Mimpi Itu Lagi
Wanita itu sontak menatap ke depan dan tidak mendapati atasannya bersama sosok asing yang menghalangi mobil mereka tadi. Kemana mereka? Bukannya tadi Rey baru saja berada di sana?
"Lalu apa yang kamu katakan tadi … kamu bilang kamu tidak mengenaliku?" sambung Fourd lagi. "Apa perlu aku mengingatkan kamu bagaimana pertemuan kita sebelumnya?"
Suci beralih menatap Fourd, bingung dengan maksud ucapan pria itu padanya.
"Turunlah, biar aku menunjukkannya padamu…," bujuk Fourd.
"Terima kasih Tuan, tapi aku akan tetap menunggu Pak Rey disini!" sahut Suci bersikukuh.
"Rey mungkin akan lama. Kamu bisa pulang semakin larut karenanya. Lagipula aku ini kakak atasanmu, dia pasti akan merasa lebih aman kalau kamu pulang bersamaku."
"Tapi aku—"
"Kamu bicara dengan siapa Suci?" sela Rey baru masuk ke dalam mobilnya.
Suci seketika berbalik menatap pria yang tampak masih sangat rapi dengan pakaian kantornya.
"Pak Rey?" kaget Suci. "Bapak tadi pergi kemana? Tadi aku bicara dengan…." Suci menggantung ucapannya tidak mendapati Fourd di samping kaca mobil.
"Siapa?" tanya Rey penasaran. "Kenapa pintu kacamu terbuka?"
"Tadi aku bicara dengan Fourd, kakak Bapak." sahut Suci menatap ke sekeliling mobil.
"Kakakku?"
"Iya, Pak. Sebelum Bapak datang dia ada disini. Berdiri di samping pintu mobil."
Rey diam dan ikut menatap ke sekeliling mereka, manik mata biru itu terlihat tajam menembus kegelapan malam. Mungkin ada sesuatu yang sudah dia lewatkan, pikirnya.
Rey memilih melajukan mobil kembali dari pada bertanya lebih lanjut pada Suci.
"Apa Fourd itu kakak anda, Pak?" tanya Suci penasaran.
"Lain kali jangan pernah bicara dengan orang asing lagi!" sahut Rey tidak suka.
Suci mengernyit, menatap pria berkulit tubuh pucat di sampingnya. "Orang asing? Tapi tadi dia—"
"Dengarkan saja apa kataku!" potong Rey cepat.
Suci yang lagi-lagi dibentak oleh pria pemarah dan pemaksa itu kembali terdiam. Makin lama bosnya ini makin bertingkah aneh, gumamnya.
Tiba di depan rumahnya, Suci turun setelah mengucapkan terima kasih dan selamat malam pada atasannya.
Rey masih menunggu sampai Suci masuk kedalam rumah, memastikan keselamatan wanita itu.
"Kirim orang untuk berjaga di sekitar rumah Suci, Michael!" titah Rey melalui panggilan telepon.
"Aku ingin orang terbaik kita juga mengikutinya jika aku tidak sedang bersama Suci," perintahnya lagi sembari memperhatikan rumah minimalis bercat abu-abu di depannya.
Rey memilih berdiam di sana hampir sepuluh menit, untuk memastikan kecurigaan dia benar atau tidak.
"Kamu diantar siapa Suci?" tanya Susi melihat sebuah mobil di depan rumah mereka tadi.
"Atasan aku, Mom."
"Atasan kamu?" Suci mengangguk. "Mobilnya baru saja pergi tadi mommy lihat. Mommy pikir kamu sudah punya pacar sekarang," goda wanita paruh baya itu.
"Tidak ada pacar, Mom. Atasanku hanya mengantarkan aku pulang karena kami kebetulan sama-sama selesai lembur. Aku dipindahkan pemimpin divisi ke lantai atas ruangan presdir tadi pagi."
"Apa? Kamu pindah keruangan pemimpin perusahaan Suci?" kaget Susi.
"Iya, Mom."
"Astaga, Suci anak mommy … kamu naik jabatan sekarang?" tanya Susi bangga dengan anak perempuannya.
"Bukan naik jabatan, Mom. Tapi naik lantai perusahaan. Gaji aku masih sama seperti dulu," keluh Suci mengeringkan rambutnya yang baru dicuci.
"Tapi nanti kamu pasti dapat bonus dari atasan kamu Suci. Apalagi kalau dia lihat kamu bekerja dengan rajin di sana. Dia pasti akan langsung menaikkan gaji kamu Sayang…."
Suci hanya bisa menghembuskan nafas panjang, atasannya yang sering berubah-ubah itu mana mungkin akan memikirkan gajinya.
Apalagi besok dia malah di perintahkan datang ke apartemennya pagi-pagi sekali, yang ada pekerjaannya pasti akan bertambah banyak mulai sekarang, keluh Suci dalam hati.
Michael baru saja mengirimkan alamat Rey di ponselnya. Di sana bahkan tertera Suci tidak boleh terlambat dan tidak boleh berbuat onar lagi seperti tadi pagi.
Ingin rasanya Suci mengundurkan diri saja dari perusahaan itu, jika tidak mengingat gaji di sana yang cukup tinggi.
"Sudahlah, Mom. Aku mau tidur. Besok aku harus bangun pagi."
"Ok, ok … Mommy tidak akan mengganggumu lagi. Tidur yang nyenyak sayang…." Susi mencium dahi Suci penuh cinta sambil berharap anaknya bisa bekerja dengan baik di dekat pemimpin tertinggi perusahaan tempatnya bekerja.
Suci merebahkan tubuhnya ke atas ranjang bergambar bunga mawar setelah ibunya keluar. Mengingat kejadian melelahkan hari ini, Suci berdoa semoga saja besok dia mampu menghadapi pria pemarah seperti Rey.
Hanya dalam beberapa menit saja, Suci jatuh tertidur masuk dalam dunia mimpinya lagi.
Seorang pria dengan tubuh bagian atasnya yang polos mengikuti Suci naik ke atas ranjang.
Pria itu memeluk tubuh wanginya dan mencium ceruk leher Suci dengan lembut, sembari memberikan tanda-tanda kemerahan di sana beberapa kali.
Suci menikmati itu, bibir basah pria itu terus menyentuh leher dan belakang telinganya dengan sensual.
Bibir basahnya kini turun semakin ke bawah, menyapukan lidahnya di ujung bukit merah muda Suci. Wanita itu mendesah merasakan sesapan dan permainan lembut bibir dan lidah yang saling bergantian.
Ini sangat aneh, mimpinya selalu terasa nyata untuk Suci. Dia jelas-jelas bisa merasakan sapuan lembut bibir dan tangan pria itu lagi, yang kini tengah asik meremas bokong berisinya.
Tangan kekar yang dingin itu telah menyentuh hampir setiap jengkal tubuh Suci, memberikan sensasi seperti tersengat listrik. Terasa sangat nyata sampai Suci mengerang dan menarik rambut pria berambut putih itu.
"Pa-pak Rey…," ujarnya setengah mendesah.
Kenapa dia bermimpi pria ini lagi? Apa pikirannya sangat kotor hingga mereka kembali bercinta dalam mimpinya?
Rey sudah berada di atas tubuhnya saat ini. Pria dengan perut kotaknya itu sedang bersiap, memasuki milik Suci yang telah basah.
Ah, Suci tidak bisa menahan diri saat Rey menggesekkan miliknya, dan menerobos masuk menyentuh kelembutannya. Pria itu mulai memaju mundurkan tubuhnya dengan tempo yang pelan namun intens. Sepertinya Rey sengaja membuat Suci perlahan naik ke tingkat tertingginya.
Dia tidak membiarkan dua buah benda kenyal di depannya terbebas begitu saja, Rey menangkup itu dengan bibir dan tangannya tanpa berhenti memainkan tubuh inti mereka yang saling terpaut di bawah sana.
"Ini sangat enak My Lady…." Rey mendesah menyebutkan nama Suci berulang kali menikmati permainan memabukkan ini.
Hentakannya kini sudah semakin kuat, otot tubuh Rey bahkan begitu jelas terpampang di depan Suci, menambah keindahan pria yang seharian ini terus membentaknya.
"Pa-pak," desah Suci melingkarkan tangannya di leher Rey.
"I love you My Lady…." ujarnya membenamkan diri semakin dalam.
