Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab. 5 Wanita ke Empat

Hari demi hari tubuh Sari mulai pulih, sakit dan perih yang ia rasakan berangsur menghilang. Sari yang biasanya lebih memilih berdiam diri di kamar kini mulai merasakan jenuh.

Setelah berpikir, akhirnya Sari memberanikan diri untuk keluar dari kamar karena dalam perjanjian itu dirinya tidak boleh meninggalkan villa. Jadi ia merasa tidak melanggarnya larangan Tuan Adam.

Gadis itu mulai menyelusuri setiap ruang di dalam villa , walaupun dirinya tidak mengerti barang seni dan antik. Namun, Sari tahu jika barang-barang di tempat ini mahal dan mewah. Ia pun jadi semakin penasaran dengan jati diri Tuan Adam, apa pekerjaannya dan tentu asal usul lelaki itu.

Sari terus mengikuti kemana kakinya melangkah hingga, ia sampai di bagian dapur. Di sana terlihat Bi Euis yang sedang sibuk memasak, pasti untuk Sari tentunya.

Melihat Bi Euis yang repot sendirian, Sari pun menghampiri seraya bertanya, “Boleh saya bantu Bi?”

Seketika Bi Euis pun menoleh dengan sedikit terkejut atas kedatangan Sari. Kemudian ia pun menyahut, “Nyonya kenapa kesini?” tanyanya dengan heran.

“Saya bosen Bi, di dalam terus cuma nonton tv saja. Boleh kan saya keluar kamar?” tanya Sari.

“Tidak apa-apa, lagi pula Tuan tidak ada di rumah kalau siang. Bahkan sudah berapa hari ini dia tidak pulang,” jawab Bi Euis sambil terus memasak.

Tanpa sungkan Sari langsung membantu pekerjaan di dapur. Wanita itu terlihat gesit dan cekatan sehingga pekerjaan Bi Euis pun rampung lebih cepat dari biasanya. Dalam sekejab Sari sudah bisa menarik hati Bi Euis.

“Aduh Nyonya maafnya jadi merepotkan,” ucap Bi Euis dengan tidak enak hati.

“Sama-sama Bi, saya sudah biasa melakukan ini semua,” jawab Sari sambil tersenyum, “Bi, jangan panggil saya Nyonya cukup Sari saja!” pintanya yang merasa risih dengan sebutan itu.

“Baiklah, kalau begitu saya panggil Neng Sari saja ya?” jawab Bi Euis sambil bertanya. Sari pun segera mengangguk tanda setuju, “Neng Sari mau makan?” tanyanya kembali.

“Nanti saja Bi, saya belum laper,” jawab Sari sambil duduk di sebuah bangku yang menghadap ke halaman belakang.

Bi Euis pun segera menemani Sari dan mereka pun tampak menikmati semilir angin yang membelai peluh di wajah. Begitu sejuk hingga rasa gerah hilang seketika dari tubuh mereka.

“Kalau boleh saya tahu, Neng Sari asalnya darimana?” tanya Bi Euis membuka pembicaraan.

“Saya dari desa ….” Sari pun mulai mencaritakan tentang asal usul dan kehidupan keluarganya.

Bi Euis tampak mendengarkan dengan saksama dan merasa simpati dengan cerita Sari. Wanita paruh baya itu tidak heran jika Sari bisa terjebak dalam perkawian ini.

Setelah mendengar cerita Sari, Bi Euis tampak menghela nafas panjang dan berkata, “Yang sabar ya Neng! Semoga Tuan Adam cepat membebaskan kamu dan menyadari jika perbuatannya itu salah.”

“Iya Bi, semoga Sari bisa cepat berkumpul dengan keluarga. Pasti ambu sekarang sedang mencemaskan saya yang tidak pulang,” ujar Sari sambil tertunduk sedih.

“Kalau soal itu Neng tidak usah khawatir! Pasti Damar sudah mengatur semua. Lalaki itu mulutnya sangat manis sehingga orang-orang mudah ditipu olehnya.” Bi Euis berkata memberikan pendapatnya.

“Kalau Bibi sendiri sudah berapa lama kerja di sini? tanya sari kemudian.

“Kurang lebih empat tahun,” jawab Bi Euis kembali.

“Apakah Kang Damar itu bekerja untuk Tuan Bi?” tanya Sari ingin tahu.

“Iya, dialah yang bertugas mencari calon pengantin untuk Tuan,” jawab Bi Euis sambil menoleh ke arah Sari, “Neng adalah wanita ke empat yang Tuan Adam nikahi secara kontrak,” ujarnya kembali memberitahu.

