Ringkasan
Setelah menjadi miliarder wanita, keluargaku ingin membunuhku dengan meracuniku. Aku menggantikan adik laki-lakiku mendekam di penjara selama tiga tahun. Saat di penjara, aku tidak sengaja menyelamatkan putri seorang miliarder. Dia memberiku uang dua ratus miliar sebagai tanda terima kasih. Hari ini, aku keluar dari penjara dan ingin memberi kejutan kepada ayahku. Aku meneleponnya, mengatakan bahwa aku sudah bebas. Namun, aku tidak menyangka dia akan menutup telepon dalam hitungan detik! Aku pulang ke rumah dan menemukan bahwa keluargaku sedang sibuk mengurus pengalihan properti. Adik iparku, Raisa mengeluh karena aku menunda pemeriksaan kehamilannya. Ibuku mengatakan kalau aku akan berebut harta keluarga begitu keluar dari penjara. Jadi, Raisa bersikeras ingin mengusirku dari rumah, tidak mengizinkanku tinggal di rumah. Ketika mereka mengetahui bahwa aku memiliki kekayaan miliaran, mereka datang dan mencoba mendekatiku. Aku ingin membalas gigi dengan gigi, mata dengan mata.
Bab 1
Aku mendekam di penjara selama tiga tahun untuk menggantikan adik laki-lakiku, Dikka. Hari ini adalah hari kebebasanku.
Aku menelepon ayahku dengan perasaan sangat senang.
Ayah terbata-bata saat berbicara di telepon.
Aku bahkan tidak tahu apa yang dia katakan.
Aku pikir sesuatu telah terjadi di rumah, jadi aku bergegas pulang naik taksi.
Setelah dipenjara tiga tahun, mana mungkin aku tidak merindukan rumah? Aku merindukan ayah, ibu, Dikka, bahkan Raisa, yang baru menikah dengan Dikka.
Meskipun kehidupan di penjara tidak menyenangkan, aku menyelamatkan putri seorang miliarder.
Begitu keluar dari penjara hari ini, mereka memberiku dua ratus miliar sebagai tanda terima kasih.
Aku sangat senang saat melihat uang dua ratus miliar di rekeningku.
Aku juga ingin pulang lebih awal untuk berbagi kegembiraan ini dengan keluargaku.
Ketika kembali ke rumah, aku mendengar suara-suara keluhan di dalam rumah.
Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku.
Intuisiku mengatakan bahwa ada sesuatu yang telah terjadi di rumah. Jadi, aku tidak langsung membuka pintu.
Aku berdiri di ambang pintu, mencoba mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh keluarga yang sudah tiga tahun tidak aku temui.
Raisa berkata dengan nada remeh, "Tidak usah bebas saja, lebih baik dia meninggal di sana sekalian. Membuatku tidak bisa periksa kehamilan, kita juga tidak bisa melakukan pengalihan properti!"
Suara ibuku juga terdengar tidak puas, "Dia baru bebas, tidak punya uang, tidak punya pekerjaan dan pasti akan sulit mencari pekerjaan. Dia juga akan kesulitan untuk menikah. Takutnya dia akan bergantung kepada kita untuk menghidupinya. Jadi, karena itulah aku ingin kalian mendapatkan rumah, agar dia tidak merebutnya."
Raisa berdecak, "Kalau dia berani pulang, aku akan minta dia menyewa rumah di luar sana. Aku tidak ingin hidup bersama orang yang pernah dipenjara tiga tahun."
Begitu mendengar pembicaraan mengejutkan ini, hatiku terasa sakit.
Dulu, ibu pernah mengatakan kalau aku adalah anak kesayangannya. Dia sangat menyayangiku. Raisa juga pernah mengatakan kalau dia sangat menantikan bisa memiliki kakak ipar sepertiku.
Kenapa sikap mereka semua tiba-tiba berubah?
Selama hidup di penjara, aku bahkan selalu merindukan keluargaku.
Sekarang, aku merasa sangat terasingkan.
Aku mencoba menenangkan diri selama beberapa saat, memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
Begitu ibu membuka pintu dan melihatku, wajahnya langsung berubah curiga. "Kenapa kamu tiba-tiba pulang? Ibu dan ayah awalnya mau menjemputmu, kenapa kamu pulang sendiri?"
Dari ekspresi dan perkataannya, ibuku yang baik terlihat sangat tidak senang.
Dia tidak senang atas kepulanganku yang tiba-tiba ini.
Ibu menelisikku sekilas, bersikap dan menunjukkan ekspresi seakan dia merasa kasihan kepadaku. "Kamu pasti sudah banyak menderita selama tiga tahun ini. Kamu sangat kurus."
Kalau aku tidak mendengar pembicaraan mereka di dalam barusan, aku pasti masih percaya kalau ibuku sangat menyayangiku.
Namun, aku merasa jijik saat melihat sikap ibuku yang berpura-pura peduli kepadaku.
Aku tersenyum getir. "Aku pulang naik taksi, tidak masalah kalau kalian tidak datang menjemputku."
Setelah mengatakan itu, aku langsung melangkah masuk ke dalam rumah.
Raisa langsung mendekatiku dan menyemprotkan semprotan disinfektan ke tubuhku.
Sebotol larutan dseinfektan itu berukuran lima ratus mili disemprotkan ke seluruh tubuhku.
Dia menganggapku semacam kotoran yang bisa menular kepadanya.
Dia sangat jijik kepadaku, sampai rasanya ingin memusnahkanku.
Ayah duduk di ruang tamu dengan tenang sambil mengisap sebatang rokok tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Sebagai seorang dokter, aku pernah menasihatinya untuk berhenti merokok demi kesehatan.
Merokok berbahaya bagi kesehatan dan juga rentan terkena kanker paru-paru!
Tidak disangka, aku sudah mendekam di penjara selama tiga tahun, dia masih saja belum bisa menghilangkan kebiasaan buruk ini.
Dia bersikap seakan tidak melihatku kembali ke rumah.
Dia membiarkan Raisa menyemprotkan disinfektan ke tubuhku.
Sampai semua cairan di dalam botol itu habis.