Bab 2
Bab 2
Tepat pada hari kelahirannya, Zi Wei berhasil melarikan diri dari Istana Negara Wei Utara. Zi Wei lebih memilih kabur dari Istana daripada harus merelakan dirinya menjadi seorang istri pangeran Shen, putra pertama dari Penguasa Negara Selatan.
Zi Wei berhasil kabur melalui pintu Istana tanpa ada seorang prajurit pun yang mencurigainya. Karena, Zi Wei menyusup ke dalam kereta yang mengangkut bahan makanan ke Istana sebelum fajar. Dengan ide gila itulah, Zi Wei berhasil lolos dengan sempurna. Bahkan para pengawal Istana tidak memeriksa ke dalam peti-peti yang ditarik oleh kereta kuda. Putri Zi Wei bersyukur bisa dengan mudah keluar dari Istana dan tak perlu lagi harus melakukan prosesi lamaran dengan pangeran pertama negara Selatan.
Selain ingin mengejar mimpi-mimpinya, Zi Wei juga enggan harus masuk ke lingkungan Istana Selatan. Zi Wei juga ragu dengan perlakuan negara itu. Karena yang ia tahu selama ini, negara Selatan sering mengkonfrontir ayahnya.
Kereta pengangkut bahan makanan itu membawa Zi Wei ke tempat yang tak diketahui oleh Putri Zi Wei. Kereta itu tiba di sebuah kota yang bernama Daliang. Zi Wei melompat keluar dari kendaraan yang membawanya.
Putri Raja yang baru saja keluar ke dunia luar itu cukup kagum dengan kota yang baru saja didatangi olehnya. Meski tak sebesar kota Anyi yang menjadi pusat negara Wei, kota Daliang cukup banyak pedagang yang menjajakan barang jualannya.
Dinasti Wei mampu meningkatkan dan menstabilkan perekonomian kerajaan mereka. Dengan penyatuan utara, Wei menguasai oasis dan pusat perdagangan terkemuka yang melayani rute perdagangan ke Asia Tengah . Ada banyak perdagangan antara Cina selatan dan utara juga. Tetapi perubahan paling penting yang dilakukan oleh dinasti Wei adalah di bidang reformasi tanah.
Setelah perang penaklukan, sebagian besar penduduk asli melarikan diri ke selatan, meninggalkan sebagian besar lahan subur yang tidak digunakan. Wei menanggapinya dengan memaksa deportasi petani dalam skala besar. Relokasi besar-besaran ini memiliki beberapa tujuan—para petani dapat memperoleh kembali tanah yang tidak digunakan, sehingga meningkatkan hasil pertanian; dinasti mampu mendiami daerah-daerah sepi di sekitar Pingcheng dan Shanxi, para petani dapat memiliki sebidang tanah mereka sendiri; deportasi membantu penyebaran budaya Cina ke seluruh kekaisaran; dan akhirnya, dengan mengangkut para petani dan budak, dinasti Wei dapat mematahkan kekuatan perkebunan besar yang begitu bergantung pada populasi budak mereka. Dampak perpindahan penduduk ini sangat besar.
**
Kabar kepergian Zi Wei, dengan cepat merebak ke seluruh penjuru Istana Utara. Bahkan Kaisar Wei menugaskan anak buah terbaiknya untuk segera membawa pulang putri sebelum utusan Selatan tiba di Istana Wei ini.
"Lakukan apapun agar Zi Wei kembali ke sini! dan jangan sampai pihak Selatan tahu berita ini. Jika tidak, mereka bisa kembali menyerang karena merasa telah kita bodohi." Ayah Zi Wei murka karena anak perempuannya lebih memilih keluar Istana seperti yang Wei inginkan.
Jika di Istana sedang berada pada fase kritis. Maka tidak dengan Zi Wei. Gadis itu sungguh girang karena berhasil menghirup udara bebas layaknya burung nuri yang terbang bebas di dunia luar.
Bukan tanpa membawa perbekalan sama sekali, Zi Wei telah membawa berbagai aksesoris yang akan ia gadaikan untuk biaya hidup. Cara ini cukup instan jika memerlukan uang tael tanpa harus bekerja.
Seusai menghadai salah satu koleksi gelang giok miliknya, Zi Wei berjalan menyusuri pusat kota Daliang untuk menyantap sesuatu sebagai pengganti energinya yang telah terkuras tadi.
Oleh karena itu, Zi Wei mendatangi kedai penjual bakmi di pusat kota. "Ini adalah hari ulang tahunku, meski tidak ada yang memasakkan mie panjang umur, setidaknya aku bisa makan mie."
Kedai yang menjual mie tersebut tampak sepi. Mungkin karena masih pagi atau memang tidak laku, Zi Wei tidak peduli. Ia hanya ingin makan saja tanpa harus mengkomentari bisnis seseorang.
"Nona, kau mau pesan apa?"
"Apa yang paling laris di sini?" Zi Wei berbalik bertanya kepada si pemilik kedai.
"Mie bekicot, apa kau mau?"
"Boleh saja,"
Pemilik kedai itu lalu beranjak meninggalkan Zi Wei untuk menyajikan pesanan Zi Wei.
Belum juga Zi Wei menyantap makanannya, di luar kedai mie terdengar suara ribut. Hingga membuat Zi Wei keluar untuk memeriksa.
Zi Wei mengecek ke arah depan, rupanya di depan kedai sudah banyak orang yang berkumpul. Mereka mengelilingi seorang pria yang tengah dirundung oleh pria berbadan kekar.
Putri negara Wei itu mendengar dari salah satu orang di dekatnya yang bergosip jika pria itu tertangkap basah telah mencuri di tempat minum arak yang berada di depan kedai mie.
"Apa semua pencuri dihukum seperti ini?" tanya Zi Wei pelan pada salah satu orang yang berkumpul.
"Ini masih untung, yang lebih parah ada hingga dipotong jari tangannya." jelas orang yang ditanyai oleh Zi Wei tadi.
"Tunggu!" larang Zi Wei.
Gadis itu ingin menginterogasi si pencuri. Bisa jadi dia hanya korban salah tangkap saja.
"Apa yang kau lakukan, Nona? Kau ini menganggu saja!" sergah pemilik kedai karena Zi Wei menghalangi tubuh pria yang diduga pencuri itu agar tidak dipukul lagi.
"Kita bisa bicara baik-baik? Barang apa yang dia curi?"
Si pemilik kedai mengklaim jika salah satu pelanggannya mengeluh kehilangan sekantong uang. Dan menemukannya di balik baju pria menyedihkan itu.
Zi Wei tak tega melihat pria yang babak belur dihakimi oleh orang-orang. Dan mengatakan jika sudah dikembalikan uangnya, ia bisa memaafkan.
Namun, bukan rasa terimakasih yang Zi Wei dapatkan, melainkan cemoohan karena ia telah ikut campur dan menyuruh Zi Wei untuk pulang saja. "Gadis kecil, pulanglah! kembalilah ke rumahmu."
Salah satu Preman yang sempat memukul tadi, bahkan tak segan mengancam Zi Wei dengan sebilah pisau. Zi Wei bergidik ngeri.
"Pergi jika kau masih menyayangi nyawamu!"
Zi Wei menelan ludahnya karena ketakutan, pria itu semakin berani mengancamnya. Hingga sebuah batu melayang dan mengenai kepala preman itu.
"Siapa yang berani melemparkan batu ke arahku?" Gerombolan orang tidak satupun ada yang mengaku.
Hingga datanglah, seorang pria tinggi dengan topi yang hampir menutupi wajahnya melambaikan tangannya ke udara. "Aku ... lalu apa yang akan kau lakukan?"
Preman itu murka dan bersiap menyerang si pelempar batu. Perkelahian pun tak dapat terhindari. Selain preman tadi, pemilik kedai juga tampak membantu untuk menyerang pria asing itu.
Zi Wei hanya melihatnya dari tempatnya berdiri. "Siapa dia? Apa dia pahlawan?"
Tanpa senjata apapun, pria asing itu mampu mengalahkan orang jahat yang telah mengancam Zi Wei. Dan Zi Wei mendatangi pria itu sambil mengucapkan terimakasih. "Terimakasih, Tuan!"
"Kau bukan orang kota ini? Sebaiknya tinggalkan kota ini!"
"Tapi, Tuan? Aku harus ke mana?"