Bab. 14 Keputusan Tuan Adam
"Bawa Sari dan gugurkan kandungannya!” seru Tuan Adam sambil melempar sebuah amplop ke tangan Damar, “kerjakan dengan rapi!”
Damar segera menangkap amplop itu dan menjawab, "Baik Tuan." Tersungging seulas senyum dari bibir lelaki itu.
Sari sangat terkejut mendengarnya perintah Tuan Adam kepada Damar. Ia tidak menyangka suaminya bisa setega itu. Sari tampak menggeleng dan meminta, “Tidak Tuan, kumohon jangan lakukan itu! Biarkan aku memiliki anak ini. Aku janji tidak menuntut apa-apa dan akan pergi jauh.” Sari kemudian bersimpuh meminta belas kasih Tuan Adam sambil berderai air mata.
“Anak itu tidak boleh lahir!” tegas Tuan Adam tetap pada keputusannya.
“Jangan Tuan, anak ini darah dagingmu sendiri!” Sari mengiba sambil kian terisak.
Sepetinya Tuan Adam sudah gelap mata, ia tidak perduli dengan Sari yang terus memohon belas kasihnya. Tanpa berpikir panjang lagi, ia pun berseru kembali, “Cepat Damar, bawa dia!”
“Baik Tuan,” jawab Damar sambil mendekat ke arah Sari dan memaksa wanita itu untuk ikut dengannya.
"Aku tidak mau!" tolak Sari sambil terlihat meronta tetapi tenaga damar lebih kuat, "Bi Euis tolong saya!"
“Saya mohon pertimbangkan kembali keputusan Tuan. Dalam agama aborsi itu dilarang,” pinta Bi Euis tanpa rasa takut ia mengingatkan Tuan Adam.
“Diam Bi! Jangan ikut campur!” seru Tuan Adam yang sudah kehilangan akal sehatnya.
"Kumohon Tuan, biarkan aku pergi!" pekik Sari ketika Damar berhasil menariknya untuk ikut dengan lelaki itu.
Bi Euis hanya bisa menangis menyaksikan itu semua. Ia kemudian menyusul keluar untuk mengantarkan tas Sari yang ketinggalan.
Sari pun mencoba untuk berontak ketika Damar memaksanya untuk masuk ke mobil sambil berteriak, “Aku tidak mau! Bi Euis tolong saya!” ratap Sari yang kian histeris.
“Neng harus kuat dan Jangan takut! Allah akan menolong hamba-Nya yang terzalimi,” pesan Bi Euis sambil menyerahkan tas Sari.
Bi Euis tidak bisa berbuat apa-apa lagi melihat mobil yang membawa Sari pergi. Hatinya pun terasa pilu mendengar teriakan wanita itu yang kian menjauh. Sebagai sesama perempuan ia hanya bisa menangis ikut merasakan penderitaan Sari yang tersakiti.
“Agghhkkk …,” teriak Tuan Adam sambil meninju sebuah guci di hadapannya.
Sebenarnya Tuan Adam sudah menyukai Sari, tetapi ia tidak siap menerima kehadiran seorang anak untuk saat ini karena itu bukan
tujuannya untuk melakukan nikah siri.
Entah syaiton apa yang sudah merasukinya sehingga Tuan Adam berani melakukan perbuatan dosa itu. Sejenak dirinya melupakan akan hukum dunia yang akan ia dapatkan.
Bi Euis melihat tangan Tuan Adam berdarah, tetapi ia mengacuhkannya. Wanita paruh baya itu memilih kembali ke kamarnya dan tidak mau tahu apa yang sudah terjadi dengan majikannya. Tidak peduli jika ia akan dipecat sekarang juga, memang itu harapannya.
***
“Kamu bodoh Sari kenapa sampai bisa hamil?” tanya Damar sambil fokus menyetir.
“Aku tidak tahu Kang,” jawab Sari sambil menangis tersedu, “Kumohon tolong aku Kang, jangan gugurkan anak ini!” pinta Sari berharap belas kasih Damar.
Damar terdiam merasakan pikirannya yang kalut sebenarnya ia tidak tega melihat Sari memohon, tetapi jika ia tidak melaksankan tugas ini maka dirinya akan kehilangan pundi-pundi uangnya. Belum lagi hukuman yang akan ia terima. Bisa habis dirinya dibuat babak belur dan cacat oleh orang suruhan Tuan Adam.
“Kang Damar boleh ambil cincin ini jika mau membantuku,” bujuk Sari sambil menunjukkan sebuah cincin permata yang melingkar di jemarinya.
Damar hanya melirik sekilas dan ia berkata, “Sudahlah Sari, lebih baik jika kandunganmu digugurkan. Coba kamu pikir pulang ke rumah tanpa suami, lalu anak itu lahir dan kalian hidup susah.”
Apa yang dikatakan Damar rupanya mempenggaruhi jalan pikiran Sari. Bagaimana ia akan mencari uang utnuk keluarganya nanti. Pasti tidak ada yang mau menerima dirinya yang sedang hamil untuk bekerja.
Akhirnya mobil yang dikendarai Damar masuk ke sebuah perkampungan. Lalu berhenti di sebuah rumah yang sangat sederhana dan terpencil. Ia segera mengajak Sari turun dan menuju ke sana.
Sari yang awalnya sempat menolak kini terlihat pasrah. Baginya mungkin ini jalan yang terbaik untuk keluarganya dan anak itu sendiri.
Tok …! Tok ..!
Tidak lama kemudian seorang perempuan tuan keluar, ia memperhatikan Damar dan Sari dengan seksama.
“Berapa bulan?” tanya perempuan itu seolah sudah tau maksud kedatangan mereka.
Damar kemudian menyenggol Sari untuk menjawab.
“Baru sebulan, Nek,” jawab Sari ragu-ragu.
“Ya sudah cepat masuk!” seru wanita tua itu kemudian.
Dengan langkah yang ragu perlahan Sari masuk ke rumah itu. Lalu Damar tampak menunggu di halaman sambil menyulut sebatang rokok dan sibuk dengan ponselnya.
Setelah sejam kemudian, Sari sudah keluar dengan tubuh yang lemas sambil terisak.
"Sudah selesai!" seru nenek tua itu sambil merangkul Sari.
Damar pun segera menghampiri dan mengucapkan, “Terima kasih Nek,” kemudian ia mengepalkan beberapa lembar uang merahan ke tangan perempuan tua itu dan Segera membawa Sari pergi.
Ketika hendak menjalankan mobilnya, iba-tiba ponsel Damar berdering dengan segera ia mengangkatnya.
“Hallo, sudah Tuan baru saja selesai,” ujar Damar memberitahu sambil melirik ke arah Sari.
“Dekatkan ponselmu kepadanya!” Terdengar suara Tuan Adam berseru dengan serius.
Damar kemudian mendekatkan ponselnya ke arah kuping Sari.
“Sari kau kutalak!” ucap Tuan Adam dengan tegas.
Sari hanya bisa menangis tersedu mendengarnya. Bukan cintanya saja yang kandas, tetapi hatinya sungguh sakit dan ia tidak terima diperlakukan seperti ini. [Ya Allah, berilah Tuan Adam hidayah-Mu. Agar ia menyesali dan selalu mengingat perbuatannya kepadaku. Aaminn …,] doa Sari di dalam hati dengan perasaan yang hancur berkeping-keping.
Damar kemudian segera mendekatkan ponselnya lagi dan bertanya, "Apa tugas selanjutnya Tuan?"
"Tidak ada," sahut Tuan Adam singkat dan panggilan itu pun terputus.
Damar segera memacu kendaraannya kembali. Tidak lama kemudian mobil itu pun meluncur membelah malam.
"Turunlah! sudah sampai," seru Damar ketika mobil itu berhenti di jalan depan rumah Sari.
Dengan pelan-pelan Sari kemudian turun dari mobil dan melangkah dengan perlahan menuju rumahnya dengan hati yang remuk dan terluka. Ia menyesal telah mencintai Tuan Adam. Ternyata begitu sakit, seperti disayat belati tajam berkali-kali. Sari pun berharap jika Tuan Adam merasakan jauh dari apa yang ia alami sekarang.
Sementara itu Damar tampak tersenyum senang mendapatkan uang banyak karena ia membawa Sari ke dukun untuk menggugurkan kandungan wanita itu. Padahal uang yang diterimanya cukup untuk ke klinik aborsi.
"Dasar perempuan, Jika begini terus aku akan cepat kaya, ha ... ha ...." ujar Damar sambil tertawa girang sambil menatap Sari yang kian menjauh.
Manusia licik pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal. Tinggal tunggu waktu saja
BERSAMBUNG