Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Membalas

Bab 8 Membalas

Aruna memang wanita licik, beruntung Nara tidak dikeluarkan dari kerjaan tetapi batinnya tertekan. Teman-teman sekantornya berhasil membuat Nara hampir patah semangat untuk datang ke kantor. Rasanya dia tidak diterima di dunia ini.

Nara sangat benci dengan Aruna. Ia ingin membalas dendam pada wanita itu, tapi Nara belum punya cara yang tepat untuk itu. Salah-salah malah dirinya yang kena batu seperti waktu ini. Nara tidak tahu harus berbuat apa, bahkan pekerjaannya pun masih dibilang baru. Karena itulah ia takut untuk main-main. Tapi semua ini berawal karena Aruna.

‘Sepertinya aku harus menjadi wanita yang lebih berani agar dia tidak semena-mena’ tekad Nara dalam hati penuh keyakinan. Tapi dia masih belum tahu bagaimana cara yang tepat dan aman agar dapat membuat Aruna jera dan tidak berani lagi mempermainkan dirinya seperti ini.

Wanita itu sudah berhasil membuat keluarganya hancur, sedikit tidaknya Nara harus berjuang agar wanita itu jera dan jangan sampai berhasil lagi membuat karirnya hancur.

***

Yang membuat Nara heran, akhir-akhir ini Aruna selalu datang ke kantor suaminya. Ia jadi penasaran apakah mantan suaminya yang bodoh itu tahu kalau Aruna sudah punya suami apa belum? Karena Nara sendiri baru tahu sejak dia bekerja di sini. Awalnya pun dia menyangka kalau Aruna adalah gadis, tapi sayangnya dia adalah seorang istri durhaka. Padahal rasanya tidak ada yang tidak dimiliki oleh seorang Satria baik itu kekayaan ataupun ketampanan.

Tepat sekali saat Nara akan pergi makan siang, Aruna lewat dengan elegannya.

‘Ini adalah kesempatan untukku,’ gumamnya dalam hati. Karena teman-temannya pun sudah meninggalkan dirinya makan siang di luar sehingga kantor jadi sepi maka Nara punya kesempatan untuk membalas apa yang sudah dilakukan Aruna waktu itu.

Sebelumnya Nara melihat-lihat untuk memastikan bahwa tidak ada CCTV di daerah sini. Begitu Aruna lewat, Nara langsung menyeret tangan Aruna ke gudang. Kesempatan emas Aruna sedang tidak fokus, jadi dengan mudah ia bisa membawa wanita picik ini.

“Hei! Berani sekali kau!” bentaknya saat tahu Nara tiba-tiba menyeretnya. Nara diam dengan tatapan yang tak kalah picik, terlihat air muka Aruna berubah saat melihat Nara yang penuh keberanian.

Dengan ketakutan yang mulai menjelma perlahan, Aruna mencoba untuk menggertak. “Cepat buka pintunya atau aku akan berteriak dan kau akan dipecat dari sini, Nara!!!”

Nara tetap memasang wajah piciknya, dia diam melihat Aruna mengoceh. Seakan dia akan siap menerkam saat Aruna selesai bicara.

Merasa dihiraukan Aruna mencoba dengan gertakan yang lebih menakutkan.

“Ingat Nara saya ini Bos di sini, kamu jangan main-main! Saya bisa tuntut kamu atas hal ini,” ujar Aruna dengan level takut yang mulai naik. Dipikirannya Nara pasti akan menghabisinya karena auranya seperti begitu dendam.

Sesaat Nara tiba-tiba tertawa bak orang kerasukan.

“HAHAHA! Kau tidak usah khawatir, aku tidak akan membunuhmu. Cukup kau dengarkan aku wahai wanita ular!”

Nara makin mendekat ke arah Aruna.

“Aku tidak akan membunuhmu, cukup dengarkan aku!” bentaknya hingga Aruna tersentak.

“Jika kau berani macam-macam lagi denganku, maka aku akan membuatmu hancur. Aku tau Damian tidak tahu kalau kau sudah punya suami. Jadi, jangan main-main denganku,” ujar Nara mengecam dan langsung berbalik kemudian mengunci pintu gudang itu. Membiarkan Aruna ada di dalam sana. Aruna kalah cepat dengan Nara, pergerakan Nara terlalu licin sampai membuat Aruna tertinggal

“Nara! Jangan kunci saya di sini!” teriak Aruna dari dalam sana, tapi Nara tidak peduli. Ia langsung makan siang.

Aruna berteriak sekaligus menggedor pintunya dengan kencang, lama-lama dia merasa ketakutan.

“Nara!!! Keluarkan saya Naa!!!”

***

Hari ini Damian sangat senang, salah satu perusahaan besar akan bekerja sama dengannya. Oleh karena itu setelah makan siang, ia harus berangkat ke perusahaan itu. Agar bisa bertemu dengan bosnya langsung.

Dengan diantar sopir pribadinya dan juga asistennya, Damian berangkat dengan begitu gembira. Karena memang orang yang ditemuinya hari ini sangatlah istimewa.

Setelah sampai Damian langsung masuk.

Di sisi lain Aruna terus berteriak minta tolong berharap ada yang mau menolongnya. Dia benar-benar kepanasan di sini. Belum lagi dia takut sendiri.

“TOLONG! Siapa pun tolong aku!” teriaknya mulai pasrah.

Damian seperti mendengar suara samar dari ruangan yang ia lewati, Damian berhenti sejenak.

“Tolong!” teriaknya lagi.

Damian yakin, suara itu tidak asing baginya.

“Kau dengar suara orang minta tolong?” tanya Damian pada asistennya.

“Samar. Tidak jelas, Pak,” sahutnya.

Namun karena insting Damian begitu kuat. Ia langsung mendekat ke ruang itu.

“Hallo, apa ada orang di sini?!” teriak Damian entah kenapa khawatir.

Aruna sadar ada yang memanggil dari luar, ia langsung menjawab iya dengan lantang.

“Iya ... tolong saya di sini,” pintanya.

Damian dengan sekuat tenaga mencoba membuka pintu itu.

BRAKK!

Tidak berhasil. Pintu ini memang berbeda dari pintu lainnya.

BRAKK!!! Kali ini dobrakan lebih besar dan ... berhasil!

Terlihat Aruna yang ketakutan. Damian pun tidak percaya. Aruna yang takut langsung memeluk Damian, ia tidak percaya kalau Damian yang menolongnya. Sedangkan Damian tidak percaya kalau Aruna bisa di sini.

Mereka berpelukan singkat.

“Kamu kenapa bisa di sini?” tanya Damian. Aruna hanya mampu menelan ludah saat ditanya begitu.

***

“Satria! Nara mengunciku di gudang! Wanita itu jahat!!!” Aruna terus-terusan meracau, merasa harus memberitahukan Satria soal Nara.

Aruna pulang dengan keadaan kacau, dia memilih pulang terlebih dahulu setelah shock dengan perbuatan gila Nara. Wanita itu terlalu menakutkan. Bukan apa-apanya, tapi dia pun tak siap jika apa yang disembunyikannya dibongkar oleh Nara.

“Tidak, tidak mungkin ini terjadi kalau kamu tidak berbuat sesuatu pada Nara? Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?” tanya Satria. Hari sudah petang, mereka sudah di rumah dan Satria menanyakan soal keberadaannya itu.

“Tidak, Sayang. Aku juga tidak tahu kenapa wanita itu selalu berbuat begini padaku!” jawab Aruna mencoba mengalihkan. Dia belum punya jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan suaminya. Bisa-bisa salah sedikit Satria bisa tahu kalau sebenarnya dia ada hubungan dengan Damian.

“Lalu kenapa kau terus saja mempertahankan wanita itu? Padahal dia selalu saja berbuat tidak baik padaku? Huh? Apa ada hal lain antara kalian?” Aruna lihai membalikkan keadaan.

Satria diam. Tak berkutik, dia juga memikirkan kejadian tadi siang yang tak mungkin dijelaskan kepada Aruan, istrinya pencemburu buta.

Dia juga tidak tahu kenapa rasanya berat sekali untuk memecat seorang Nara. Apa karena pertemuan pertama mereka waktu itu? Entah.

“Kau jangan mencoba mengalihkan perhatian. Dia karyawan baru dan aku sebagai atasan harus bersikap profesional. Semuanya harus diadili dan ada masalah yang pasti untuk memecatnya,” jelas Satria.

“Oh jadi menurutmu masalah tadi tidak pasti? Apa kau menunggu aku dibunuh baru kau akan menganggap itu pasti?” jengah Aruna sekaligus mengalihkan pembicaraan.

“Tidak seperti itu, Sayang.”

“Ah sudahlah! Kau memang lebih mementingkan wanita itu,” sahut Aruna sambil masuk ke dalam kamarnya pura-pura marah.

Satria berpikir juga, dia curiga dengan Nara dan Aruna, kenapa mereka sejak awal bertemu langsung terjadi perseteruan? Tidak mungkin kalau alasan istrinya bahwa Nara menyukainya. Itu sangat sepele sekali dan kecemburuan yang tidak berdasar. Hal ini juga yang menjadi patokan Satri tidak memecat Nara terlebih dahulu, dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel