Hari Kedua
Hari ini adalah hari kedua dimana Arlena berada di rumah Damian dan kondisinya sudah lebih baik meski gejolak dalam hatinya masih membara oleh luka. Arlena sedang duduk di balkon, tepatnya di kamar Damian. Arlena sedang melamun dan tatapannya kosong akan tetapi dia dikejutkan dengan kehadiran Damian yang membawa kepelukannya.
“Kenapa di sini? Apa audah baikan?” tanya Damian.
Arlena tidak menjawab dia hanya diam menikmati pelukan yang diberikan oleh Damian, rasa hangat dan nyaman itulah yang dirasakan oleh Arlena.
“Cepat sembuh Lena agar kita kembali sekolah bersama. Jangan seperti ini Lena karena perjalanan kita masih panjang,” ucap Damian.
Arlena semakin mengeratkan pelukannya, dia begitu merasa nyaman di pelukan Damian meski dia tahu ini adalah salah. Kini hidupnya benar-benar rapuh namun benar perkataan Damian jika dirinya tidak boleh seperti ini terus.
Saat ini Damian sedang berada di dapur mengambil air minum dan saat itu juga dia berpapasan dengan sang mama. “Damian, sedang apa kamu?”
“Aku mau ambil air minum, Ma,” ucap Damian.
“Tcih! Sampai kapan gadis itu akan tinggal di rumah kita Damian? Mama tidak ingin tetangga tahu dan menjadikan bahan gosip,” ucap sang mama ketus.
Damian menghela nafasnya panjang dan menatap ke arah sang mama. “Ma, beri waktu Arlena beberapa hari untuk tinggal di sini. Paling tidak sampai keadaannya membaik, Ma.”
“Tetap saja mama tidak ingin gadis itu tinggal di sini lebih lama, Damian!” teriaknya.
“Please, Ma. Untuk kali ini saja Damian mohon ke mama dan biarkan Damian yang mengatasinya,” ucap Damian tegas lalu setelahnya meninggalkan mamanya sendirian yang masih berdiri di tempatnya.
“Aku tidak akan membiarkannya, Damian. Gadis itu akan menjadi pembawa masalah dan mama akan segera mengusir dia secepatnya,” gumam mama Damian.
Di sisi lain Arlena masih berdiam diri di balkon menunggu Damian mengambilkannya minum. Rencananya Arlena juga akan berpamitan pada Damian untuk segera pergi dari rumahnya. Ya, Arlena akan mencari kost yang lebih murah dan dia juga akan mencari pekerjaan setelah dia pulang sekolah.
“Lena,” panggil Damian.
Arlena pun menoleh dan tersenyum tipis saat Damian kembali masuk dan memberikan dia air minum. “Terima kasih Damian.”
“Damian, hari ini aku akan pergi dari rumahmu. Aku berencana untuk mencari tempat tinggal yang murah, Damian, aku benar-benar mengucapkan terima kasih kepadamu,” ucap Arlena tulus.
“Lena, bukankah lebih baik kamu tinggal di sini lebih dulu,” ucap Damian.
Arlena menggelengkan kepalanya, “Tidak, Damian. Aku tidak enak dengan kedua orang tuamu, aku sudah sangat berterima kasih karena kamu sudah mau membantuku.”
“Aku sangat senang membantumu, Arlena,” ucapnya.
Hingga keduanya pun terdiam dan hanya ada keheningan yang menyelimuti keduanya. Arlena sangat tahu diri betul saat dirinya tinggal di rumah Damian, ditambah dengan mama Damian yang tidak menyukainya dan Arlena tahu itu. Karena pernah saat dirinya dan Damian mengerjakan tugas mama Damian selalu menunjukkan ketidaksukaannya terhadap diriku.
Waktu terus berjalan hingga tanpa sadar hari sudah mulai sore dan kini Arlena sudah berpamitan pada Damian dan kedua orang tuanya. Arlena melangkahkan kakinya meninggalkan rumah Damian dengan langkahnya kecilnya dia bertekad untuk bisa melalui semuanya.
“Arlena, kamu harus yakin bisa menghadapi semuanya,” gumamnya.
Langkah kecil Arlena membawanya kesebuah tempat kost yang kecil dan tentunya sedikit kumuh akan tetapi itu tidak membuatnya masalah karena di sinilah awal dirinya harus bangkit.
Arlena mulai membereskan barang-barangnya, lalu setelah itu dia segera membersihkan diri karen hari juga sudah mulai sore. Tidak membutuhkan waktu yang lama kini Arlena sudah berpakaian rapi dan dirinya akan keluar sekalian mencari makan dan lowongan pekerjaan di dwkat sini.
Di tempat yang berbeda mama dan saudara tiri, Arlena. Mereka sedang menikmati kemewahan yang seharusnya dimiliki Arlena. Namun sayangnya mereka telah mengusir Arlena setelah ayahnya meninggal. Keduanya begitu menikmati pesta yang mereka adakan dan dengan bangganya Selina mengatakan kepada semua sahabatnya jika semuanya adalah miliknya.
“Sel, aku tidak pernah menyangka jika kamu anak orang kaya,” ucap salah satu sahabatnya.
“Ck! Karena aku memang tidak ingin dikira sombong oleh kalian,” ucapnya dengan penuh senyum percaya dirinya.
“Tapi kapan-kapan bolehkan kita di traktir di restoran mewah,” ucap sahabatnya.
“Tentu saja kalian bisa pilih restoran yang mana saja,” ucap Selina lagi.
Tentu saja sahabatnya itu sangat senang dan bahkan mereka berpikir bagaimana memanfaatkan Selina agar memberikan apa saja yang mereka inginkan.
Di pesta malam ini yang diadakan oleh Selina dan mamanya terbilang begitu meriah dimana sang mama mengundang sahabat sosialitanya dan Selina juga mengundang sahabat yang dia kenal dan tentunya kekasihnya juga ada.
“Guys, aku mau samperin, Aldeic dulu,” ucap Selina.
Selina pun berjalan menghampiri sang kekasih yang duduk di sofa sedang menikmati minumannya. Aldric yang dikenal sebagai pria tampan dan terkenal playboy itu entah mengapa bisa jadian dengan Selina yang notabenya sangat biasa saja dan terlihat seperti wanita murahan di mata Aldric. Tentu saja Aldric terpaksa jadian dengan Selina karena dia kalah taruhan.
“Sayang!” teriak Selina senang.
Aldric hanya tersenyum tipis saat Selina duduk di sampingnya. “Kenapa adain pesta? Apa ada hal yang penting atau apa gitu?”
Selina tersenyum, “Tentu saja buat happy-happy saja, bagaimana apa kamu suka?”
“Sure, aku sangat menikmati pestanya. Lalu, bagaimana kalau kita berdua bersenang-senang juga,” bisik Aldric tepat di teliga Selina.
“M-maksud kamu apa?” tanya Selina yang kini menatap wajah tampan Aldric.
“Oh, ayolah masa kamu tidak tahu,” ucap Aldric dengan raut wajahnya kecewa yang dibuat-buat.
Tanpa menunggu waktu lama Aldric lalu berdiri dan menarik tangan Selina dan membawanya entah kemana hingga Aldric pun menanyakan kamar Selina dan tanpa ragu Selina memberi tahunya. Malam ini mungkin akan menjadi awal kesialan bagi Selina akan tetapi Selina tidak memikirkan sampai sejauh itu.
Berbeda dengan Arlena dimana dirinya setelah selesai makan malam di warung pinggir jalan. Arlena kini kembali melangkahkan kakinya untuk mencari lowongan karena hari juga belum larut malam.
“Tuhan, aku mohon kepadamu berikan Arlena kelancaran mencari pekerjaan karena Lena benar-benar sangat membutuhkan,” ucapnya.
Arlena memang saat ini tidak bisa mengandalkan siapa pun karena memang tidak memili saudara. Arlena terus berjalan hingga dia berhenti di sebuah cafe dimana disana terdapat tulisan ada pekerjaan sebagai pelayan. Tanpa menunggu lama lagi Arlena segera masuk ke dalam dan menanyakan kepada salah satu pegawai di cafe.
Akhirnya Arlena pun mendapatkan pekerjaan dimana dirinya bisa langsung untuk bekerja malam ini. Arlena sangat senang karena ini adalah awal perjalanannya dimana dirinya harus mandiri.