Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7. Kabar ayah

Seharian ini Nadira hanya menagis meratapi nasibnya. Nadira tidak mengerti mengapa dirinya berada di posisi seperti ini. Nadira memandang ponselnya yang berdering. Dengan sangat cepat Nadira mengusap air matanya saat melihat panggilan masuk dari ibunya. Nadira mengangkat panggilan telepon setelah berhasil meredam suara tangisnya.

"Ibu," ucap Nadira.

"Halo nak, Dira lagi apa?

Kenapa lambat angkat telepon Ibu?" ucap Erna.

" Iya halo Bu. Tadi Dira lagi di kamar mandi Bu," ucap Nadira yang mengusap air matanya. Nadira menutup mulutnya agar suara tangisnya tidak terdengar oleh ibunya.

"Apa hari ini nggak kerja?" tanya Erna.

"Kerja Bu, ini lagi di toko. Kebetulan nggak ada yang beli," ucap Nadira berbohong.

"Ibu kirain tadi lagi di rumah, soalnya sepi dengarnya," ucap Erna.

"Enggak Bu, kebetulan toko lagi sepi. Gimana kabar ayah Bu," ucap Nadira.

"Dokter yang menangani Ayah menyarankan agar ayah dibawa ke rumah sakit yang lebih besar. Rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih lengkap. Kalau disini rumah sakitnya fasilitasnya terbatas," ucap Erna menjelaskan dengan putrinya. Erna berulang kali mengusap air matanya saat mengingat bagaimana kondisi suaminya saat ini. "Ibu takut nak, ibu belum siap bila ayah kalian pergi," ucap Erna yang menagis.

"Ibu jangan sedih, ayah pasti sembuh bu. Bulan depan kita akan bawa ayah berobat ke rumah sakit yang besar." Nadira tau bahwa ibunya saat ini sedang menagis.

"Kita nggak punya uang untuk bawa ayah ke rumah sakit yang besar. Hasil dari jual gorengan cuman bisa untuk lepas makan harian. Uang yang di Dira kirim untuk bayar sekolah adik dan juga sewa rumah. Lebihnya untuk beli obat ayah yang tebus di luar. Ibu juga sudah berhutang dengan tetangga. Belum tau kapan bisa di bayar," ucap Erna menjelaskan.

"Dira dapat kerjaan Bu, gajinya besar. Semoga cukup untuk bawa ayah berobat bulan depan," ucap Nadira.

"Kerja apa nak, ibu nggak mau Dira kerja yang nggak benar," ucap Erna yang begitu sangat mencemaskan Putri sulungnya.

"Kerjanya halal Bu, cuman jam kerjanya dimulai dari jam 8 malam sampai jam 4 subuh," ucap Nadira.

"Kerjaan apa itu?" ucap Erna yang begitu sangat terkejut mendengar jam kerja putrinya.

"Jadi pembersih toilet Bu. Hanya saja kerjanya di tempat warung makan yang buka 24 jam. Jadinya jam kerjanya seperti itu. Dira tidak bisa ambil kerja di pagi hari. Dira sudah kerja di toko baju," ucap Nadira yang menjelaskan kepada ibunya tentang pekerjaannya.

"Masa sih bersihkan toilet dapat gaji besar?" ucap Erna yang tidak percaya.

"Ya Bu, karena jam kerjanya aja udah jam lembur. Makanya gajinya besar, di sana Dira di hitung lembur. Untuk yang kerja pagi sampai malam nggak segitu dapetnya," ucap Nadira.

"Tapi Dira jaga kesehatan ya nak," ucap Erna.

"Iya Bu, di sana kerjanya jam 8 sampai jam 4 subuh sedangkan di toko jam 9 sampai jam 5 sore jadi Dira ada waktu untuk istirahat dulu," ucap Nadira.

Erna tersenyum ketika mendengar penjelasan putrinya. Walaupun putrinya saat ini tidak dapat melihatnya namun ia tetap tersenyum.

"Sudah dulu ya Bu, ada yang datang," ucap Nadira yang sudah tidak mampu menahan tangisnya.

"Iya nak, ibu nelponnya jam segini. Sudah gangguin jam kerja Dira," ucap Erna

"Nggak apa-apa Bu, sudah dulu ya Bu," ucap Nadira yang menutup sambungan telepon dengan sangat cepat.

Nadira meletakkan ponselnya atas tempat tidur. Nadira menangis sejadi-jadinya melepaskan rasa sesak di dadanya.

***

Nadira merasakan tubuhnya yang terasa begitu amat lemas. Sejak pagi hingga saat ini ia belum makan sama sekali.

Setelah puas menagis, Nadira menggoreng telur mata sapi dan memakan nasi putih yang diberinya kecap manis. "Aku harus makan biar ada tenaga. Gak boleh lemas apa lagi pingsan. Ayo semangat Nadira. Demi Ayah Handa tercinta," ucap Nadira yang memberikan kata semangat untuk dirinya sendiri. Walau bagaimanapun dirinya harus makan agar memiliki tenaga untuk bekerja. Setelah selesai makan Nadira bersiap-siap untuk berangkat kerja.

"Harus kuat," ucap Nadira yang memegang kepalanya yang terasa begitu amat pusing. Sejak tadi Nadira hanya menagis, hingga membuat kepalanya bertambah sakit. Wajahnya yang memar masih terasa sakit hingga saat ini.

"Semoga aku mampu untuk menghadapi ini semua. Semoga aku kuat," Nadira menagis Ketika mengingat akan kembali bekerja di tempat di mana ia akan kembali mengingat peristiwa tragis semalam. Nadira seakan tidak mampu untuk melihat tempat di mana dirinya bekerja. Kakinya gemetar, keringat bercucuran di pelipis keningnya. Saat bayangan peristiwa itu kembali melintas di ingatkan nya. Berulang kali Nadira mengusap bibirnya dengan kasar, hingga bibirnya terasa perih tersapu kain bajunya. Nadira merasa jijik dan geli ketika mengingat apa yang di perintahkan pria itu semalam. "Kenapa aku gak gigit aja sampai putus sosis Son**k tu orang. Apa aku harus doakan dia mandul biar gak punya keturunan," ucap Nadira yang begitu sangat membenci sosok pria angkuh dan bejat semalam. "Tapi aku gak tau namanya," ucap Nadira kesal.

Nadira memakai pakaian kerjanya dan memandang wajahnya di depan cermin. Walaupun dia sudah mengompres bagian wajahnya namun bekas lebam di wajahnya tetap tidak hilang. "Moga aja gak ada yang memperhatikan wajah aku," ucap Nadira yang kembali memakai topi dan memasukkan rambut panjangnya ke dalam topi.

Nadira keluar dari dalam rumah kontrakannya. Nadira hanya membawa tas yang berisi botol minum yang bersih air putih serta dompet dan ponselnya. Nadira berjalan menuju ke jalan besar.

"Pak, ada obat sakit kepala?" Ucap Nadira yang berhenti di warung barang harian untuk membeli obat sakit kepala. Ia berharap rasa Sakit di kepalanya akan berkurang dengan meminum obat tersebut .

"Ada mau berapa," ucap pria paruh baya yang saat ini duduk di kursi kasirnya.

"Saya mau 2 butir aja pak," ucap Nadira.

Nadira mengambil obat yang di berikan pria tersebut. Nadira membayar uang obatnya dan meminum obatnya 1 satu butir. Setelah selesai meminum obatnya, Nadira kembali berjalan kaki menuju tempat dia bekerja. Saat ini belum terlalu malam. Masih jam 7 sehingga Nadira bisa berjalan kaki menuju tempat kerjanya yang memakan waktu 45 menit dari rumahnya. Nadira sudah tidak memiliki uang untuk transportasi. Ia harus menghemat uang yang dimilikinya hingga Minggu depan. Hanya saja, untuk pulang dari tempat kerja, Nadira wajib memakai ojek online. Berhubung waktu nya sudah sangat malam. Jalanan juga sepi sehingga ia tidak berani untuk berjalan sendirian.

Nadira berjalan sangat pelan, berhubung rasa sakit kepalanya yang belum hilang.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel