BAB 9_MISS HARRAM
"Sudah berapa menit dia mulai bersuara?" tanya dokter Adipura mengecek denyut nadi Luna. Gavin mundur dan fokus melihat gerak gerik dokter senior itu.
Matanya terpana ketika dokter Adi membuka kelopak mata Luna. Pupil Mata bulat dengan warna biru keabuan yang indah.
"Pasien masih belum sadar namun ini pertanda baik. Dia sudah bermimpi dan bisa mengigau. Jika terus disuport, saya yakin, pasien akan segera sadar sepenuhnya," kata dokter Adipura.
"Baik dok," jawab Gavin mantap.
Setelah perban Luna diganti, laki-laki tinggi kekar itu kembali menunggu wanita itu. Kali ini ia memberanikan diri mengelus rambut Luna yang masih tersisa setelah dipotong. Meski tampak kusut namun Gavin begitu kagum melihat kilauan makhkota wanita itu.
"You are so beautiful," gumamnya semakin dekat dengan wajah Luna.
"Gavin! What the fuck!" teriak Ayu Ruminang mendekati laki-laki itu dan menamparnya.
"Dia wanita muslim dan bercadar! Kau tak boleh menyentuhnya sesuka hatimu. Kau sudah lancang!" cecar Ayu Ruminang bersiap meninju wajah kekasihnya itu.
Gavin segera memasang kuda-kuda sembari mencoba mencari alasan yang logis. Ia sadar, tak seharusnya melakukan hal yang aneh tadi.
"Calm honey! Aku bisa bisa jelaskan. Wanita itu tadi say something! Dia mengatakan sesuatu. Jadi aku hanya ingin mendengarnya lebih jelas. Believe me!" kilah Gavin bersiap menahan serangan Ruminang.
Mendengar ucapan Gavin, wanita yang menggunakan blezer merah itu terperangah. Matanya langsung menoleh ke arah Luna.
"Believe me honey. Dia mengucapkan satu kata."
"Apa?"
"Mas."
Ayu Ruminang menegakkan badannya mendekati Luna. Kedua netranya berkaca-kaca.
"Dia tidak menyebut nama?"
Gavin menggeleng.
"Dia pasti sedang mengingat suaminya. Sayudha Wistara."
Gavin cukup terkejut.
'Ternyata Kamu istri orang' bisik hatinya.
Ayu melepas blezernya dan duduk termenung melihat Luna yang masih terbaring kaku.
"Dokter tadi juga sudah memeriksanya. Katanya, besar kemungkinan dia sedang mengigau dan itu pertanda bagus. Jika terus berkembang dengan baik, dia bisa segera sadar," ujar Gavin merangkul Ayu Ruminang.
"Berjuanglah Angel. Kau harus segera sadar dan membalas perlakuan mereka," desis wanita itu.
Masih jelas diingatannya ketika ia dan Gavin sedang camping di atas bukit. Ia melihat Gavin serius memandang ke bawah.
______________________________________
"Kau sedang melihat apa?" tanya Ayu sembari menyantap ikan bakar.
"Tontonan drama creepy. Seperti akan terjadi pembunuhan," ujar Gavin.
"Ciih ... palingan cecurut bandar judi yang tak menerima kekalahan," timpal Ayu tak peduli.
"Hmmm ... aku baru tahu kalau wanita bercadar main judi," celetuk Gavin menyibak rumput gajah yang cukup tinggi.
"Bercadar?"
Ayu Ruminang berlari mendekat. Terlihat wanita bercadar yang sudah pingsan dimasuk ke dalam mobil yang sudah disiram bensin. Lalu mobil itu dinyalakan. Dengan mata kepalanya sendiri, Ayu Ruminang menyaksikan laki-laki berjanggut tipis memercikkan api pada mobil itu.
Mobil yang terbakar itu benar-benar jatuh menggelinding ke dalam jurang. Membeliak kedua bola mata Ayu Ruminang melihat di antara beberapa laki-laki kekar itu ada dua orang yang ia kenali sedang tertawa senang. Rekan masa lalunya, Ratih Darmi dan Nindi Mahiswara.
Ayu Ruminang menutup mulutnya yang mengangga lebar. Ia menyadari sesuatu.
"No! Gavin! Help her! Cepat! Kita tak punya waktu!"
Gavin yang terlihat santai menyaksikan adegan itu gelagapan karena terkejut dengan respon wanita yang ia cintai itu. Tanpa pikir panjang, ia mengejar Ayu Ruminang yang melesat menjauh. Dengan kecepatan tinggi, Ayu Ruminang menuruni bukit itu lalu menyebrang dan mencari lokasi jatuhnya mobil itu.
Tak sulit untuknya menemukannya sebab ia sudah terbiasa berburu dan mengasah keterampilan bela dirinya di bukit dan jurang curam itu. Wanita itu juga sering menyendiri mencari ketenangan dengan camping bahkan membuat rumah pohon. Mencari jawaban atas pertanyaan, kenapa ia harus dilahirkan dari rahim seorang pekerja malam? Hingga dia pun tak tahu, siapa ayahnya.
"Gavin! Cepat!" teriaknya mencoba membuka pintu mobil yang sedang terbakar itu.
Laki-laki yang masih terengah-engah itu segera menarik paksa pintu mobil itu namun tak berhasil.
Hiyaaaa!!!
Ayu Ruminang menendang pintu mobil itu lalu dengan sigap, Gavin menariknya. Sekali hentakan, pintu mobil itu lepas. Pecahan kaca di mana-mana membuat Ayu Ruminang berhati-hati mengeluarkan Luna yang sudah terbakar.
"Tuhan ... tolong dia," lirihnya
Dengan cepat, Ayu Ruminang membuka jaket kulitnya hingga tersisa tank topnya saja. Dipukul-pukulnya tubuh Luna yang masih membawa percikan api.
"Lepas bajumu Gavin!" teriak Ayu Ruminang pada Gavin.
Gavin segera melempar kaosnya dan membelakangi kedua wanita itu.
"Maafkan aku," bisik Ayu membuka seluruh pakaian Luna.
Kreeeek ....
Kaos baju Gavin dirobeknya untuk membungkus tubuh Luna yang tanpa helaian kain itu. Sedangkan jaketnya menutupi paha dan kakinya.
"Cepat. Kau kita harus mencari rumah sakit terdekat dari sini. Bantu aku untuk naik dari sini!" seru Ayu Ruminang menatap cekungan batu menuju atas.
Keringat membasahi wajah wanita sensual itu. Dengan kekuatan kakinya, ia menaiki bebatuan itu dengan memapah tubuh Luna. Sesekali ia hampir terjerembab.
"Biarkan aku membawanya!" seru Gavin yang siaga menjaganya di belakang.
"Dia wanita muslimah!" Ayu Ruminang terengah-engah menapaki setiap kerikil jurang itu.
'Sedikit lagi' lirihnya dalam hati melihat aspal jalan terlihat lebih dekat.
"God. Help us!" teriak Gavin yang ikut tegang melihat Ayu Ruminang jatuh dan kembali bangkit memapah tubuh Luna yang lemas.
'Tuhan, jangan lihat aku yang penuh dosa ini. Tapi selamatkan wanita ini. Selamatkan dia yang sudah menjadi hambaMU yang taat' rintih hatinya.
Tak terasa bulir bening menetes dari ujung matanya. Rasa kasihan pada istri mantannya itu begitu dalam. Bagaimana keluarga suaminya begitu kejam padanya sedangkan dia adalah pemilik harta keluarga itu. Itu di luar logikanya.
"Mereka sudah menunggu kita di atas. Cepat honey!" seru Gavin yang telah menelpon kawannya.
"Manusia tamak! Kalian akan mati di tangan wanita yang kalian coba bunuh dengan cara yang sangat kejam!" geram Ayu Ruminang mempercepat langkahnya.
______________________________________________
"Honey ...," tegur Gavin menyadarkan Ayu Ruminang pada ingatannya.
"Kau sudah makan?" tanya Gavin.
"Aku tidak lapar. Kalau kau lapar, pergilah," ucap Ayu datar. Gavin memainkan bibirnya lalu mengerlingkan matanya. Ia lega, wanita yang ia selalu kejar itu sudah mereda amarahnya.
"Hmmm ... oke," jawabnya tersenyum.
Ayu Ruminang memeriksa ponselnya. Ia tersenyum. Tranferan 200 juta sudah masuk ke rekeningnya.
"Cepat sadarlah putri tidur, kau akan membuatku harus bekerja bagai kuda jika kau nyaman begini terus" lirihnya perlahan menatap Luna lalu tersenyum.
Ayu merebahkan tubuhnya di sofa tunggu ruang perawatan itu. Tak ia sadari, matanya terpejam lalu terlelap.
"Arrggghh ... hemmmm ...."
Ayu Ruminang terbangun mendengar suara racauan.
"Angel!"
Wanita seksi itu menghempaskan selimut di tubuhnya. Perban di dahi Luna terlihat basah. Ayu Ruminang mendekat, ingin menyentuhnya.
Tiba-tiba kedua bola mata Luna terbuka. Cukup lama, ia mencoba mengerdip-ngerdipkan matanya. Ayu Ruminang sumringah.
"Aaaarrrhh ... arrrrgh ...."
Kedua bola mata Luna membeliak setelah dengan jelas ia melihat sosok di depannya sedang tersenyum. Mulutnya tercekat. Sorot mata ketakutan jelas menyelimuti mata indah itu. Ia sangat mengenal wanita cantik di depannya.
Miss Harram!