Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8

"Apa yang kau lakukan dengan calon pengantinku?" Frederick mendekat, matanya tampak biasa namun nada bicaranya terdengar sangat dingin.

Bola mata Karl lantas melebar sejenak. Ia tatap Katherine yang kini tengah berusaha bangkit berdiri kemudian dia arahkan lagi pandangan kepada Frederick. "A—pa? Tid—ak mung—kin," ucapnya terbata-bata.

Tadi, Karl mendapat kabar dari Leon bila Katherine akan menikah dengan seseorang di istana. Tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun ia pergi ke tempat tujuan. Sebab aula yang akan didatangi Katherine adalah aula umum, yang biasanya dipakai untuk para bangsawan melangsungkan pernikahan.

Karl lantas terdiam masih dengan tatapan terkejut. Sedari tadi kedua matanya melirik Frederick dan Katherine secara bergantian.

"Kau tidak apa-apa 'kan?" tanya Frederick setelah melihat Katherine berdiri tepat di sampingnya sekarang.

Katherine tak langsung menanggapi, malah melototkan mata sesaat tatkala menyadari keterlambatannya akibat gaun yang dikirim Frederick tadi pagi. Dia menerima gaun putih dari Grace, yang ditugaskannya untuk pergi mengendap-endap ke istana dan mengambil gaun pengantin tersebut.

"Aku baik-baik saja pujaanku," imbuh Katherine dengan senyum palsu terpatri di wajah.

Membuat seringai tipis terlihat di wajah tampan Frederick.

'Hoek, rasanya aku ingin muntah memanggilnya pujaanku, ya tapi apa boleh buat,' batin Katherine di sela-sela senyumnya yang tak pudar dari tadi.

"Katherine, kau tidak mungkin menikah dengan Pangeran 'kan?" Karl angkat bicara. Dari tadi mimik muka terkejut ditunjukkan saat melihat interaksi antara Katherine dan Frederick sekarang.

"Apa yang tidak mungkin? Kami memang akan menikah sebentar lagi, apa kau ada masalah?" Seperti bongkahan es, suara Frederick mengalun tajam di telinga Karl. Lelaki berambut blonde itu mengambil alih, pertanyaan yang seharusnya ditujukan kepada Katherine malah dijawabnya.

"Tidak mungkin, Pangeran pasti tahu kalau aku dan Katherine pasangan kekasih." Karl masih dalam mode tak percaya.

"Hanya kekasih, bukan pasangan suami istri. Sudahlah, jangan diperpanjang, ayo Katherine kita pergi ke aula sekarang, para tamu undangan menunggu kita dari tadi." Tanpa mendengarkan tanggapan lawan bicara terlebih dahulu, Frederick gegas menarik tangan Katherine lalu dengan cepat memutar tumit.

Katherine terlihat gelagapan namun menganggukkan kepala juga.

"Tunggu Pangeran!" Karl nampak panik lantas bergerak maju ke depan lalu berdiri tepat di hadapan Frederick dan Katherine.

Langkah kaki Frederick dan Katherine pun otomatis terhenti.

"Minggir, jaga batasanmu!" seru Frederick, hawa di sekitar mendadak dingin bak salju di kutub utara.

Kedua tangan Karl langsung terkepal kuat, menahan amarah yang siap meledak sekarang juga. Detik selanjutnya dia melirik sekilas ke arah Katherine tiba-tiba.

Katherine cepat-cepat membuang muka ke samping. Wanita berkulit putih itu memilih diam namun isi kepalanya sangatlah berisik.

'Argh! Mengapa rencanaku agak berubah!' Rutuk Katherine sebab rencana awal yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, sangatlah berbeda.

'Ini semua gara-gara gaun ini.' Lagi, Katherine mengeluarkan kekesalan di dalam benaknya. Dengan terpaksa ia menoleh ke arah Frederick yang dari tadi menatap datar Karl di depan. 'Awas kau ya, dasar Pangeran mesum!'

"Tapi Pangeran, kami saling mencintai," ujar Karl masih tetap bersikukuh.

Perkataan Karl membuat Katherine tanpa sadar menundukkan kepala.

"Dalam hitungan ketiga, bila kau tidak menuruti perkataanku, akan kupastikan kau dan keluargamu akan tinggal nama hari ini juga."

Skakmat, Katherine mengulas senyum tipis, karena kalimat yang diutarakan Frederick barusan adalah sebuah ancaman yang harus ditaati.

"Ck!" Karl mengeluarkan decakan kesal cukup kuat sembari menggeser kakinya beberapa langkah.

Frederick dan Katherine pun mulai mengayunkan kaki bersama-sama, melewati Karl yang menatap tajam ke arah mereka.

"Masuklah ke ruangan, aku kasihan padamu, walau bagaimana pun dulu kau kekasih calon istriku ini." Ada keangkuhan yang terdengar dari kalimat yang diserukan Frederick. Lelaki itu tak sedikit pun menoleh ke belakang.

Hal itu membuat kepalan tangan Karl semakin kuat. Sampai-sampai urat-urat di sekitar matanya pun muncul. Dia tak menyahut, malah berdiri mematung sambil memandangi punggung Frederick dan Katherine menjauhinya.

"Argh!!!" Ketika Frederick dan Katherine menghilang dari penglihatannya, Karl pun berteriak sekencang-kencangnya.

"Karl, kenapa kau berteriak? Di mana Katherine?" Suara lembut terdengar dari belakang tiba-tiba, dengan wajah memerah Karl terpaksa menoleh. Melihat Lea bersama William dan Zara menatapnya penuh heran.

"Dia pergi ke aula bersama Pangeran, mereka akan melangsungkan pernikahan," ujar Karl lemas.

"Apa?!" Ketiga orang yang baru saja datang itu terperanjat kaget.

*

*

*

Beberapa meter dari pintu aula, Katherine nampak kewalahan menyeimbangi langkah kaki Frederick yang lebar itu. Sedikit lagi akan memasuki aula yang menjadi saksi bisu pernikahan tertutup dilakukan oleh keduanya.

"Pelan-pelan Pangeran, tanganku sakit tahu," kata Katherine sambil berusaha menggerakkan tangan kanan ke segala arah, yang dari tadi dipegang Frederick.

Tak ada jawaban, Frederick malah mempercepat langkah kaki.

"Pangeran, lepaskan tanganku, tanganku benar-benar sakit, aku mohon." Katherine terpaksa memelas, sudah tak mampu lagi menahan rasa sakit akibat cengkaraman yang diperbuat Karl tadi. Ditambah lagi Frederick mengenggam tangannya cukup kuat saat ini.

Mendengar hal itu terketuk juga hati Frederick. Ia lepas cepat tangan Katherine.

"Lain kali lindungi dirimu sendiri," ungkap Frederick sembari melihat ke arah Katherine mulai mengatur pernapasannya yang terengah-engah.

Secara tidak langsung kalimat singkat mengandung perhatian diutarakan Frederick.

"Iya, terima kasih karena telah membantuku tadi, ayo kita masuk ke dalam, aku tidak bisa mengucapkan maaf, karena gara-gara gaun ini aku datang terlambat." Kebanyakan wanita akan tersipu malu bila diberi perhatian oleh seorang pangeran tapi tidak dengan Katherine.

Bibir bawahnya sekarang bergerak-gerak seperti tengah membaca mantra, matanya pun melebar sedikit, tampak kesal dan menahan sebal.

Frederick tersenyum aneh lalu memindai penampilan Katherine sesaat. "Tapi gaun ini sangatlah cocok dengan tubuhmu." Ia tiba-tiba mendekatkan bibirnya ke telinga kanan Katherine lalu berbisik pelan sambil tersenyum smirk. "Terlebih dadamu jadi nampak besar 'kan? Hmm, aku suka."

Mata Katherine kontan melotot. "Kau!"

Dia melirik ke bawah sekilas, baru sadar jika buah dadanya yang tak seberapa besar itu seakan-akan mendesak ingin keluar. Entah saja kapan bola kasti tersebut terpampang jelas. Mungkin karena di sepanjang jalan tadi berjalan cepat hingga membuat gaunnya melorot. Tangannya pun reflek menyilang di depan dadanya sejenak.

"Dasar Pangeran mesum, ayo kita masuk ke dalam sekarang!" seru Katherine sambil mengangkat gaunnya sedikit, lalu berjalan terlebih dahulu di depan Frederick.

Frederick tertawa rendah sebentar. "Hei, aku tidak semesum yang kau pikirkan, lagipula aku tidak bernafsu melihat tubuh kecilmu itu."

Mau tahu apa balasan Katherine, ia tak menyahut atau pun membalikkan badan, malah mempercepat langkah kaki sambil menggerakkan tangannya ke belakang dan mengacungkan jari tengah kepada Frederick.

Semakin pecahlah tawa Frederick. "Kau lumayan lucu Kath," ujarnya di sela-sela tawa.

"Terserah, ayo cepatlah Pangeran mesum!" Suara Katherine terdengar amat ketus di depan.

Bukannya marah diberi perintah oleh seseorang yang jabatannya lebih rendah, Frederick malah semakin mengeluarkan tawa hingga tepat di depan pintu aula tawanya pun terhenti, berganti dengan muka dingin bak dewa kematian yang siap mengambil nyawa seseorang.

"Lumayan menarik, akhirnya aku ada mainan, selagi aku menunggu Victoria kembali padaku," Frederick bergumam pelan seraya melihat Katherine mulai masuk ke aula.

Dia pun bergegas menyusul ke dalam.

"Akhirnya Pangeran dan calon pengantinnya datang, ayo duduklah kembali!" Logan langsung membuka suara saat melihat Frederick dan Katherine berada di ruangan. Dari tadi dia diperintahkan sang tuan untuk meredam para tamu undangan agar tetap diam di tempat.

Frederick langsung berlari kecil ke depan altar. Sementara Katherine berdiri di depan pintu sambil melempar senyum kaku pada para tamu undangan yang mulai berdiri dengan serempak.

"Pernikahan ini tidak akan terjadi tanpa persetujuan dariku!" Terdengar suara tak asing dari belakang Katherine seketika, membuat seisi aula riuh kembali.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel