Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10. Kemana Ayah

Pov Yuda

"Yuda ... Ayah sudah menemukannya!"

Ayah menghampiriku dengan wajah sumringah, ketika aku baru saja pulang dari kantor.

Aku mencium tangan Ayah dengan takzim.

Ayah adalah satu-satunya yang paling berharga aku miliki di dunia ini. Di usianya yang sudah senja, Aku belum bisa membahagiakannya.

Ayah sangat ingin aku segera menikah. Namun Ayah tidak pernah setuju setiap aku memperkenalkan teman dekat wanitaku padanya.

Aku menghempaskan tubuhku pada kursi empuk di samping Ayah.

"Tadi Ayah bilang menemukan siapa?" tanyaku seraya membuka kancing lengan kemeja dan menggulungnya hingga ke siku.

"Ayah sudah bertemu dengan wanita yang menolong Ayah waktu itu."

"Lalu?" tanyaku lagi, sambil melangkah ke lemari pendingin dan meraih sebuah minuman kaleng, lalu meneguknya.

"Pokoknya kamu harus segera menikahi wanita itu."

"uhuk ... uhuk ... uhuk ...!" Spontan aku terbatuk-batuk karena tersedak.

"Hei, hati-hati minumnya!" Ayah menepuk-nepuk ringan punggungku.

"Ayah, memangnya sudah kenal betul dengan wanita itu?"

"Yuda, Di dunia ini jarang orang memiliki hati tulus seperti dia. Ayah yakin dia adalah perempuan yang baik. Sstt ... dia juga cantik, loh!"  bisik Ayah, lalu laki-laki itu senyum-senyum mencoba menggodaku.

"Ayah yakin kalau dia tidak punya suami? Bukankah Ayah bilang dia sudah punya anak?"

"Tenang, Ayah sudah selidiki. Dia seorang janda. Suaminya sudah meninggal hampir setahun yang lalu."

"Apaa? Janda? Ayah nggak becanda kaan?"  Aku tak percaya, tega-teganya Ayah menjodohkan aku yang masih perjaka ini dengan seorang janda.

      

"Memangnya kenapa  kalau janda?" Ayah menatap tajam padaku.

"B-bukan gitu, Yah." Mendadak aku gugup. Sepertinya untuk hal ini Ayah pantang untuk di bantah.

"Bukankah sebaiknya aku dan wanita itu saling mengenal dulu satu sama lain?" bujukku

Ayah menghela napas kasar.

"Ayah ..., wanita itu  belum tentu juga mau menikah denganku. Bisa jadi dia sudah punya calon suami," jelasku hati-hati pada Ayah.

Tiba-tiba wajah Ayah tampak murung. Sungguh aku menyesal mengatakan hal ini barusan. 

Lebih baik aku ikuti saja dulu keinginannya.

"Baiklah, kira-kira kapan kita akan menemui wanita itu?"

Sontak wajah Laki-laki yang sangat aku sayangi itu berbinar.

"Besok ya!"

"Apa? Besok, Yah?"

Ayah mengangguk cepat. Sebenarnya besok aku ada meeting penting. Namun tak tega rasanya jika kembali membuatnya sedih. Biarlah meeting itu aku tunda dulu.

"Baiklah. Besok pagi Ayah ikut aku ke kantor pusat dulu. Setelah briefing pagi, kita ke rumah wanita itu."

Ayah tertawa senang.

"Terimakasih, Nak!" ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Sepenting itukah wanita itu untuk Ayah? Aku jadi tambah penasaran dengannya.

.

.

.

"Yuda ... Yud ..., bangun sudah subuh!"

Aku terjaga mendengar suara Ayah mengetuk-ketuk pintu kamarku. Tidak biasanya Ayah mau membangunkan aku. Biasanya laki-laki itu tak peduli aku sudah bangun atau belum. Sejak Ibu tiada, Ayah mengajarku untuk mandiri dan bertanggung jawab. Hingga aku  bisa sukses seperti sekarang ini.

"Ada apa, Yah? Tumben pagi-pagi bangunin aku.," tanyaku setelah membuka pintu.

"Loh, katanya kita mau menemui wanita yang menolong Ayah waktu itu."

"Ayaah, ini masih subuh kali," sahutku asal seraya merebahkan kembali bobotku pada ranjang.

"Eeh ..., salat subuh dulu, sana! Kok, malah tidur lagi!" Ayah menarik lenganku hingga aku kembali terduduk.

"Yudaa, kamu akan berterima kasih sama Ayah, jika telah melihat gadis itu. Parasnya cantik, walau sederhana.  Sikapnya juga sangat santun. Walau dia bukan dari keluarga berada, tapi dia mampu menghargai dirinya sendiri."

Lagi-lagi Ayah memuji wanita itu.

"Sana siap-siap. Setelah salat, Ayah tunggu di meja makan."

Ayah beranjak keluar dari kamarku. Lalu aku menuruti perintah Ayah untuk segera bersiap-siap.

.

.

.

"Jangan lama-lama briefingnya!"

"iyaaa, Ayah tunggu di ruangan aku aja ya!" ujarku ketika kami baru saja sampai di kantorku.

"Ayah di sini saja!" sahut Ayah yang sudah duduk di kursi ruang tunggu, depan resepsionis. Ayah memang baru kali ini aku ajak ke kantor. 

"Nila, titip Ayah saya! Setelah briefing, Saya akan ajak beliau ke sesuatu tempat. Jadi tolong cancel semua pertemuan hari ini dan saya tidak menerima tamu siapapun hari ini!"

"Baik, Pak." Nila bagian reseptionis kantor itu mengangguk.

Kemudian aku naik ke lantai tiga menuju ruang briefing.

Tidak sampai satu jam briefing selesai. Jangan sampai aku membuat Ayah terlalu lama menunggu di lobby.

Tiba-tiba telphon di mejaku berdering.

"Ada apa, Nila? Apa? Sudah saya bilang kalau saya tidak menerima tamu hari ini."

Aku menutup telphon dengan kesal.

Tiba-tiba tanpa diketuk, pintu ruanganku terbuka.

"Hai, Yuda Sayang!"

Mataku membelalak melihat seorang wanita cantik berpakaian elegan masuk ke ruanganku.

"Angel ...!" desisku.

Ternyata Angel yang memaksa ingin masuk  ke ruanganku.

"Yuda ... aku rindu." Wanita cantik berdarah Belanda itu langsung duduk diatas pahaku.

"Angel, bukankah tadi resepsionisku sudah bilang, aku tidak menerima tamu hari ini." ujarku menahan hasrat melihat bibirnya yang sangat menggoda berada tepat di depan wajahku.

"Tega sekali kamu, Yuda. Dua tahun tidak bertemu, apa kamu tidak merindukanku?"

Aku menghela napas panjang. Entah kenapa wanita di hadapanku ini selalu membuatku sulit menahan diri agar tidak merengkuhnya.

Sementara aku terus memikirkan Ayah yang sedang menungguku di bawah.

Ah, mungkin Ayah bisa menungguku sebentar lagi.

Aku tak kuasa menolak Angel untuk saling  melepas rindu. Wanita yang dulu pernah sangat dekat denganku. Namun sejak dua tahun yang lalu, dia pergi meninggalkanku.

Aku tersentak setelah melihat jam di pergelangan tanganku.

Astaga! Ayah ...! Aku mengabaikannya hingga lebih dari satu jam.

"Angel, Aku pergi dulu!"

Gegas aku melepaskan tubuh wanita itu dan berlari menuju lift dan turun ke lobby.  Tak kuhiraukan Angel yang terus berteriak memanggil-manggil namaku.

Jantungku berdebar melihat kursi yang diduduki Ayah tadi sudah kosong.

"Nila, kemana Ayah Saya?" tanyaku dengan napas memburu.

"Maaf, Pak. S-saya tidak melihatnya" sahut Nila memucat.

Bodoh! Anak macam apa aku ini! Aku terus merutuki diri sendiri.

Berkali-kali aku menghubungi ponsel Ayah. Namun tidak aktif. Ya Tuhan. Kemana Ayah pergi?

Aku kerahkan semua security untuk mencari Ayah di sekitar kantor ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel