BAB. 4 Kediaman Keluarga Mosha
Septin menjadi diam. Dia lalu menatap cek yang ada di depannya yang berjumlah sangat fantastis.
"Aku digaji sangat mahal. Uang sebanyak itu, bisa membiayai kuliahku semester ini dan juga untuk biaya wisudaku. Bahkan lebih, sisanya bisa ku tabung. Apakah pekerjaan ini aku ambil saja? Tapi aku belum pernah mengasuh orang dewasa sebelumnya," tuturnya dalam hati.
"Bagaimana Septin? Kamu okay, kan? Deal?" Nyonya Kemala terus mendesaknya.
Sang nyonya tidak ada waktu lagi untuk mencari pengasuh baru untuk putranya Gideon. Apalagi, besok dia dan sang suami akan terbang ke luar negeri untuk urusan bisnis.
"Baiklah, Nyonya. Saya akan berusaha untuk menjadi pengasuh yang baik untuk Tuan Muda Gideon. Tapi saya punya beberapa pertanyaan Nyonya.
Hati Nyonya Kemala merasa lega mendengar jika Septin mau menjadi pengasuh putranya. Entah kenapa dia sangat percaya dengan gadis ini.
"Terima kasih, Septin. Saya akan pastikan semua kebutuhanmu terpenuhi. Apa yang hendak kamu tanyakan?"
"Begini, Nyonya. Apa yang seharusnya saya lakukan untuk merawat Tuan Muda Gideon dengan baik? Bagaimana saya bisa membantu?"
Nyonya Kemala tersenyum lembut.
"Anda akan merawatnya seperti layaknya seorang anak kecil. Gideon memiliki kebutuhan sehari-hari seperti makan, mandi, dan bermain. Anda akan mengikuti rutinitas yang telah kami susun untuknya. Anda juga akan memahami cara berkomunikasi dengan dia. Kami akan memberikan panduan yang akan membantu Anda." seru Nyonya Kemala menjelaskan.
Septin bertanya lagi, "Bagaimana dengan kebutuhan sosialnya? Apakah dia bisa berinteraksi dengan orang lain?"
Nyonya Kemala lalu berkata,
"Gideon dapat berkomunikasi dengan baik, dia bisa berbicara hal apapun. Dia sangat suka bermain game dan berinteraksi dengan orang lain, meskipun terkadang itu mungkin terlihat sedikit berbeda. Kami akan membantu Anda dalam hal ini, dan Anda akan belajar lebih banyak tentang cara berinteraksi dengannya. Maid Lilis akan senantiasa membimbing Anda untuk lebih cepat memahami sifat Gideon."
"Baik, Nyonya. Saya mengerti," ucap Septin.
Septin akhirnya memiliki tekad baru. Dia menyadari bahwa tugasnya tidak hanya merawat Gideon. Akan tetapi juga melindungi dan membantu pria muda ini menghadapi tantangan hidupnya yang unik.
Nyonya Kemala menambahkan,
"Oh, satu hal lagi, Gideon sangat mencintai musik. Dia sering bermain piano dan menyanyi. Itulah cara dia mengekspresikan diri. Jadi, mungkin Anda berdua dapat berbagi momen bermain musik bersama. Itu akan membantu Anda membangun ikatan yang kuat dengannya."
Septin merasa lebih siap sekarang. Dia tahu bahwa tugasnya akan menantang, akan tetapi gadis itu siap untuk memberikan Gideon perhatian dan kasih sayang yang sangat dibutuhkannya. Meskipun situasi Gideon tidak biasa, Septin siap untuk menjalani peran barunya sebagai pengasuh dan pelindungnya.
Setelah berbicara panjang lebar dengan Nyonya Kemala, Septin segera di bawa pulang oleh Pak Mamad menuju ke kediaman Mosha.
Di dalam mobil yang sedang melaju itu, Septin mengingat akan sepeda motor listrik miliknya yang masih tertinggal di parkiran Mosha Corp.
"Pak, maaf. Bagaimana dengan Motor saya, Pak? Ketinggalan di kantor tadi."
"Motor Anda saat ini telah berada di Kediaman Mosha, Nona Septin." jawab Pak Mamad santai.
"Apa?" kaget Septin.
"Tapi kok bisa?" tanyanya tak percaya.
"Semua telah diatur oleh orang suruhan Nyonya Kemala," sahut sang sopir.
Tak berapa lama setelah itu, mereka pun sampai di kediaman Mosha yang sangat megah itu. Di pintu utama rumah telah berdiri Maid Lilis yang menyambut kedatangan Septin.
"Selamat datang kembali Pengasuh Septin!" sapa Maid Lilis ramah kepadanya. Lalu mengajak untuk masuk ke dalam rumah besar itu.
"Hai juga, Maid. Mohon bimbingannya kepada saya."
"Tentu saja, Septin. Saya akan dengan senang hati mendampingi Anda untuk merawat Tuan Muda Gideon," ucapnya lagi.
Sang maid lalu mengajak Septin untuk menuju ke sebuah paviliun besar yang terletak di belakang rumah megah itu.
"Wah ... bangunan ini apa, Maid?"
"Ini paviliun tempat para pekerja di rumah ini tinggal. Nah kalau yang ini kamar untukmu," ujarnya lalu mempersilahkan Septin untuk masuk.
Gadis itu pun masuk ke dalam kamar yang tergolong mewah baginya. Kamar ini dua kali lebih besar dari kamar kostnya yang sangat sempit. Maid Lilis terlihat juga membantu Septin untuk memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam lemari.
Sebelum menuju ke sini, tadinya Pak Mamad telah menemani Septin untuk mampir ke kostnya dan membawa barang-barang pribadinya.
"Pengasuh Septin, pekerjaan Anda akan disesuaikan dengan jadwal kuliah Anda. Jadi tidak ada hambatan dalam proses perkuliahan Anda. Hanya saja, sebelum Anda berangkat kuliah, Anda harus terlebih dahulu mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Anda," seru sang maid panjang lebar.
Lalu sang maid menyodorkan jadwal kerja untuk Septin.
"Ini susunan urutan pekerjaan Anda tiap-tiap hari sebagai pengasuh Tuan Muda Gideon.
"Baik, Maid. Terima kasih." ucap Septin.
Tak lupa juga Maid Lilis mengingatkan Septin untuk datang ke ruang makan khusus para pekerja.
"Satu lagi, Septin. Jika bel ini berbunyi, hal itu pertanda jika Tuan Muda Gideon membutuhkan Anda. Jadi Anda harus secepat mungkin menemuinya di dalam rumah utama. Tepatnya di kamar sang tuan muda."
"Siap, Maid. Terima kasih atas penjelasannya," tutur Septin sambil tersenyum.
Setelah menjelaskan semuanya, asisten rumah tangga itu pun mulai ke luar dari kamar pribadi Septin.
Sementara di dalam kamarnya, Gideon tersenyum licik di sudut bibirnya.
"Akhirnya! Aku mendapatkan mangsa baru! Ha-ha-ha!"
Ternyata oh ternyata, sejak Septin tiba di kediaman Mosha, Gideon telah memperhatikan kedatangan pengasuh baru itu. Berbagai rencana cemerlang telah disusun olehnya untuk segera menyingkirkan Septin.
Sementara di paviliun, tepatnya di kamar pribadi Septin.
Gadis itu terlihat sedang mandi dan membersihkan dirinya dengan sabun agar segar kembali. Namun tiba-tiba saja, air shower di dalam kamar mandi mati. Sedangkan sabun masih melekat di kulit tubuhnya.
"Lho? Kok airnya mati?" ucapnya heran.
"Nggak mungkin kan keluarga Mosha yang kaya raya ini, kelupaan bayar tagihan listrik?" ucapnya lagi.
Namun Septin yang biasa hidup mandiri, tidak kehabisan akal. Dia pun mengisi bathtub dengar air sampai penuh. Lalu mengambil gayung dan mulai mengguyur tubuhnya sampai bersih.
Namun tiba-tiba, air shower yang tadinya macet, tiba-tiba saja mengeluarkan air berwarna merah seperti darah.
"Lho! Kok airnya berubah merah seperti darah?" serunya bersikap biasa saja.
Septin segera memakaikan handuk di tubuhnya lalu memeriksa air shower itu, dengan indera penciumannya.
"Ini mah bukan darah. Tapi air soda merah," gumamnya pelan.
"Siapa yang sedang berbuat iseng denganku?"
Sementara di kamarnya Gideon menunggu Septin ke luar dari kamarnya dengan wajah ketakutan dan dipenuhi air soda merah.
Akan tetapi dari tadi sang tuan muda itu menatap ke arah CCTV menunggu momen itu, namun tidak kunjung datang juga.
"Sial! Kenapa pengasuh itu tidak keluar juga dari kamarnya?" kesalnya sendiri.