Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Hal apa yang paling menyenangkan di dunia ini?

Bila yang ditanya Janaka jelas akan menjawab kenaikan saham BBG pada IHSG. Karena kenaikan dari saham miliknya akan memengaruhi kepercayaan para investor dan juga tender. BBG atau Brahmana Business Group merupakan salah satu saham penyangga pada Indeks Harga Saham Gabungan dalam Bursa Efek Indonesia atau BEI. Dalam kehidupan pria berusia matang tersebut tak ada yang lebih menyenangkan hatinya selain kemajuan bisnisnya.

Sedangkan bila ditelisik dari kaca mata Gladys Hartono, hal yang paling membahagiakan dalam kehidupan si dewi asmara begitu sebutannya adalah memiliki banyak uang serta harta yang melimpah. Mengumpulkan pundi-pundi rupiah menjadi tujuan hidup Gladys. Dan menjadi kaya raya adalah rencana yang ia genggam erat dalam hatinya.

Memang tak jauh berbeda, keduanya saling mengejar duniawi. Oleh sebab itu, baik Naka maupun Gladys tak satupun dari mereka yang memikirkan kehidupan asmara mereka. Kedua anak cucu Adam tersebut terlalu sibuk meniti karir serta kemewahan yang menjadi idaman para warga ibukota seperti mereka.

Dan dalam usia yang terbilang belia, kedua insan tersebut mampu menjadi punggawa perekonomian keluarga. Bahkan di tangan keduanya pula harapan serta asa dari para karyawan mereka tertumpu.

Benar, harapan dari ribuan karyawan berada di genggaman tangan Janaka. Kesejahteraan, kebahagiaan keluarga karyawan perusahaan Brahman Mega Development menjadi tanggung jawab Janaka Matila.

Gagalnya Kanaya untuk bertemu dengan Janaka, menyebabkan Gladys menghadapai pria yang menyebabkan kerusuhan dalam hidupnya tersebut. Dengan kedua tangannya sendiri lah Gladys akan menyelesaikan permasalahan di antara mereka.

Kini Gladys harus berjibaku seorang diri guna mendapatkan hak atas kerusakan mobil yang dilakukan oleh supir dari Janaka Matila, sebuah nama yang cukup membuat pemilik perusahaan biro jodoh itu mengerutkan keningnya.

Teriknya cuaca ibukota ini tak menyurutkan langkah Gladys Hartono dalam mengumpulkan keadilan untuknya. Paras cantiknya tak luntur meski sengatan sang surya berkali-kali mengenai kulit putihnya. Entah mengapa siang hari ini sinar mentari cukup menyambar kulit mulus Gladys. Meski wanita itu telah mengenakan celana jeans panjang dan juga topi rajut namun panasnya sang surya masih cukup membuat peluhnya menetes.

"Brahmana Mega Development, hmm ... gedung perkantoran ini cukup menjulang rupanya. Kabarnya di sini lah Janaka Matila bekerja." cicit Gladys seraya membuka ulang alamat diinformasikan oleh sumbernya.

Dengan langkah pasti Gladys Hartono memasuki gedung dari kantor pusat Brahmana Mega Development. Wanita cantik nan mempesona itu tak mengerti seberapa hebat serta berpengaruhnya seorang Janaka Matila. Yang Gladys pikirkan tak lain dan tak bukan adalah keadilan untuk dirinya.

"Selamat siang, bisakah saya bertemu dengan saudara Janaka Matila?" tanya Gladys pada salah seorang dari beberapa resepsionis yang berjejer rapi di lobi perusahaan.

Gladys tak ingin ambil pusing dengan lalu lalang penghuni gedung perkantoran ini. Aroma kedisiplinan sangat kental di dalam area perusahaan yang Gladys datangi. Karena pemimpin mereka sangat mendewakan waktu, bagi Naka waktu adalah segalanya. Tak ada satu alasanpun untuk terlambat serta bermalas-malasan.

"Apa Anda telah membuat janji terlebih dahulu?"

"Harus buat janji dulu ya?" Gladys memicingkan kedua maniknya tak percaya sesulit ini menemui seorang Janaka.

"Tentu saja, Anda pikir Anda siapa bisa seenaknya bertemu pemimpin kami?" balas Resepsionis tadi dengan ketusnya.

"Tapi ini penting Kak, bisakah saya bertemu beliau?" Gladys masih berusaha agar bisa menemui Janaka yang merupakan pemimpin BMD.

"Saya katakan tidak bisa ya tidak bisa Nona, bisa mengerti bahasa Indonesia nggak?"

"Yaelah judes amat, nggak usah nyolot deh! Lu kira kalau kagak penting juga gue ogah dateng kesini pan."

Gladys cukup kesal karena rencananya bisa gagal total bila ia tak bisa menerobos masuk dan menemui Janaka.

'Siapa sih Janaka? Hingga begitu susah sekali menemuinya?'

"Kalau begitu Anda harus membuat janji temu dengan sekretaris Pak Janaka, dan bila Pak Janaka ada slot waktu Anda bisa menemuinya!"

"Ajegile, macem presiden aja buset!" gerutu Gladys pelan.

"Oke, di mana ruangan sekretaris beliau?" Akhirnya ada secercah harapan untuk Gladys. Setidaknya ia harus mencoba agar bisa bertemu dengan Janaka Matila.

"Sekertaris 3 bagian jadwal Pak Janaka ada di lantai 8 tepat di samping lift!"

Otak Gladys yang cukup encer telah merekam arah yang dijelaskan oleh resepsionis jutek tadi. Secepat kilat Gladys menuju alamat yang telah ditunjukkan setelah terlebih dahulu ia menyetorkan kartu identitas miliknya agar bisa ditukarkan dengan visit card di perusahaan ini. Sebagai seorang tamu, Gladys harus mematuhi apapun peraturan di rumah orang. Meski tak jarang ia merasa kesal, Gladys harus menahannya demi keadilan yang ingin ia capai.

Gladys lalu menuju lift yang akan membawanya ke lantai 8 untuk menemui sekretaris 3 dari Janaka yang biasa meng-handle jadwal sang maestro BMD.

Wanita penyuka warna ungu tersebut memencet angka 8 dengan kesal pada lift itu. Hingga tanpa ia sadari ada seorang pria bertopi masuk ke dalam lift bersamanya sambil membawa tumpukan box.

Dari penampilan pria tersebut Gladys bisa memastikan bahwa ia merupakan kurir yang biasanya mengirim serta mengantar barang.

"Bisa pilihkan saya lantai 12?" pintanya pada Gladys karena tangannya tak leluasa memencet tombol lift di depan Gladys.

Melihat orang lain kesusahan, hati nurani Gladys tergerak untuk menolong pria malang tersebut. Bagi wanita cantik itu, menolong adalah perbuatan mulia meski tanpa meminta imbalan berupa uang atau semacamnya. Lalu Gladys menekan angka 12 pada deretan angka yang tertera di dinding lift.

"Kalau bukan karena minta ganti rugi, gua mah ogah banget ke sini! udah resepsionisnya songong dan atasannya yang bernama Janaka siapa itu sok jual mahal." keluh Gladys ingin membagi rasa susahnya pada orang yang baru saja ia bantu.

"Betulkah jual mahal? Dapat kata itu dari mana?"

"Jual mahal lah, udah dua kali ini gue gagal ketemu dia. Padahal niat gue cuma mau ganti rugi dan menyuruhnya meminta maaf pada klien gue."

"Atas dasar apa kamu meminta ganti rugi pada saya? Maksud saya pada Beliau?"

"Sopirnya telah merusak spion mobil gue! dan lagi karena mulut busuknya yang telah mencemooh klien seorang model, perusahaan gue kena imbasnya."

"Dasar psyco!" sahut pria bertopi itu singkat.

"Apa maksud elu? Seenaknya aja ngatain gue psyco? Asal elu tahu kalau bukan karena hal bodoh seperti ini gue ogah ke sini!"

"Hmm ... tulis nomor rekening kamu, berikan padaku dan akan kusampaikan pada Pak Janaka." Pria bertopi itu menawarkan diri untuk membantu Gladys.

"Bener nih? Kamu nggak nipu aku 'kan?" Gladys pun sedikit melunak karena kebaikan si kurir tersebut. Namun, instingnya masih menangkap mara bahaya di sekitar perusahaan ini.

"Iya bawel amat, kamu kaya ibu-ibu!"

Gladys tersentak dan tak mampu memilah kata yang tepat untuk menjawab si kurir tersebut. Baginya kata-kata pria bertopi tersebut cukup membuat dada Gladys sesak karena menyamakan dirinya dengan ibu-ibu yang identik dengan kerempongan nggak jelas.

Sejenak Gladys lalu tersadar dan segera memberikan sebuah kartu nama serta nomor rekening pada pria bertopi yang mengatai dirinya seperti ibu-ibu itu.

"Dengan begini kamu tak perlu datang ke lantai 8 dan menemui Nora sekretaris 3."

"Tapi saya juga perlu bertemu dengan Janaka, dan nyuruhnya meminta maaf pada Madona!"

"Pak Janaka orang yang sibuk, dan gak ada waktu mengurusi hal bodoh seperti itu. Camkan!"

Meski bukan mendengar langsung dari mulut pemimpin perusahaan ini, namun Gladys cukup bisa mengerti meski hanya lewat perantara seorang kurir paket. Kata-kata yang pria itu ucapkan bak sebuah meriam yang mampu meruntuhkan dinding tabungan Gladys. Karena ujungnya, Gladys lah yang harus membayar ganti rugi sebesar 100 juta rupiah.

Lift telah tiba di lantai 8, tapi Gladys tak juag keluar dari dalam ruangan persegi berikut 2,5 x 2,5 meter tersebut.

Gladys hanya bergeming hingga lift tersebut tertutup kembali. Lalu wanita berwajah menarik tersebut menekan tombol lantai dasar karena ia tak bisa mendapatkan apa yang ia inginkan.

'Kenapa dia tampak kecewa? bukankah wanita ini adalah wanita yang berada satu lift dengan aku malam itu?'

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel