Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4. Memangnya kamu siapa?!

“Kenapa ada masalah, Gla?” tanya Louis kala melihat gelagat aneh di wajah cucunya.

Glara menggeleng dan tersenyum simpul. Ia lantas mengambil berkas yang diserahkan Louis dan mulai mempelajari isi di dalamnya. Keningnya berkerut kala melihat isi yang dipaparkan. “Kakek, bagaimana jika aku tidak menyetujui proposal ini? Apa yang akan terjadi?” tanya Glara pada Louis yang duduk di sofa bersebrangan dengannya.

Louis tampak berpikir sejenak ia lantas tersenyum. “Memangnya kenapa? Kamu mengenal pemimpin perusahaan itu?”

Glara mengangguk lirih. “Aku tidak asing dengan nama pemiliknya namun, aku tidak terlalu yakin apakah dia orangnya atau bukan. Tetapi, selain itu aku juga tidak menemukan inovasi apapun dari proposalnya. Semua terlihat monoton dan kita pernah melakukan hal ini.”

Louis menganggukkan kepala dan berkata, jika ia menyerahkan semua keputusan ke tangan Glara dan Glara berhak mengambil keputusan apapun tentunya dengan pertimbangan yang matang dan bukan hanya memutuskan dari sisi emosionalnya.

Setelah memberikan pesan pada Glara, Louis berpamitan untuk mengunjungi Gama. Glara masih berkutat dengan berkas-berkasnya, mempelajari satu demi satu hal-hal yang ia lewatkan dari perkembangan perusahaan keluarganya itu.

Tepat pukul 12 siang, Glara dan assistennya bergerak menuju ke tempat meeting yang sudah disepakati. Khusus tamu ini, Glara meminta agar pengawal tak ikut masuk ke dalam ruang meeting dan cukup menjaganya di luar restaurant saja.

“Bu maaf saya izin ke toilet sejenak,” ujar Rose –assisten dan sekretaris Glara– Glara mengangguk dan mengatakan jika ia akan masuk terlebih dahulu karena tak mau membuat rekan kerjanya menunggu.

Dengan langkah pasti dan yakin, Glara mulai menginjakkan kakinya menyusuri lantai berkeramik di restaurant mahal itu. Glara mengedarkan pandangan mencari meja yang sudah direservasi oleh rekannya. Belum sempat Glara bergerak menuju meja yang dimaksud sebuah suara tawa sumbang mengintrupsinnya.

“Hahaha‼ Lihatlah siapa yang berdiri di depanku!” ejek Damian seraya tertawa dan bertepuk tangan. Glara hanya diam menatap Damian datar. Ia menunggu aksi selanjutnya pria yang masih berstatus sebagai suaminya.

“Sayang, untuk apa kita berbicara dengannya?” ujar wanita seksi yang berdiri di sampingnya merangkul mesra lengan pria berjas hitam itu.

Damian mengecup puncak kepala Marta. “Untuk melihat wanita ini merendah padamu, meminta pekerjaan mungkin? Atau mengemis jatah bulanan untuk merawat anak penyakitan itu.”

“Wah kebetulan sekali Glara, aku sedang mencari office girl mungkin kamu cocok untuk posisi itu,” sahut Marta dengan raut wajah antusias.

Glara benar-benar muak dengan perbincangan dua insan yang berdiri di depannya. Pengin rasanya Glara menampar kedua makhluk itu sayangnya, Glara masih memiliki hati nurani untuk tak melakukannya. Bagaimana pun juga, Damian pernah memperlakukannya sebagai putri walaupun semuanya hanyalah kamuflase belaka.

“Jadi bagaimana, Glara kamu mau? Kalau mau kamu bisa mulai bekerja hari ini juga,” lanjut Damian masih mencerca Glara. “Ah tidak usah terlalu lama berpikir, sudahlah aku tahu kamu butuh pekerjaan, ‘kan? Kamu tidak pantas berpakaian rapi begini, seragam office girl sepertinya lebih pas di tubuhmu.”

Glara menarik napasnya dalam-dalam, ia mengembalikan niat awalnya datang ke restaurant ini. Tanpa banyak kata, Glara hendak berbalik meninggalkan dua manusia itu. “Oh jangan-jangan kamu lagi mau jual diri ya? Makanya penampilanmu berubah begini,” celetuk Damian karena Glara diam saja sedari tadi.

“Jaga bicaramu, Damian!” sungut Glara yang tak terima dengan penghinaan Damian. Sedari tadi Glara sengaja diam karena tak mau membuat kericuhan tetapi ucapan Damian sungguh keterlaluan dan Glara tak bisa hanya diam terus menerus.

“Sudah tidak papa, katakan saja. Dulu di luar negeri juga bekerja ini kan? Makanya kamu bisa mengirimkan uang banyak. Sekarang butuh uang lebih banyak ‘kan? Untuk pengobatan anak penyakitan itu!”

Emosi Glara sudah mencapai puncaknya, Glara melayangkan sebuah tamparan di wajah Damian.

Plakk‼

“Beraninya kamu‼” pekik Damian tak terima dengan perlakuan Glara. Ia hendak membalas pukulan Glara namun, sebuah lengan kekar dan berotot mencengkram erat tangannya yang masih melayang di udara. “Lepas‼” pekik Damian berusaha melepaskan cengkraman itu.

“Hanya lelaki pecundang yang memukul seorang wanita.” Damian menelan salivanya susah payah, ucapan dan tatapan pria itu benar-benar tajam seakan menghunus Damian dalam-dalam. Berbeda dengan Glara yang menatap pria itu heran dan bingung.

Pasalnya, Glara tak mengenal sosok itu. Merasa lawannya kalah, pria itu menghempaskan tangan Damian dan berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pada Glara. Belum sempat Damian memproses kejadian tadi, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan sekretaris dari perusahaan ternama yang menjadi incara setiap perusahaan lain.

Dan detik selanjutnya, Damian semakin terkejut kala Rose memanggil dan mengenal Glara. “Maaf ibu, apa anda baik-baik saja?” tanya khawatir dan ketakutan.

“Saya baik-baik saja.”

“Kalian kenal?” tanya Damian bingung.

Rose menoleh dan baru sadar jika ada Damian di sana. “Pak Damian, Bu Marta,” sapanya sopan. “Bu Glara, ini adalah pemimpin Norush Grup yang hendak kita temui.”

“Hendak ditemui?” tanya Marta, mewakili kebingungan Damian.

“Maaf Pak Damian dan Bu Marta, ini adalah Bu Glara pemimpin dari Saphire grup. Beliau menggantikan Tuan besar Louis per hari ini.”

Glara nyaris tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah Damian dan Marta yang menatapnya dengan mulut terbuka dan air muka terkejut. “Jadi kamu adalah… .”

Glara tersenyum smirk, seraya memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana kerja yang membalut kaki jenjangnya. “Rose, sepertinya saya tidak bisa melanjutkan kerja sama ini. Kamu tahu sendiri ‘kan bagaimana saya memilah dan memilih rekan kerja?”

Rose mengangguk, ia sangat mengenal karakteristik Glara. Bagaimana tidak mereka pernah bekerja sama selama 4 tahun sebelum akhirnya Glara memutuskan untuk keluar dari perusahaan demi cintanya pada Damian.

“Terlebih lagi ini proyek besar, saya tidak akan membiarkan perusahaan saya bekerja sama dengan perusahaan kecil yang dipimpin manusia tamak,” imbuh Glara, ia mengatakannya dengan raut wajah datar dan ekspresi santai namun penuh aura membunuh.

“Mana bisa begitu, Glara kamu tidak bisa mengambil keputusan tanpa mendengarkan presentasi dari kami,” protes Damian.

Glara tersenyum santai. “Persentasi dari proposal buruk ini? Dari membacanya saja saya sudah merasa bosan dan muak. Tidak ada inovasi, konsep yang monoton dan biaya yang lebih besar? Bukankah konsep ini sudah sering digunakan oleh perusahaan lainnya? Setidaknya lakukan inovasi konsep bukan hanya inovasi menggaet harta orang lain.” Setelah mengatakannya Glara berlalu begitu saja diikuti Rose yang berjalan dibelakangnya.

“Sebagai pemimpin harusnya anda tidak mencampurkan urusan pribadi dengan pekerjaan. Pantas saja Damian… .”

Ucapan wanita itu terpotong karena Glara berhenti melangkah dan mundur beberapa langkah. Ia membungkukkan sedikit tubuhnya dan mendekatkan bibirnya pada telinga Marta. Membuat Marta bergidik ngeri.

“Kau hanyalah… .”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel