu," Jae Min tampak panik namun lelaki yang ia panggil dengan hyeong itu masih tetap datar mengawasi Cho yang kesakitan. Tidak ada ekspresi yang terbaca di wajah datarnya, namun tatapan matanya yang menyorot tajam dan mengintimidasi, seakan mengusir rasa sakit di kepala Cho secara perlahan.

Denyutan itu berangsur menghilang. Namun Cho masih tetap menekan kepalanya dengan mata yang juga memandang kedua mata tajam pria itu. Mata sipit dengan manik berwarna gelap bak batu pualam, menyorot begitu tajam, dingin dan bengis.

Bukankah dia adalah Yeon Gi? Bagaimana dua member boyband terkenal berada bersamanya? Di tengah hutan? Dengan pakaian ala ala kerajaan era kuno?

Cho menelan salivanya dengan kasar, masih belum bisa memalingkan pandangan matanya dari sosok Yeon Gi yang mempertahankan wajah datarnya.

"Lebih baik?" tanya Jae Min sembari mengintip raut muka Cho yang mengerut menahan sakit.

Tidak ada jawaban sampai akhirnya Yeon Gi membuka mulutnya dan berkata, "Kita kembali sekarang." Sebuah perintah yang terdengar mutlak dan tidak bisa dibantah. Pria ini memiliki aura dominan yang mengerikan.

Dengan menahan sakit, Cho menerima bantuan Jae Min yang berniat memapahnya menuju pada seekor kuda yang tertambat di sebuah pohon besar di dekat sungai. Bingung... Ia benar-benar bingung dengan segalanya yang sedang terjadi padanya. Ia tidak tahu sedang berada dimana, dan mengapa dua member boy group yang begitu terkenal ini membantunya yang sedang terluka. Terlebih lagi, bukannya luka yang ia dapatkan karena sebuah kecelakaan? Lalu, mengapa luka-luka yang ia dapatkan seperti sebuah penganiayaan?

Cho benar-benar terlarut oleh rasa bingungnya sampai-sampai ia tidak sadar sudah duduk di atas pelana kuda dengan Yeon Gi yang duduk di belakangnya.

Kuda mereka melaju, membelah jalanan setapak di tengah-tengah hutan. Pandangan Cho kosong, namun pikirannya penuh sekali oleh kebingungan. Banyak pertanyaan yang memenuhi otaknya. Rasa penasaran yang semakin menggebu, kala ia menemukan kesadarannya saat kuda yang ia tunggangi melewati sebuah pasar tradisional ala-ala kerajaan jaman dulu.

Apakah mereka sedang melakukan syuting? Lalu membawa Cho yang sedang terluka bukankah tindakan di luar batas kewajaran jika ingin menjadikannya sebagai peran figuran? Lagi pula, luka-luka yang ia dapatkan bukan sebuah akting belaka. Ia benar-benar sedang babak belur.

Hantaman dada lebar Yeon Gi pada punggungnya membuat Cho terperanjat. Ia mendongakkan wajahnya dan keningnya tanpa sengaja bersentuhan dengan dagu Yeon Gi.

Astaga... Ternyata idol ini benar-benar memiliki kulit yang sangat pucat. Putih sekali... Ia ingat poster besar yang ia pajang di kamarnya sejak dua tahun yang lalu. Ia tidak pernah mengamati Yeon Gi sedetail ini. Sebab ia membiaskan Koo Hyun. Member termuda di boy group yang di kenal dengan nama Proof.

Lihat wajah pucat itu... Tetap terlihat begitu tampan meski sangat pucat. Mata yang sipit, hidung standart namun terlihat tinggi dan menarik, dan bentuk bibir yang... Cho menelan salivanya dengan kasar kemudian mengerjapkan kedua matanya dan kembali mengarahkan pandangannya ke depan. Ia membuyarkan bayangan yang hampir mengarah ke hal yang kurang ajar. Bayangan yang muncul sebab terlalu mengagumi paras pria yang sebelumnya tidak pernah terlihat di matanya.

Ia menghempaskan segala pikiran-pikiran membingungkan yang singgah di kepalanya. Sampai pada akhirnya kuda mereka sampai di depan gerbang kayu setinggi delapan meter. Membentang begitu tinggi dengan dinding batu yang sama tingginya. Di bangun untuk melindungi sebuah istana di dalamnya.

Para prajurit bersenjata penjaga gerbang dengan sigap mengarahkan anak panahnya ke sekeliling kala dua pria itu sampai di depan gerbang. Untuk mengantisipasi penyusup yang mungkin mengikuti mereka berdua. Lalu beberapa di antaranya membukakan pintu gerbang untuk dua pria itu.

Untuk kesekian kalinya, Cho dibuat menganga oleh pemandangan di dalam gerbang. Sebuah istana megah berdiri di hadapannya. Ia benar-benar masuk di sebuah istana kerajaan.

Tidak ada turis, tidak ada pengunjung. Sepanjang jalan ia hanya melihat prajurit bersenjata, berpatroli di mengeliling bangunan istana. Yang menandakan bahwa ia benar-benar berada di era kerajaan.

Ia tidak sadar, bahwa kecelakaan yang ia alami membuatnya terjebak di dimensi lain.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel