Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bertemu Pria Tampan

Besok hari libur sekolah, jadi dia akan pulang sore harinya. Setelah dia istirahat sebentar dia keluar untuk sekedar cuci mata. Dia berjalan kaki menuju sebuah cafe didekat penginapan.

Dia memesan makanan dan minuman, sembari menunggu dia melihat ada seorang pria tampan masuk kedalam cafe bersama temannya. Pria itu memakai jaket kulit warna hitam dan kaca mata hitam. Usianya seusia dengan Jesica.

“Bro ini adalah pesta perpisahan kita, aku harap kamu betah di sekolah yang baru.” Temannya yang memakai kaos warna merah mengatakan hali itu.

“Iya apalagi disana banyak cewek cantik, Bro? Pasti kamu betah disana.” Temannya yang memakai kemeja menambahi.

Pria itu hanya tersenyum menanggapi ucapan temannya. Tiba-tiba dia melihat kearah Jesica, pria itu tersenyum. Jesica membalas senyuman pria itu, ternyata pria itu tersenyum pada remaja yang duduk dibelakang Jesica.

“Ah bodohnya aku,” umpat Jesica dia mengalihkan pandangannya pada ponselnya. Tidak ada pesan dari siapapun, termasuk Aura.

Pesanan Jesica telah datang, dia segera makan. Jesica merasa malu, jika mengingat kejadian tadi. Selesai makan dia segera membayar lalu ke penginapan. Di penginapan dia duduk di depan kamarnya.

Terdengar segerombol pria, ternyata kelompok pria yang tadi di cafe. Jesica segera masuk ke dalam kamarnya, dia tidak mau bertemu pria itu lagi. Setelah terasa sepi, dia keluar. Dia kaget saat menabrak pria berjaket tadi.

“Maaf, saya tidak sengaja,” kata Jesica sembari menjauh, tapi tanganmu dicegah oleh pria itu. Jesica berbalik arah, dia menatap pria itu.

“Mau kemana cewek cupu?” tanya pria berjaket itu. Dia masih memegang tangan Jesica, sehingga Jesica merasa kesakitan.

Setelah pria itu melepaskan tangan Jesica, Jesica segera pergi. Pria itu tersenyum, lalu masuk ke dalam sebuah kamar. Jesika benar-benar malu pada pria itu.

**

Malamnya Jesica berusaha mencari tahu tentang Erik mulai dari akun sosial media dan yang lainnya. Ada beberapa nama Erik di add sebagai teman.

Jesica keluar untuk membeli makan, tanpa disangka dia bertemu dengan pria itu sendirian. Pria itu mendekat ke meja Jesica.

“Apa boleh saya gabung?” tanya pria itu tersenyum. Jesica masih malu, tapi dia harus tetap bersikap ramah pada pria ini.

“Iya, silahkan!” perintah Jesica. Pelayan membawakan buku menu , mereka memesan makanan. Jesica memesan Jus alpukat dan nasi goreng sosis tapi tidak pedas. Sedangkan pria itu memesan Orange jus dan spagetty.

Mereka menunggu makanan, karena tidak ada pembicaraan suasana jadi hening. Jesica beberapa kali membenarkan letak kacamatanya.

“Siapa nama kamu? Aku Mario.” Pria itu memperkenalkan diri.

“Saya Jesica, biasa dipanggil Jesi. Hanya satu orang yang manggil saya Ica,” jawab Jesica tersenyum.

“Seperti tidak asing nama itu, kayak pernah dengar.” Mario memperbaiki duduknya. “Ah tapi mungkin perasaanku saja.” Mario ingatannya kurang tajam atau takut jika salah orang.

Makanan datang, mereka lalu makan bersama. Selama makan tidak ada percakapan apapun. Tapi Mario sering memperhatikan Jesica. Selesai makan, mereka kembali ke penginapan.

**

Paginya Jesica berjalan-jalan dia berkeliling, dia bertemu dengan Mario lagi. Jesica senang melihat Mario yang ramah dengannya.

“Kamu sendiri?” tanya Mario saat melihat Jesica seorang diri terus dari sejak bertemu di cafe.

“Iya, aku sendiri,” jawab Jesica malu. Rambut kepang duanya masih tertata bagus tapi dia berusaha untuk merapikannya. Karena gugup gelang yang di pakai Jesica nyangkut dirambut.

Mario segera membantunya, dia melihat gelang yang dipakai Jesica. Mario seperti mengenali gelang itu, tapi dimana dia lupa. Bahkan Jesica juga tidak asing, dia merasa pernah mengenal Jesica sebelumnya.

Mereka berjalan bersama, hingga akhirnya mereka berpisah karena Mario harus segera pulang. Besok adalah hari pertama dia di sekolah yang baru. Dia tidak ingin terlambat. Jesica juga memutuskan untuk pulang.

Sesampainya di rumah Jesica tidak melihat Ayah dan Bundanya padahal ini adalah weekend. Mbok Atun terlihat sedang membersihkan kolam ikan.

“Mbok, mereka pergi seperti biasa ya?” tanya Jesica pada Mbok Atun. Mbok Atun menoleh, dia terlihat pucat sekali. “Mbok Atun sakit? Kalau sakit jangan kerja dulu Mbok. Lagipula kan nggak ada orang ngapain juga dibersihkan.” Jesica menuntun Mbok Atun agar masuk ke dalam rumah.

“Bapak sama Ibu pergi dari semalam Non, tapi mereka pergi sendiri-sendiri. Mbok nggak tahu kapan mereka pulang,” jawab Mbok Atun.

Jesica menyuruh Mbok Atun istirahat, sedangkan dia meneruskan pekerjaan Mbok Atun membersihkan kolam ikan. Selesai membersihkan kolam ikan Jesica membuat nasi goreng untuk dia dan Mbok Atun.

“Mbok Makan dulu,” kata Jesica membawakan sepiring nasi goreng dan segelas air putih untuk Mbok Atun yang masih di dalam kamar.

Jesica menyuapi Mbok Atun, dia takut jika Mbok Atun kenapa-kenapa. Jika Mbok Atun sakit dan berhenti kerja pasti Jesica akan sendirian. Jesica menangis saat menyuapi Mbok Atun.

“ Mbok Atun ingat Erik? Aku pengen ketemu Erik Mbok, biar aku nggak kesepian lagi.” Jesica memulai pembicaraan setelah mereka selesai makan.

“Dia kan udah pindah, apa mungkin kembali lagi ke kota ini? Mbok do’akan semoga Non Jesica segera ketemu Erik.” Mbok Atun selalu mendukung apa yang Jesica lakukan. Termasuk saat Jesica mengawali menulis cerita diaplikasi.

Setelah makan Mbok Atun istirahat, sedangkan Jesica mencuci piring lalu masuk ke dalam kamarnya. Dia mulai meneruskan ceritanya, cerita yang dia angkat dari kehidupan nyata dia bersama keluarganya.

Sementara hasilnya masih belum ditarik, karena Jesica belum punya rekening. Rencananya setelah 17 tahun nanti dia akan membuat rekening. Setidaknya uang hasil menulis bisa buat tabungan Jesica.

Mbok Atun bangun, dia masuk kekamar Jesica. Melihat Mbok Atun masuk kamarnya Jesica segera menuntun Mbok Atun agar duduk ditepi ranjang.

“Non, besok Mbok Atun mau berhenti kerja disini. Mbok Atun sudah tua, kesehatan Mbok juga akhir-akhir ini menurun. Mbok Atun sudah tidak kuat lagi kerja Non.” Mbok Atun berkata dengan lemah lembut.

Seketika air mata Jesica luruh, hal yang dia takutkan terjadi. Kesehatan Mbok Atun memang sudah menurun karena usianya yang sudah tua. Jadi mau tidak mau Jesica harus izinkan Mbok Atun untuk berhenti kerja. Mbok Atun mengusap air mata Jesica. Jesica memeluk Mbok Atun erat sekali.

“Saya sudah berbicara saya Ibu dan Bapak, mereka mengizinkan saya berhenti. Mereka juga akan mencari pengganti Mbok, tentunya yang usianya lebih muda.” Mbok Atun mengelus rambut Jesica. “Mbok hanya berpesan tetaplah jadi diri Non Jesica yang baik dan sabar. Meskipun tanpa kasih sayang orang tua, ingat ada Allah yang menyayangi Non.” Mbok Atun selalu memberikan petuahnya pada Jesica.

Jesica menangis sesegukan dalam pelukan Mbok Atun. Dia tidak ingin kehilangan Mbok Atun, pengganti Mbok Atun belum tentu sebaik Mbok Atun.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel