Tidak Menarik Perhatian
“Kamu ngapain, sih?” tanya Bima.
“Cuma mau ngucapin terima kasih untuk bantuan Pak Bima.”
“Apa harus dengan cara seperti ini?”
“Aku akan belajar yang lebih baik lagi untuk mengikuti kemauan Pak Bima.”
Bima tercengang dengan jawaban Santi. Dilihatnya Aldo yang menahan tawa sampai wajahnya memerah. Dari situ dia paham bahwa Aldo ada di balik semua ini.
“Pasti Aldo sudah mengatakan yang sebenarnya pada Santi. Bagus juga sebenarnya, tapi aku nggak mau Santi sampai melakukan itu karena disuruh. Aku berharap dia secara naluri melakukannya,” batin Bima.
Setelah melalui beberapa jam perjalanan panjang, mereka sudah tiba di sebuah apartemen mewah yang letaknya hanya di belakang perusahaan. Bahkan ada jalan khusus masuk ke perusahaan karena memang sengaja dibuat sedemikian rupa oleh Bima.
“Jadi ini apartemen Pak Bima? Bagus banget!!” seru Santi sambil berhambur masuk ke dalam begitu pintu dibuka.
Bima geleng-geleng kepala melihat kelakuan Santi yang seperti anak kecil itu. Bisa-bisanya dia melompat-lompat di atas ranjang saking girangnya.
“Jangan bertingkah seperti anak kecil!”
Mendengar teguran Bima membuat Santi seketika menghentikan aksinya. Dia segera turun dari ranjang dan berdiri di samping Bima dengan wajah bersalahnya. Dan entah kenapa hal itu malah membuat Bima tak tega.
“Lakukanlah sesukamu. Ternyata wajahmu jadi lebih jelek kalau cemberut!”
“Pffttttt!!!” Aldo yang sejak tadi menahan tertawa sampai kelepasan karena di depannya kini berdiri seorang CEO yang biasanya cuek dan bodo amat menjadi bucin.
“Keluar kamu dari sini!” kata Bima kesal karena sahabat sekaligus tangan kanannya itu malah menertawakannya.
“Baiklah, aku akan menunggu di bawah.” Aldo berjalan keluar pintu dan begitu sudah menutup pintu tersebut, dia tertawa terbahak-bahak sampai terdengar oleh Bima.
“Sialan!!” umpat Bima.
“Apa, Pak??” tanya Santi.
“Bukan apa-apa. Kamu lihat-lihat dulu ruangan ini, kalau kamu merasa cocok dan nyaman tinggal disini, mulai hari ini kamu boleh menempatinya.”
“Benarkah??”
“Hemmm!!”
“Makasih, Pak Bima!!” Santi berhambur memeluk Bima yang langsung menegang. Bongkahan kenyal yang menempel di dadanya sungguh membuat otaknya berpikir liar.
Kalau saja dia sudah tidak memakai nalar, mungkin saja saat ini Santi sudah terlentang di atas ranjang kamar tersebut. Tapi, Bima masih menunggu saat yang tepat untuk memastikan bahwa memang Santi lah yang selama ini dia cari.
Sudah puluhan bahkan ratusan wanita yang berada di dekatnya. Namun, tak satupun berhasil memikat hatinya. Dia sendiri pada dasarnya haus akan sentuhan wanita, ingin merasakan hangatnya cinta seorang wanita. Tapi, sampai saat ini belum ada yang berhasil menariknya.
Kalaupun ada, itu hanya sebentar karena rasa penasaran saja. Dia tidak sampai ingin memiliki wanita tersebut. Berbeda ketika dengan Santi sekarang. Untuk urusan paras, Santi bukanlah wanita tercantik yang pernah ditemuinya. Bukan pula yang memiliki tubuh terseksi.
Tapi, ada sesuatu yang membuat Bima begitu tertarik hanya dengan melihatnya tersenyum. Apalagi ketika melihat kelakuannya acaknya, dimana dia menunjukkan sisi aslinya tanpa jaga image sedikitpun.
“Lebih baik kamu segera mandi dan istirahat sekarang. Besok kamu harus bekerja dan jangan sampai terlambat.”
“Tapi, Pak ….”
“Ada apa?”
“Bagaimana dengan baju-baju dan barangku yang ada di kos-kosan?”
“Serahkan semuanya pada Aldo, biar dia yang mengurusnya.”
“Sekali lagi makasih ya, Pak!”
Santi segera menuju ke kamar mandi dan sesaat setelah masuk, dia berteriak kegirangan karena memiliki kamar mandi yang mewah. Dia kembali keluar kamar mandi dan menghujani Bima dengan ciuman bertubi-tubi.
“Ka-mu ....”
Bima tak mampu berkata-kata mendapat perlakuan seperti itu dari Santi. Bagaimana bisa dia tidak marah sedikitpun pada gadis kecil itu.
“Aku mau berendam dulu ya, Pak!”
Blam!! Pintu kamar mandi ditutup rapat. Tak terdengar suara apapun dari dalam kamar mandi selain suara Santi yang berdendang.
Bima meninggalkan pesan pada Santi melalui chat dan setelah itu keluar dari sana. Dia ingin mengajak Aldo ke bar seperti biasa.
“Ke tempat biasa!”
“Siap, Bos!!”
“Jangan meledek kamu!!”
“Mana berani aku!!”
“Kamu kira aku nggak tahu kalau sedari tadi kamu menertawakanku?” sindir Bima.
“Hahahaha … aku benar-benar nggak nyangka kamu tertarik pada gadis lugu begitu!”
“Kita lihat saja nanti, apa benar dia yang aku cari selama ini!” kata Bima dengan senyuman penuh misteri.
“Apa kamu tahu? Reaksimu itu bikin aku merinding!”
Bima hanya melirik sekilas dan menyandarkan tubuhnya di jok kursi mobil. Pandangannya tertuju pada hiruk pikuk jalanan yang cukup ramai. Hari itu rasanya lelah sekali karena seharian pulang pergi ke rumah Santi yang ternyata sangat jauh.
Tapi, sudah menjadi kebiasaan baginya untuk mengunjungi yang namanya bar atau diskotik demi menuruti keinginannya bertemu wanita-wanita yang rela dibayar untuk memuaskannya. Siapa yang bisa menolak mendapat banyak uang hanya dengan bermodalkan tangan dan juga mulut untuk menyenangkannya?
Di bawah lampu disko yang berputar memenuhi seluruh ruangan bar, banyak wanita-wanita seksi yang mengenakan baju kurang bahan meliuk-liukkan badannya. Aldo berada di tengah-tengah mereka sambil sesekali mencolek wanita yang dengan sengaja menempelkan tubuhnya.
Bima yang biasanya tak mau ketinggalan malah hanya diam menonton dari kursi VIP di room langganannya. Di sekitarnya sudah ada beberapa wanita yang siap menggodanya agar diberi kesempatan untuk memuaskan miliknya yang ada di bawah sana.
“Bim, ayo kita ke bawah bergabung dengan yang lain!”
“Iya, ayolah! Kamu tumben-tumbenan sih nggak semangat gitu?”
“Apa kamu nggak ada niat untuk memilih salah satu di antara kami untuk menservis itu?”
Mereka silih berganti membujuk Bima untuk melakukan ritual kebanggaannya disana. Namun, semua itu seolah tidak menarik perhatian Bima.
“Ahhh, kamu nggak seru!!” kata salah seorang wanita yang langsung disambar tangannya oleh Bima.
“Coba kamu buat yang di sana bereaksi! Kalau kamu bisa, aku akan berikan kartu kreditku padamu,” kata Bima.
Merasa tertantang dan diberi kesempatan, wanita yang memakai dress ketat warna ungu itu segera duduk di pangkuan Bima. Wanita yang lainnya akhirnya memilih pergi karena Bima sudah menentukan pilihannya. Dia hanya akan memilih satu wanita setiap malamnya.
Tangan wanita itu mulai meraba dada bidang Bima dengan gerakan yang sensasional sambil menciumi lehernya. Biasanya, Bima akan langsung bereaksi bila diperlakukan seperti itu. Apalagi jika ada benda kenyal yang menempel di tubuhnya, secara otomatis miliknya akan langsung tegak berdiri.
Namun, kali ini dia tidak merasakan apa-apa. Bahkan saat wanita itu mengelus perlahan inti tubuhnya. Merasa Krisna tak bereaksi, wanita itu tak menyerah. Dia berjongkok di depan Bima dan membuka penutup senjata tumpulnya.
Aldo yang mengetahui Bima sedang beraksi, segera meminta anak buahnya yang menyebar di segala tempat menutup ruangan yang dipakai Bima agar tidak terekspos orang lain. Room yang dipakai Bima memang didesain khusus untuk orang-orang berpengaruh kuat di sana. Terdapat ruangan tanpa pintu yang sewaktu-waktu bisa ditutup dengan alat khusus.
Wanita itu sudah berhasil menyentuh senjata Bima. Digenggamnya kemudian diperlakukan layaknya es krim. Namun, tak ada reaksi yang timbul akibat tindakannya tersebut.
Karena merasa kesal, Bima menarik wanita tersebut dan membuka dress yang melekat di tubuhnya. Dia melihat gundukan padat yang begitu menantang. Dilahapnya dengan rakus seperti bayi yang kelaparan.
Suara desahan mulai terdengar dari wanita tersebut. Tak menyia-nyiakan waktu, wanita tersebut meraih benda tumpul Bima dan kembali memainkannya.
Detik berganti menit, Bima tak juga merasakan miliknya bereaksi sehingga membuatnya murka. “Pergi saja kamu, jalang!!” umpat Bima.