Part 1. Aku Mau Menikah Dengan Orang Lain
Rama sering bertanya-tanya, mengapa Kirana tidak bisa menganggapnya lebih serius? Apa karena dulu mereka memulainya dengan cara yang salah? Ketika pertama kali bertemu, Kirana sudah punya pacar. Namun, mereka tetap berhubungan sebagai teman baik. Teman teramat baik yang dirasa-rasa memang seperti selingkuhan karena ia terlalu peduli dan Kirana menumpahkan seluruh prahara hubungannya.
Saat mereka putus dan Kirana sudah berhubungan dengan pria lain, Kirana masih menghubunginya dan ia selalu menyambut kedatangan Kirana . Dulu, ia pikir tidak ada yang mampu menjadi sebaik dirinya. Dulu, ia menganggap Kirana hanya akan bertemu dengan pria-pria yang salah, jika pria itu bukan dirinya. Dulu, setiap kali ia mengalahkan pria lain egonya terangkat tinggi.
Namun, itu dulu. Kini Rama merasa ia tak benar-benar berarti di hadapan Kirana . Sepertinya Radi memang benar. Ia bukan pemenang, melainkan hanya cadangan. Cadangan tempat Kirana kembali jika hubungan-hubungan dengan pria-pria lainnya tidak berhasil. Ia adalah pria yang paling mudah untuk Kirana . Oleh sebab itu Kirana selalu datang dan pergi sesuka hati.
Kadang Rama berpikir, seburuk itu kah kualitas dirinya sehingga tidak pernah berhasil meyakinkan Kirana ? Rama tahu ia tampan, menarik, sukses, juga memiliki banyak uang. Latar belakang keluarganya pun baik dan bisa dibilang lumayan berada. Lalu apa yang membuat Kirana ragu? Apakah permainan ranjangnya kurang memuaskan? Rama sampai memikirkan hal itu mengingat Kirana adalah pengalaman pertamanya. Tapi sejauh ini Kirana selalu tampak puas-puas saja. Kirana bahkan kerap menggodanya.
Lalu apa? Apa karena ia bukan pemilik pabrik? Apa selera Kirana memang sudah bukan dirinya dan kini menyasar pada laki-laki yang lebih kaya seperti si koko pemilik pabrik itu?
“Kenapa Kirana ?” Rama mengulangi pertanyaannya.
“Aku trauma. Aku takut lihat pernikahan papa mama aku....”
“Kamu trauma, tapi nggak mau aku ajak ke psikolog,” tukas Rama . “Aku bayarin deh terapinya kalo misal nggak dicover asuransi perusahaan kamu. Tapi kamu......”
“You know what you mean to me.... “
Rama reflek mengangkat kedua alis. “Oh aku nggak tahu.”
“Rama ...”
“Sekarang aku bener-bener nggak tahu, aku ini apa di hidup kamu.”
“Aku selalu kembali ke kamu....”
Rama menatap lelah. Selama ini ia berusaha membuktikan dirinya. Tapi Kirana tidak pernah membuktikan apa pun kepadanya. Seks tidak istimewa lagi karena Kirana juga melakukannya dengan pria lain, semudah itu. Sementara ia, jangankan seks. Membuka hati kepada wanita lain saja benar-benar perkara sulit. Jangankan hatinya, selera kedua matanya saja tidak gampang jatuh pada wanita lain apalagi nafsunya. Namun apa yang Kirana lakukan?
“Kamu balik buat pergi lagi. Buat apa kamu balik ke aku, kalau kita nggak bisa sama-sama?”
“Kita selalu sama-sama kan?”
“Maksud aku nikah.”
“Rama , menikah itu, bukan keputusan mudah buat aku. I always love you. Kamu tahu itu. Ten years and were still in love and never left each other.”
“You left me many times.”
“I didn’t marry another man.” Ujung jemari Kirana menghapus sudut matanya dan Rama melihat air mata menggenang di sana. “Iya kadang aku bosen, aku nakal, tapi kamu tahu aku selalu balik ke kamu. Cuma kamu rumah aku, tempat aku pulang. Tapi aku takut Rama . Aku takut setelah kita nikah kamu berubah kayak papa aku.” Kirana menghapus air matanya yang berjatuhan.
Air mata, kalimat cinta, juga rasa takut. Hati Rama tidak tega melihat Kirana -nya bersedih. Akan tetapi, bayangan koko-koko pemilik pabrik itu membuat hatinya kembali meragu.
“But you slept with another man....” Rama segera melihat tangisan Kirana terhenti. “Itu yang aku tahu, yang aku nggak tahu?”
“Emang kamu nggak?”
Senyuman Rama tergelincir begitu saja. “Cuma sama kamu....”
“Tapi tiap kita putus, kamu juga deket lagi sama cewek lain.... kamu juga bilang, sempet ciuman....”
“Ya Cuma itu. Tapi aku nggak sampe ke tempat tidur sama mereka. Wajar dong aku ciuman. Kita sama-sama tertarik. Tapi aku nggak sampe ke atas tempat tidur. Cuma sama kamu. Aku lepas perjaka sama kamu. Sampe sekarang aku Cuma tidur sama kamu. Tapi kamu?”
“Iya memang aku sempet tidur sama cowok lain. Tapi ya nggak setiap cowok yang deket sama aku, terus aku tidur sama mereka....”
“Oh ya? Coba kasih tahu aku, sama yang mana aja?”
“Rama ....”
“Kasih tahu aku! Nggak termasuk mantan kamu sebelum aku, karena aku udah tahu hubungan kamu sama dia emang udah jauh. Kasih tahu aku, setelah kita putus pertama kali, kamu pernah tidur sama siapa aja?”
“Sama Kevin...”