Sari tampak terkejut mendengarnya dan tidak pernah menyangka. Dengan spontan ia pun bertanya, “Apa Bi, saya yang ke empat. Lalu di mana istri-istri yang lainnya?”

“Sudah dicerai semua oleh Tuan Adam,” jawab Bi Euis.

“Kenapa Bi?” tanya Sari makin penasaran.

“Karena Tuan Adam tidak menginginkannya lagi,” jawab Bi Euis kembali.

Sari tampak menghela nafas panjang dan memberikan pendapatnya, “Pasti mereka dicerai setelah Tuan Adam sudah bosan dan mencari lagi yang baru.”

“Mungkin,” jawab Bi Euis singkat.

Kini sari pun sadar jika dirinya hanya di jadikan pemuas nafsu saja dengan berkedok pernikahan. Namun, jika itu alasannya kenapa Tuan Adam tidak membayar wanita malam saja untuk tidur dengannya. Sungguh ia tidak mengerti jalan pikiran suaminya itu.

“Bi, Tuan Adam kan kaya raya kenapa ia tidak jajan saja. Pasti banyak wanita cantik yang mau tidur dengannya?” Sari terus bertanya tentang jati diri suaminya.

Sambil tersenyum Bi Euis pun menjawab, “Karena ia memegang teguh prinsipnya.”

“Maksud Bibi?” tanya Sari tidak mengerti.

Belum sempat Bi Euis menjawab, tiba-tiba seseorang memanggil namanya.

“Bi Euis … Bi Euis.”

Bi Euis segera bediri dan menghampiri ke arah sumber suara. Begitu pun dengan Sari yang bergegas menyusul Bi Euis.

“Ada apa Kang?” tanya Bi Euis kepada seorang penjaga

“Minta kopi atuh Bi,” jawab lelaki bertubuh besar itu sambil melirik ke arah Sari.

Bi Euis segera membuatkan dua buah gelas kopi dan memberikannya kepada lelaki itu.

“Hatur nuhun, Bi,” ucap lelaki itu sambil menerima pesanannya.

Bi Euis pun mengannguk dan kembali menghampiri Sari.

“Akang itu siapa Bi?” tanya Sari ingin tahu.

“Namanya Kang Asep dia salah satu penjaga di sini,” jawab Bi Euis.

“Jadi yang tinggal di sini Tuan Adam, kita dan dua penjaga villa ya Bi? tanya Sari kembali.

“Betul Neng,” jawab Bi Euis membenarkan.

Ketika Sari hendak bertanya lagi, tiba-tiba perutnya terasa lapar. Seketika ia pun jadi malu kepada Bi Euis yang mendengar perutnya keroncongan.

Bi Euis tampak tanggap dan berkata, “Saya akan siapkan makan siang buat Neng.”

“Tidak usah Bi, kita makan bareng di sini saja!” cegah Sari.

“Tapi Neng kan—“

“Sekarang Bibi adalah temanku di sini jadi tidak boleh sungkan ya!” potong Sari cepat.

Bi Euis merasa kagum dengan Sari yang sopan santun. Bahkan untuk mengambil nasi saja dirinya di dahulukan. Sungguh beda sekali dengan para istri-istri Tuan Adam terdahulu yang hanya bisa perintah dan selalu ingin dilayani layaknya ratu di rumah ini.

Sehabis makan Sari juga segera mencuci piring lalu ia menghampiri Bi Euis yang hanya duduk memperhatikannya saja.

“Oh ya, sekarang katakan kepadaku apa itu prinsip Tuan Adam Bi!” pinta Sari dengan serius.

Bi Euis pun segera menjelaskan,”Tuan Adam tidak mau berbuat zina maka dari pada itu ia menikahi para wanita yang dikendakinya.”

Sari tampak mengangguk sedikit demi sedikit ia mulai mengerti seperti apa sosok Tuan Adam yang sebenarnya.

“Lalu kenapa Tuan Adam tidak menikah saja, agar sah secara hukum dengan wanita yang ia cintai?” Sari kembali memberondong Bi Euis dengan pertasnyaan demi pertanyaan.

“Kalau itu bibi tidak tahu Neng,” jawab Bi Euis.

Sari terlihat sedikit kecewa ternyata Bi Euis tidak tahu semua mengenai jati diri suaminya. Namun, ia yakin suatu saat akan tahu siapa Tuan Adam sebenarnya.

BERSAMBUNG.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel