Bab 6
Menemui investor dan meyakinkan bahwa proyeknya akan berhasil dan meraup untung yang banyak adalah keahlian Janaka, semua itu bukanlah bualan belaka. Setiap kata yang diucapkan oleh Naka adalah benar adanya dan bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya. Karena Naka memiliki data dan hasil yang telah ia capai. Putra dari Sigit Brahmana itu tak pernah main-main dengan ucapannya. Ia juga mengatakan akan berkonsultasi dengan LSM di daerah Teluk Ijo untuk membahas masalah kerusakan lingkungan yang menjadi momok para penduduk setempat yang umumnya menolak proyek tersebut. Para nelayan di sekitar teluk, sangat takut bila pembangunan resort akan merusak habitat ikan karena limbah sehari-hari dari resort bisa mencemari air laut.
Tapi bukan Janaka namanya kalau berpengku tangan dan menuruti kelompok yang kontra dengan dirinya. Rencananya, besok Janaka akan terbang sendiri ke Banyuwangi dengan transit terlebih dahulu di Surabaya.
Kini ia telah bersiap menunggu kedua ponakannya yang sedang tumbuh dengan lucu-lucunya tersebut. Si kembar Kin dan Ken telah membuat janji dengan Papuh Janaka. Karena lokasi janjian mereka tak jauh dari tempat meeting sang Papuh bersama investornya.
Janaka kini tengah duduk di restoran pizza favorit Kin dan Ken. Pria gagah itu sesekali menengok ke arah pintu masuk guna memastikan kedatangan dari sang keponakan. Namun, ketenangan Janaka sedikit terusik oleh obrolan dua orang wanita yang duduk membelakangi dirinya. Dari suaranya, ia bisa menebak bahwa keduanya sedang bergosip ria.
"Dys, apa elu akan diam saja bila Madona menyomasi elu?" tanya seorang wanita yang berada di sebelah temannya.
"Ah, jangan panggila gue Gladys kalau nggak bisa menyelesaikan masalah ini. Lagipula mana ada cicak yang menang melawan buaya?"
"Memangnya apa yang akan kamu lalukan neik?"
"Aku telah menggaet pengacara kondang untuk mengahadapi tuntutannya, bukan masalah duitnya Len! tapi ini harga diri." pungkas Gladys menjelaskan pada Malena sang sahabat akrabnya.
Mendengar Gladys nyinggung sebuah harga diri, Janaka mendekatkan kedua telinganya pada kedua wanita yang sedang menikmati kudapan khas negeri menara pizza tersebut. Pasalnya ia tak sedikitpun menyangka wanita seperti Gladys akan membahas sebuah hal yang lebih penting ketimbang uang dan barang mewah. Mau tak mau, Janaka sedikit menaikkan tingkat keingintahuannya pada Gladys dan temannya.
"Oya Dys, bukankah kamu akan ke Surabaya? Kenapa belum bersiap-siapa?"
"Ah itu gampang, aku ingin memberinya kejutan!"
Pembicaraan Gladys dan Malena pun berakhir tatkala keduanya menghabiskan makanannya dan beranjak menuju pintu keluar. Sedangkan Janaka? Pria itu masih duduk dengan santainya sambil menunggu sang adik Aruni dan kedua keponakannya yang menggemaskan.
"Kamu keluar dulu Dys, aku ke toilet dulu!" pamit Malena sebelum keduanya keluar dari restoran pizza tempat Gladys dan Malena menikmati waktu luang mereka.
Wanita yang berwajah menawan itupun keluar dari restoran terlebih dahulu tanpa sang sahabat Malena. Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Malena sangat benar adanya, Gladys belum menyiapkan dirinya untuk menemui Nico, teman masa kecilnya. Malena telah tahu seperti apa hubungan di antara Gladys dan fotografer pria tersebut. Nico dan Gladys tak pernah sama sekali menyatakan perasaan mereka masing-masing. Gladys si wanita cuek sedangkan Nico juga pendiam. Tak satupun di antara mereka mau mengutarakan apa isi hari mereka.
"Aku ingin memberinya kejutan, sudah lama aku tak ke Surabaya!" gumam Gladys sambil berjalan menuju tempat di mana mobilnya terparkir.
Meski Gladys memiliki darah Yogja dari sang mama, tapi kampung halamannya ada di kota pahlawan tersebut. Dan Nico merupakan teman masa kecil Gladys. Rasa rindunya pada kampung halaman dan Nico tentunya membuat dara cantik itu merelakan waktu kerjanya untuk berkunjung ke kota rawon tersebut.
Hati yang berbunga-bunga milik Gladys itupun segera lenyap mana kala ia melihat seorang anak perempuan yang tengah berada tepat di tengah jalan keluar masuk tempat parkir. Dan kebetulan, sebuah mobil box terlihat melintas mendekati sang bocah tersebut. Bila gadis kecil itu tak segera menghindar, akan sangat berbahaya. Gadis kecil itu bisa tertabrak oleh mobil yang akan melintas tersebut.
"Ini tak bisa dibiarkan!" keluh Gladys, lalu tanpa memerhatikan apapun wanita bernama lengkap Gladys Hartono itupun segera berlari secepat yang ia mampu untuk menyelamatkan anak malang tersebut.
Bunyi decitan dari rem mobil dan gesekan antara ban dengan jalan diikuti oleh suara hantaman benda keras. Gladys menyambar tubuh mungil itu dan mendekapnya erat lalu melemparkan tubuhnya ke arah samping. Gladys menjadikan tubuhnya sebagai pelindung bocah kecil itu. Keduanya jatuh mengenai kerasnya jalan di tempat parkir diikuti suara pekikan dari seorang wanita muda.
Pikiran Gladys berkecamuk, dan tak ingin memerhatikan apapun. Di benaknya hanyalah ingin menyelamatkan anak tak berdosa ini. Melihat sebuah peristiwa kecelakaan terjadi di area parkir, beberapa pengunjung yang kebetulan lewat segera menghambur guna menolong kedua korban. Pun tanpa terkecuali wanita yang memekik histeris tersebut.
"Kinan anakku ... Ya Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?" wanita itu menarik Kinan ke dalam dekapannya.
Sedangkan beberapa saksi mata menolong Gladys untuk berusaha bangun. Gladys cukup shock tentang tindakan heroiknya, pasalnya baru kali pertama ini wanita itu melakukan hal yang membahayakan nyawanya sendiri.
"Terimakasih Nona, mungkin kalau tidak ada Anda anak saya akan celaka." tutur wanita yang mengaku sebagai ibu dari gadis kecil yang baru saja Gladys selamatkan.
"Sama-sama, huhhh ... " sahut Gladys sembari meringis kesakitan.
"Tangan Anda terluka, ayo ke rumah sakit!"
"Tidak, tidak perlu! ini hanya luka kecil saja," jawab Gladys.
Gladys memang tak ingin menyusahkan orang lain yang tampak kesusahan juga. Meski ia cukup dirugikan, Gladys juga tak tega melihat wajah bocah kecil yang baru saja ia selamatkan.
"Aku akan ganti rugi!" Terdengar suara serak milik lelaki dari balik kerumunan masa. Lelaki itu datang bersamaan dengan seorang anak lelaki yang memiliki wajah sama persis dengan gadis kecil yang hampir celaka tadi.
'Tunggu dulu, bukankah ini wanita yang mobilnya ditabrak oleh Seno?'
"Tak perlu, saya pamit dulu!" Gladys menolak pertanggungjawaban berupa uang ganti rugi dari Janaka Matila. Bila Gladys tahu identitas pria yang ingin bertanggungjawab mungkin ia tak 'kan menolaknya, malahan Gladys akan meminta lebih sebagai dana kompensasi atas gagalnya kencan buta. Namun, kembali lagi karena gagal bertemu dengan Janaka membuat Gladys tak mengetahui identitas pria yang kini berada tepat di sampingnya.
"Saya akan bertanggungjawab!" ulang Janaka sekali lagi.
"Tak perlu Pak, saya ikhlas menolong dan tak mengharapkan imbalan!" seru Gladys berusaha berjalan dengan sisa tenaga yang ia miliki menuju mobilnya.
"Tapi saya memaksa ingin membayarnya!" seru Janaka tak mau kalah mengikuti ke mana Gladys. Entah apa yang ada di benak pria dewasa itu hingga dengan arogannya Janaka memaksa ingin membayar ganti rugi.
"Tante, Kenan punya ini buat Tante!" Seorang bocah laki-laki yang Gladys kira saudara kembar anak yang ia selamatkan memberinya sebuah permen loli. Dan Gladys dengan senang hati menerimanya, entah mengapa kebaikan dan ketulusan bocah itu mampu menggerakkan hati Gladys untuk menerima pemberian kecil berupa sebuah permen.
Untung saja Malena datang dan membawa Gladys masuk ke dalam mobil setelah sebelumnya ia sempat berteriak histeris karena melihat tangan sang sahabat terluka. Malena berucap, "Baru saja ditinggal sebentar kamu sudah seperti ini?" ketika kedua telah masuk ke dalam mobil Gladys dengan Malena yang menjadi sopirnya untuk saat ini.
****