Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 PRIA BERPARAS KHAS TIMUR TENGAH

“Kurang ajar kamu, Gito! Dinda akan jadi milikku. Dia hanya menyukai permainanku.”

Amarah si tinggi empat meter ini seketika berubah menjadi empasan angin kencang menerpa tubuh Gito. Pria ini seketika jatuh terjengkang di lantai.

“Mas, ada apa?”

“Entah, Sayang. Tiba-tiba ada angin kenceng. Kamu terasa?”

Dinda menggeleng sambil mengulurkan tangan membantu suaminya berdiri. Setelah berhasil berdiri, Gito memindai sekeliling dan tak ada apa pun yang berdampak angin barusan selain dirinya. Tampak Dinda berdiri tak tersentuh oleh angin. Dinda merogoh anak kunci dari tas lalu mulai membuka pintu. Saat di dalam, wanita semlohai ini mengunci kembali.

Gito yang sudah tak tahan menahan hasrat seketika membopong tubuh istrinya masuk kamar. Dinda dengan erat memegang tubuh Gito. Sang suami semakin memuncak hasratnya.

Bibir mereka bersentuhan saat wajah mereka merapat. Gito terbawa rasa, mengecup bibir ranum Dinda, sang istri membalasnya mengecap-ngecap bibir Gito. Gairah Gito makin membara, apalagi saat menggeliat baju terusan Dinda bagian dada yang berbelahan rendah, tak sengaja terbuka.

Tak sabar Gito membuka semua pakaian dan menelungkup di atas tubuh indah yang terbaring di ranjang. Gito mendekatkan bibirnya dan Dinda membalas melumat.

“Sayang,” suara Gito parau.

“Iya, Mas.” Suara desahan istrinya semakin membuat Gito bergairah. Ia ingin segera menuntaskan segala hasrat.

Napsu mereka naik ke ubun-ubun. Gito pun kembali melumat bibir merah Dinda, perlahan menyusuri leher lalu ke daerah dada yang sedikit terbuka, mengecup, menghisap, meninggalkan jejak merah di sana.

Dinda menjerit lirih dan ..., "ah, Mas?! Ada apa ini?”

Gito merasa bersalah. "Gak tau, Sayang. Ada apa, ya?”

“Hahahaha ... syukuri!” Suara ejekan ini terdengar samar-samar oleh Gito, tetapi jelas di telinga Dinda.

Dinda yang kecewa segera mencari daster lalu keluar kamar langsung masuk toilet. Sedangkan Gito segera memakai celananya kembali, lalu menyusul sang istri.

“Sayang! Nanti dicoba lagi. Mungkin Mas capek, habis begadang semalam. Maaf, ya.”

‘Tok tok tok!’

Dinda yang sedang berguyur air tak mengindahkan ketukan pintu.

“Bodoooo!”

Hanya terdengar suara guyuran air. Gito segera pergi ke kamar mencari ponsel. Ia menghubungi seseorang. Dari dalam toilet, tiba-tiba ada suara desahan dan jerit tertahan Dinda. Gito tak mendengarnya karena dirinya sedang sibuk menelepon seseorang.

“Ada jamunya sekarang? Saya ambil. Terima kasih.”

Pria ini kemudian mengakhiri pembicaraan telepon. Ia bersiap-siap menghampiri sang istri kembali. Tepat, saat Dinda keluar dari kamar mandi dengan senyum tersungging di bibir.

“Sayang, ikut Mas, yuk. Ambil jamu.”

“Jamu apa, Mas?”

“Entar kamu juga akan tahu. Udah selesai ngambeknya?”

“Ah, Mas. Kesel banget tau."

Gito pun merangkul sang istri dengan rasa sayang. Dinda adalah cinta pertamanya, begitu pula dengan Dinda. Cinta pertama mereka bawa sampai ke pelaminan.

Sementara di sudut ruangan, ada senyum kemenangan dari sosok berwajah tampan khas Timur Tengah bertinggi empat meter.

“Untuk kesekian kali kamu kalah, Gito.”

Angin dingin beraroma kasturi berembus menerpa wajah Gito lalu lenyap.

“Kamu dengar yang barusan, Sayang? Kayak suara radio. Kok sebut nama Mas? Dan angin barusan, sama kayak kita di warung soto.”

“Aku gak dengar, tuh, Mas.”

“Bisa jadi tetangga menghidupkan tivi terlalu kenceng. Ayo, siap-siap sana!”

Dinda segera melangkah masuk kamar. Gito mengambil duduk di ruang tengah sambil menunggu Dinda berhias. Hati Gito sedang bahagia karena di saat dibutuhkan, ada penjual jamu yang mempunyai stok pasak bumi.

Teman-temannya telah merekomendasikan jamu tersebut dari awal pernikahan. Hanya saat itu, Gito merasa belum memerlukannya karena stamina tubuh masih terjaga. Entah mengapa, kali ini alat tempurnya bisa keok saat bertanding.

Hal yang di luar dugaan, mengingat dirinya dalam keadaan fit dan tak sedang sakit yang bisa mengakibatkan loyo. Kejadian barusan, benar-benar membuat otak Gito berpikir keras. Ia tak mau berpikiran negatif dan masih berusaha mencari jalan keluar dari masalah hari ini.

“Ayo, Mas! Entar sekalian belanja. Aku mau masak pecel lele kesukaan Mas.”

“Alhamdulillah. Terima kasih, Sayang! Mas tadi khawatir kamu masih marah dengan Mas.”

“Gak papa, Mas. Dinda maklum. Pasti karena kecapekan.”

“Iya, Sayang. Makasih atas pengertiannya.”

Gito mengecup kening istrinya dengan lembut. Mereka berjalan keluar rumah. Dinda lalu mengunci pintu. Wanita ini tampak berseri-seri. Senyum manis tersungging sejak keluar dari toilet. Gito merasa senang, istrinya hanya marah padanya sesaat saja. Tak seperti biasanya, bisa ngambek berhari-hari. Istriku semakin pengertian, pikir Gito.

Mereka kini telah berboncengan menuju warung jamu yang berada di pasar. Dinda merasa bersalah telah berkhianat dengan suaminya. Dalam toilet barusan sosok misterius tersebut telah berani menampakkan diri. Seorang pria berparas tampan khas Timur Tengah lebih tinggi dari Gito.

Suaranya lembut di telinga, persis yang ia dengar sebelumnya. Aroma khas kasturi di sekujur tubuhnya membuat gairah Dinda tersulut. Bulu-bulu tangan dan di dada pria tampan ini, membuat Dinda mabuk kepayang hingga tak bisa berpikir nalar.

Dalam toilet pula, sang pria mengakui telah menggauli Dinda sebelumnya. Bukannya marah, wanita ini justru bahagia. Jerat mantra sihir sosok jin telah berhasil menjerat Dinda.

Kini pria yang sama telah kembali ke semula, bertinggi menjulang setinggi rumah kosong. Ia mengamati pasutri yang sedang berboncengan di depannya.Tanpa menampakkan diri pada Dinda. Ia tak mau terlihat aneh di mata kekasih hatinya. Ia harus terlihat sempurna sebagai manusia di mata Dinda.

“Tetap bersamaku, Sayang,” ucapnya terkirim lewat angin berembus sepoi-sepoi menghampiri pendengaran Dinda.

Iya, Sayang, balas Dinda dalam hati tersampaikan lembutmenggoda di telinga sosok empat meter. Senyum pun menghias di kedua pipi sosok berjambang lebat.

“Sayang, kayaknya benar ucapan kamu. Mas harus segera ajukan penempatan baru. Kasian kamu dan juga tubuhku jadi loyo.”

“Apa aku bilang, Mas,” sahut Dinda sembari memeluk sangsuami.

Gito sangat menikmati pelukan sang istri, tetapi Dinda sudah tak bisa sepenuh hati lagi. Separuh hatinya telah diberikan kepada sosok Timur Tengah. Cintanya masih untuk Gito dan kini sudah terbagi tanpa sang suami mengetahuinya.

“Mas, kalo aku hamil, gak papa?”

“Istriku Sayang, aneh-aneh aja, kamu. Mas pengen banget segera punya anak. Makanya kita mau berobat tadi dan besok Mas libur, kita ke dokter untuk periksa,” ucap Gito sembari merapatkan pelukan Dinda dengan sebelah tangan.

“Terima kasih, Mas,” balas Dinda sembari meneteskan airmata.

Mas Gito begitu baik, ia sangat tulus mencintaiku. Kenapa aku tega berkhianat?

Kalo aku hamil olehnya, lalu gimana nasib anak kami?

Ia bukan manusia, sadar Dinda!

Hati nurani Dinda bergejolak. Wanita bertubuh sintal ini meneteskan air mata. Ia menyadari atas kebodohannya. Ia bertekad akan menghindari sosok tampan itu. Dinda sadar betul, sosok tersebut adalah makhluk tak kasat mata. Meski nafsunya terpuaskan oleh sosok itu, tetapi batinnya tidak. Cinta kasih Gito sebagai sosok suami tak bisa disamakan dengan sosok yang baru ia tahu.

“Astaghfirullah hal adzim!”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel