Bab 6: Mertua Manja
#Status_WA_Janda_Sebelah
Bab 6
Mertua Manja
Nggak bisa dibiarin kalau ini! Aku meradang seketika. Apa-apaan Suamiku mengantar Jendes ke Minimarket. Beli susu lagi! Emang bininya?!
"Kenapa Mami biarin Mas Nicky ngantar Janda itu?" Tanyaku kesal. Raut wajah Mami seketika berubah. Dia tahu aku marah.
"Cuma sebentar, kok, Von," jawab Mami tersenyum paksa. Huh aku nggak peduli! Jadi gini, kalau nggak ada aku. Janda itu main ke sini, ke rumahku. Gat*l sama Suamiku. Ck!
Suara mobil Mas Nicky terdengar memasuki garasi. Gegas aku berjalan ke depan. Akan kulabrak beneran Mbak Dahlia. Jangan dipikir, aku diam, aku nggak berani ya!
Mami mengikutiku dengan masih menggendong Naura. Aku dan Mas Nicky berpapasan di depan pintu. Kepalaku melongok ke belakang punggung Mas Nicky. Kok nggak ada siapa-siapa.
"Cari siapa, yank?" Mas Nicky tampak bingung. Aku menatapnya tajam.
"Mana Mbak Dahlia?" Tanyaku marah. Mas Nicky tampak melempar pandangan ke Maminya.
"Udah pulang, dia tadi turun sana," tangan Suamiku menunjuk depan rumah sebelah. "Dia bawa belanjaan, jadi langsung pulang." Jelas Suamiku panjang lebar.
Tanpa banyak cingcong, aku berjalan cepat keluar halaman. Akan kulabrak Janda gat*l tak tahu diri itu! Belum pernah ngerasain cakaran maut kuku French manicure ya!
"Nicky, tahan itu Istrimu. Dia mau ngelabrak Dahlia!" Suara Mami berteriak. Aku nggak peduli lagi. Darahku sudah mendidih. Enak saja minjem Suamiku. Dipikir sendal apa, bisa dipinjam?
"Ivonne!"
Mas Nicky berlari mengejarku dengan cepat. Nggak pakai lama, dia sudah berdiri di depanku.
"Mau apa?!" Tanyaku garang.
"Jangan ke sana, ngapain?"
"Ngapain hah?! Dia godain kamu terus, aku suruh diam saja?!" Dadaku sesak hampir meledak rasanya. Mas Nicky menatapku, kemudian tangannya mengulur, hendak merangkulku.
"Ah, ntar! Aku mau bicara dulu sama Mbak Dahlia!" Kudorong tubuh Mas Nicky. Kembali aku berjalan menuju rumah sebelah.
"Ivonne!"
Kali ini, suara Mami yang memanggilku. Aku berhenti dan menoleh. Mami berjalan ke arahku. Diberikannya Naura kepada Mas Nicky.
"Apa, Mam?" Tanyaku setelah dekat.
"Kamu itu jangan malu-maluin dirimu sendiri!" Mami Utari mendesis padaku. Aku bergeming. Dadaku penuh emosi.
"Kenapa, Mam? Jelas-jelas dia menggoda Suamiku?!" Kutunjuk Mas Nicky yang berdiri tak jauh dariku.
"Dahlia itu, minta tolong. Dia tadi bicara sama Mami, dan Mami yang menyuruh Nicky mengantar!" Suara Mami meninggi. Aku terdiam, meski masih dengan nafas yang memburu.
"Kamu itu jangan asal melabrak orang. Dengerin dulu masalahnya. Mami minta maaf, kalau kamu marah hanya gara-gara Nicky, Mami suruh mengantar Dahlia ke Minimarket sebentar."
Setelah berkata begitu, Mami kembali mengambil Naura dari gendongan Mas Nicky. Dengan wajah masam, Mami berjalan melewatiku, menuju rumah Janda gat*l itu.
Mengambil nafas panjang dan kuhembuskan pelan. Berusaha mengurangi sesak di dadaku. Jadi, Mami yang nyuruh Mas Nicky, mengantar Mbak Dahlia beli susu?
"Ayo masuk," Mas Nicky merangkulku dan mengajakku memasuki rumah. Aku menurut.
"Kenapa kamu mau disuruh mengantar Mbak Dahlia, Mas?" Tanyaku setelah mereda kemarahanku. Mas Nicky mengambilkan segelas air putih untukku.
"Dia minta tolong. Tadinya aku menolak, tapi, Mami bilang antar saja, kasihan. Makanya, Naura nggak diajak, biat cepet." Suamiku duduk di sebelahku.
"Aku tahu, pasti kamu nggak suka, kalau aku mengantar Mbak Dahlia." Tangan Mas Nicky mengelus rambutku.
Rasanya, hatiku sedikit tenang mendengar penjelasan Mas Nicky. Aku menoleh Suamiku. Kutatap wajahnya lama. Sorot mata itu, kelembutan itu, masih sama seperti dulu. Ah! Kenapa aku meragukannya?
Sampai jam delapan malam, Mertuaku tidak kembali. Dia masih berada di rumah Mbak Dahlia. Entah lah, mungkin dia marah padaku.
Berdua duduk di ruang tengah sambil menonton televisi yang entah acaranya apa. Aku menatap kosong layar televisi itu. Mas Nicky, tampak tak tenang, duduknya gelisah. Mungkin, dia memikirkan Maminya yang belum pulang juga.
"Kenapa nggak kamu telepon saja Mami. Suruh pulang." Kataku akhirnya.
"Mami nggak bawa HP," jawab Suamiku. "HP-nya di kamar."
Aku diam saja. Mas Nicky mengeluarkan ponselnya, kemudian tampak mengusap layar. Dia sedang melakukan panggilan rupanya.
"Hallo, Dahlia."
Refleks aku menoleh, mataku menyipit, Mas Nicky menelepon Dahlia? Mas Nicky menoleh padaku, kedua alisnya dinaikkan.
"Aku mau bicara sama Mami dong," kata Mas Nicky kemudian. Kembali aku menatap layar televisi.
"Mam, kok nggak pulang kenapa, udah malam, lho," kudengar Mas Nicky bicara dengan Maminya. Suara Mami dari dalam ponsel Mas Nicky, terdengar di telingaku.
"Mami mau pulang takut. Dahlia mau ngantar, tapi nanti pasti Ivonne marah. Kamu aja jemput Mami ke sini, ya?"
What? Lebay banget Mertuaku. Cuma lima langkah aja takut? Bibirku mencebik. Manja banget Mami.
"Yank, Mami minta dijemput, boleh nggak aku ke sana?" Mas Nicky menyandarkan kepalanya di ceruk leherku. Kebiasaan dia nih, kalau ada maunya, pasti merayu.
Tanganku menyingkirkan kepala Mas Nicky dari leherku. Kemudian aku mengangguk.
"Jangan lama-lama!" Sungutku.
"Iya, Sayang ..." Cup! Mas Nicky sudah mengecup pipiku. Lelakiku itu berdiri dan berjalan ke pintu.
"Mas!" Panggilku. Suamiku menoleh.
"Kok kamu punya nomornya Mbak Dahlia?"
Bersambung