Alis Rama otomatis terangkat saat mendengar nama lelaki cindo pemilik kelab malam yang sempat dekat dengan Kirana .
“Terus Steven.”
Rama menggigit kecil bagian dalam bibirnya saat Kirana menyebut nama si koko pemilik pabrik. Hatinya mulai meragu. Sepertinya apa yang dikatakan Radi semakin mendekati kebenaran, jika selera Kirana mungkin menyasar pada lelaki cindo kaya raya. “Cuma dua?” tanyanya kemudian.
“Maksud kamu apa? Do I look like a woman who can easily sleep with any man?”
YES, Rama menjawab hanya di dalam hati. Selama ini ia pura-pura kuat tiap kali Kirana dekat dengan pria lain. Ia berlagak baik-baik saja tiap kali mereka putus. Ia pun akan mendekati wanita lain, seolah juga tidak peduli sambil mencoba berkompromi dengan hatinya. Lalu setelah sekian waktu, mereka kembali saling merindukan dan kembali memainkan permainan yang sama. Namun setelah sekian lama, Rama lelah. Ia tidak ingin bermain lagi. Ia ingin berhenti bermain-main.
“Bisa-bisanya kamu mikir gitu.....” Bulir air mata Kirana menetes. “Kamu tahu gimana keluarga aku, kamu tahu gimana trauma aku, ketakutan aku. Tapi kamu nilai aku kayak gitu Cuma karena aku tidur sama laki-laki selain kamu? Sejak awal kamu udah tahu aku nggak perawan, hubunganku sama Wildan mantan aku juga udah jauh. Cuma karena hidup kamu sempurna, kamu nggak tidur sama cewek lain, bukan berarti kamu bisa nilai aku kayak gitu. Teganya kamu, padahal kamu aku anggap tempat aku pulang. Kamu nggak tahu rasanya jadi aku. Kamu kebetulan tumbuh besar di keluarga baik-baik. Coba kamu jadi aku, sehari aja Rama . Tega kamu.....” Kirana terisak dan air matanya menetes deras.
Rama terpaku menatap Kirana yang tertunduk sambil mengusap air matanya. Rasa sesal seketika menyeruak.
“Sudah jangan nangis. Jangan nangis. Aku minta maaf.” Rama benar-benar bingung ketika merasa bersalah dan meminta maaf, padahal rasa kecewanya juga valid. Jika sudah seperti ini, Kirana selalu bisa membuatnya berbalik arah dengan cepat. Hatinya terlampau mengasihi dan menyayangi Kirana , sehingga ia juga tidak berkenan membuat dirinya sendiri menjatuhkan air mata Kirana . Tapi sampai kapan?
“Aku takut. Aku takut Rama . Jangan paksa aku.....”
Rama menghela napas berat dan mengusap frustasi wajahnya. Sebenarnya, ia juga takut. Ia teramat takut pada akhirnya jodoh yang ia tunggu-tunggu memang bukan Kirana dan ia hanya menunda kehilangan. Bagaimana jika ia tetap kehilangan Kirana ? Setelah semua ini, setelah selama ini?
“Gimana kalau aku.... nggak kuat lagi?” Rama memilih mengungkap jujur perasaannya. “Aku tahu, kita sekarang nggak ada hubungan lagi. Aku tahu kamu bosenan, sementara aku udah pingin hubungan yang stabil. Mungkin buat kamu, stabil itu nggak menarik. Tapi aku pastiin, I will love you in every way, in a craziest way, kayak kita masih pacaran. Aku bakal tetep perjuangin cinta kamu walau kita udah nikah. Tapi kamu nggak bakal tahu itu semua kalau kamu nggak melangkah maju.” Rama menggeser lengannya di atas meja.
“Aku takut....”
Rama membuang napas dengan raut frustasi. “Aku capek,” ucapnya lirih, “Aku rasanya nggak kuat lagi. Sama kamu aku ngerasa nggak aman. Kamu selalu bikin aku harus bersaing sama cowok-cowok lain. Aku capek.”
“Ayo kita pacaran lagi.”
“Apa bedanya? Sama aja. Apa bedanya pacaran sama enggak? Apa coba?”
Kirana terdiam.
“Mau kita pacaran lagi kek, kamu bakal pergi sama cowok lain kalo bosen sama aku. Apa bedanya? Apa gunanya kita saling cinta kalau kita nggak hidup bersama? Aku pingin nikah, pingin punya anak sama kamu. Aku pingin hidup sama kamu. Aku nggak mau Cuma pacaran!”
“Kasih aku waktu....”
“Tujuan kita udah beda. Aku pikir seiring jalannya waktu, kamu bisa berubah pikiran.... “
“Rama , kasih aku waktu.”
“Kamu selalu bilang gitu.”
“Kasih aku waktu buat meyakinkan diri aku. Sambil jalan, kita pacaran lagi...”
“NO!” tegas Rama . “Apa sepuluh tahun kurang lama?” Rama menatap frustasi. “Aku nggak mau status pacaran, aku mau nikah. Kalau ternyata kamu masih belum pingin nikah.....”
“Apa?”
“Aku bakal nikah sama orang lain.” Rama berlagak yakin saat mengatakannya meski ia tahu itu omong kosong. Sebenarnya, ia juga tidak yakin apa bisa senekat itu.
“Nikah? Sama siapa?” Kirana mengerutkan dahi.
“Siapa aja yang mau jadi istriku....”
“Rama .. aku tahu gimana kamu. Kamu orangnya sulit jatuh cinta. Sangat.... sangat pemilih. Emang, kamu mau nikah sama sembarang perempuan yang nggak kamu suka?”
“Aku bisa nikah sama siapa aja.” Rama berlagak yakin saat mengatakannya. “Kalau kamu nggak mau nikah sama aku, ya udah. Aku nikah sama cewek lain.”