
Ringkasan
Bagaimana rasanya, saat pernikahan kita di interupsi oleh tingkah polah seseorang? Bukan saat pernikahan itu berlangsung, tapi justru setelahnya. Valerie belum mengenal suaminya, Fernand Gughe. Ia bertemu pun saat pernikahan itu terjadi. Jadi belum ada bayangan, pernikahan seperti apa yang akan ia jalaninya nanti. Namun, kehadiran Dylio sahabat yang dikenalnya selama ini baik, justru telah menghancurkan reputasinya sebagai gadis yang belum tersentuh. Dylio langsung memeluk dan menciumnya, tepat di depan pintu kamar pengantin yang belum sempat dibukanya. Semua mata terbelalak, apalagi ketika mulut Dylio mengatakan, "Kamu sudah menjadi milikku, bagaimana kamu bisa menyerahkan dirimu kepada laki-laki lain?" Tatapan semua orang yang ada di sekitar lorong hotel itu, seakan menghujamnya, termasuk Fernand yang baru saja jadi suaminya. Ia memilih berlari tanpa kata, kemudian menghilang tanpa jejak. Mampukah Valerie menghadapi kearoganan sikap suaminya, sekaligus hasrat ingin memikinya? CEO tampan ini memang tidak mudah untuk ditaklukan, ia seperti Singa Gunung yg tengah terluka, raungan nya sangat menyesakan dada. Valerie ingin menyembuhkan lukanya, tapi takut akan balik menerkamnya dengan cakarannya yg mematikan.
Prolog
Pesta pernikahan sudah usai. Para tamu undangan sudah tidak nampak di gedung hotel mewah berbintang lima itu. Yang tertinggal, hanya sanak saudara dan orang tua dari kedua belah pihak pasangan pengantin Valerie dan Fernand. Mereka sudah bersiap untuk memasuki kamarnya masing-masing.
Valerie berjalan perlahan di lorong hotel, dengan baju pengantin putih masih melekat di tubuhnya. Di belakangnya, menyusul Fernand yang sepertinya agak tergesa karena cardlock kamar ada di tangannya. Terlihat sosok seseorang berdiri menyamping di depan pintu kamar pengantinnya. Sebelum Valerie sempat mengenalinya, orang itu sudah berbalik, menghadapinya. Langsung menyerbunya dengan memeluk dan menciumnya.
Tentu saja ia kaget dan segera berusaha melepaskan dirinya. 'Dylio....?!' batinnya, tak terkatakan. Ia masih merasa shock dengan perlakuan sahabatnya itu. Bukan apa-apa, ia mengenal Dylio sejak mereka masih dibangku SMP hingga masa kuliahnya, selalu bersama. Tak pernah saling menyatakan cinta, bahkan ia sendiri tidak pernah tahu, kalau laki-laki itu punya perasaan kepadanya.
Dylio malah cengengesan, menyentuh bibirnya sendiri, sambil menatapnya. "Kamu sudah menjadi milikku, bagaimana kamu bisa menyerahkan diri kepada laki-laki lain?"
Mata Valerie menajam, menatap Dylio dengan heran dan tentu saja merasa sangat kecewa.
Tiba-tiba....Plakkk! Telapak tangan papanya mendarat di pipinya yang mulus. "Kamu...!! Sudah membuat malu!! Bukan hanya keluarga besar Gughe, tapi keluarga besar kita juga sangat malu. Mau di taruh di mana, muka Papa ini? Pergi!!! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi!!" bentak ayahnya, dengan napas memburu karena saking marahnya.
Tatapan Valerie di arahkan ke setiap orang yang ada di sekitar lorong hotel itu. Ia melihat, semua mata seolah sedang menudingnya sebagai gadis yang telah berhianat, tepat di hari pernikahannya yang baru saja usai. Terakhir ia melihat Fernand, laki-laki itu bergeming di tempatnya. Sudut bibirnya terangkat sinis, seolah sedang menertawakan dirinya sendiri. Tidak ada tindakan apapun darinya.
Dengan membalikkan badannya, Valerie berlari menyusuri lorong, mendekati pintu lift untuk segera turun. Ia ingin segera meninggalkan hotel. Meninggalkan semuanya, termasuk kamar pengantinnya yang belum sempat selangkah pun ia jejakan kakinya di sana.
Teriakan Dylio tak didengarnya, justru saat tahu Dylio mendekatinya, tanpa sungkan ia melepas high heels-nya dan langsung melemparkannya ke arah laki-laki itu. Tidak hanya satu, tapi kedua kalinya ia lemparkannya kembali, hingga Dylio berteriak kesakitan.
Ya, Valerie akui, ia melempar sepatunya itu dengan kemarahan. Karena Dylio sudah berhasil menghancurkan reputasinya sebagai gadis baik-baik. Mengapa Dylio sampai tega melakukan itu? Entahlah.....
Ia segera memesan taxi online, saat di dalam lift. Menuju ke rumahnya.
Secara cepat pula, ia mengganti baju pengantinnya. Ia memasukan beberapa pakaian dan surat-surat penting ke dalam kopernya.
Tidak lama, ia sudah berada kembali di dalam taxi. Sejak itu Valerie menghilang tanpa jejak.
