Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

05. Perebutan Langit

"Cukup!"Jatayu tidak bisa lagi menahan diri dari serangan badai angin dari lawan yang memiliki kemampuan di atasnya. Pemuda berjubah putih yang juga mengenakan topi untuk menutupi rambut dan wajahnya akhirnya jatuh berlutut.

"Aku menyerah sekarang!" Darah segar mengalir dari sudut bibir Jatayu dan itu menandakan, jikalau dia sudah memiliki luka dalam yang bisa dikatakan cukup serius.

"Menyerah?" Lelaki berjubah ungu terlihat menarik kekuatannya sedikit demi sedikit hingga mereda. "Kalau begitu, cepat berikan anak itu kepadaku!"

Jatayu menggelengkan kepala tanda tidak menyetujui perintah orang tua berjubah ungu yang tampaknya sangat memaksa agar dirinya menyerahkan anak tersebut. Sebuah seringaian menghiasi bibir Jatayu yang saat ini berlutut sambil masih memanggul tubuh Langit. Dirinya telah bertekat untuk tidak akan melepaskan anak lelaki yang sudah lama menjadi incarannya.

Jatayu berucap dalam hati. "Aku sudah berusaha keras agar anak ini bisa keluar dengan sendirinya dari ruang kaca pelindung itu. Jadi, tidak mungkin aku akan memberikan anak ini pada orang itu. Tidak akan pernah atau ayah akan menghukumku karena kegagalanku."

"Bagaimana, Anak Muda?" Pria berjubah ungu berkata sembari berjalan mendekati Jatayu hingga jarak mereka hanya tinggal lima kaki jauhnya. "Kamu tinggalkan anak itu bersamaku dan kamu bisa segera kembali ke tempat asalmu tanpa segores pun luka yang akan berjejak di kulitmu."

"Maaf, Tuan! Aku tidak bisa menyerahkan anak ini kepada seseorng yang tidak aku kenal. Maka aku, Jatayu ini akan tetap mempertahankan demi keselamatannya!" Jatayu berkata sembari bersiap-siap hendak melawan pria berjubah ungu yang bersikeras meminta Langit darinya.

Bagi seorang Jatayu, Langit sudah dia anggap menjadi bagian dari keberhasilannya. Dia harus tetap mempertahankan anak itu dari siapa saja yang ingin merebutnya. Bahkan ia bertekad akan melawan orang tua ini hingga titik darah penghabisan.

Pria muda itu kemudian bangkit dan meletakkan tubuh anak kecil laki-laki yang masih dalam keadaan pulas tertidur. Sebelum kembali ke arena tempur, Jatayu melepaskan mantra pelindung gaib di sekitar tubuh Langit untuk mengurung anak tersebut dalam sebuah lingkup ruang yang tidak bisa dijangkau oleh orang lain.

"Hmm ... anak muda ini sangat berhati-hati sekali rupanya," pikir pria berjubah ungu sambil terus memperhatikan gerak-gerik pria muda yang diperkirakan usianya masih berada di bawah tujuh belas tahun. "Dia bahkan memasang ruang pelindung demi anak ini."

"Selesai!" seru Jatayu dalam hati sambil memperhatikan keadaan Langit. "Tetaplah di sini, Langit. Kakak akan menghadapi orang itu."

"Bagaimanapun caranya, aku harus bisa segera keluar dari hutan ini!" bisik Jatayu dalam hati sambil membelakangi orang tua yang terlihat tenang namun memiliki aura kuat yang hampir saja membuatnya kewalahan.

"Tuan, silakan langkahi dulu mayat Jatayu ini, jika Tuan ingin mengambilnya!" Jatayu berkata sambil membalikkan tubuhnya tanpa sedikit pun memperlihatkan wajah kepada pria berjubah ungu.

"Ooh, jadi namamu adalah Jatayu? Baguslah! Dengan begitu aku bisa mengingatnya." Pria berjubah ungu tetap terlihat tenang. Raut wajahnya bahkan tanpa ekspresi apa pun dan tidak ada kegentaran barang sedikit jua. "Sekarang aku minta padamu sekali lagi, cepat serahkan anak itu!"

"Dan ini juga yang terakhir kalinya kukatakan, kalau Jatayu ini tetap tidak akan menyerahkan Langit kepada siapa pun!" Jatayu tetap pada pendiriannya.

"Kamu begitu bersikeras, Jatayu. Maka aku pun tidak punya pilihan lain lagi." Pria berjubah ungu tua meluruskan tangan kanannya ke bawah hingga sejajar dengan paha. Telapak tangan lelaki tersebut tiba-tiba saja mengeluarkan segumpal cahaya ungu terang yang berpijaran. "Majulah, Jatayu! Kuharap kamu tidak mengataiku sebagai orang dewasa yang telah berbuat curang, karena telah melawan dan menindas anak kecil sepertimu!"

"Apa? Orang itu mengatakan aku anak kecil?" Jatayu bertanya dalam hati dan merasa sangat tidak suka atas perkataan pria tersebut. "Sepertinya, dia terlalu meremehkan aku!"

Jatayu pun segera menyiapkan kekuatannya dengan melakukan hal yang serupa dengan pria berjubah ungu. Tetapi yang keluar dari telapak tangan dan tubuh Jatayu bukanlah cahaya, melainkan asap hitam beracun yang teramat pekat dan segera menyebar ke segala arah.

Pria berjubah ungu menjadi sangat terkejut atas apa yang baru saja dilihatnya. "Bukankah asap ini adalah ...."

Pria berjubah ungu sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk berpikir, karena lawan sudah mendahului berteriak sembari melesat secepat kilat menghantamkan ilmunya yang segera dihadang dengan gumpalan cahaya ungu besar dan menjadi perisai dari serangan asap hitam.

Dua hantaman telapak tangan saling beradu, mendorong dan berhasrat untuk saling melahap inti kekuatan lawan. Hawa panas menyengat disertai kepulan asap hitam beracun benar-benar telah menguasai hutan hingga suasana menjadi berubah-ubah.

Gumpalan asap hitam dalam jumlah besar terus beputaran, melilit dan berusaha menembus pertahanan perisai cahaya ungu terang milik pria berjubah ungu yang masih tidak diketahui namanya ini.

Ternyata, kekuatan yang keluar dalam jumlah terlalu besar dan sangat dipaksakan ini juga bisa berakibat yang cukup mengejutkan. Kedua pria itu tiba-tiba saja berubah bentuk menjadi mahluk-mahluk aneh yang sekarang melesat ke angkasa malam, berkejaran dan saling menyemburkan api dari dalam tenggorokannya masing-masing.

Jika pria berjubah ungu berubah menjadi seekor naga besar bersisik ungu berkilatan, maka Jatayu berganti wujud menjadi naga hitam yang sangat menakutkan. Mereka bertarung di udara tinggi, berliukan, melayang dan beradu cakar sambil menjeritkan suara-suara lengkingan.

"Ternyata tepat seperti dugaanku. Kamu adalah salah satu naga dari Klan Naga Hitam!" seru naga ungu dengan bahasa Alam Langit Keempat tentu saja.

"Dan kau, Orang Tua! Ternyata kamu adalah salah satu dari Klan Naga Ungu yang konon leluhur ras-mu berkhianat dari Klan Naga Beraliran Putih hingga seluruh ras-mu harus menjalani hukum bantai!" Jatayu tertawa setelah berkata dalam bahasa Alam Langit Keempat.

"Itu hanya masa lalu dan bukan aku pribadi yang menjadi pengkhianat!" Naga Ungu merasa menjadi marah atas ucapan Naga Jatayu.

Pada saat pertarungan sedang berlangsung, ternyata Langit yang berada dalam lingkup array pelindung mulai tersadar dari tidurnya. Anak lelaki yang selalu menjadi buronan itu tampak bingung dengan keadaan sekitarnya. Gelap, sepi dan dingin sangat terasa menakutkan bagi anak seusia Langit.

"Di mana aku?" Langit tidak melihat siapa pun di sekitar tempat itu. Dirinya hanya sendiri dan tubuhnya masih lemah. "Gelap sekali dan aku ... aku sendirian?"

Ketakutan tiba-tiba saja langsung menghinggapi pikirannya. Langit berkeluh, meratap dan menangis. "Pamaaaan!"

"Paman An Seeeee, An Zi takuuuut" Langit menangis sambil memanggil sang paman. "Paman An Se, maafkan An Ziiiii! An Zi sudah melanggar larangan paman agar jangan pernah meninggalkan lembah dan sekarang, An Zi dikejar-kejar oleh merekaaa!"

"Pamaaaaan! Paman An Seeeeee!"

Terus menangis membuat perutnya terasa lapar dan juga haus, akan tetapi tidak ada makanan atau minuman sama sekali. Langit pun hanya bisa duduk memeluk lutut sambil mencoba mengingat-ingat kejadian apa saja yang telah dia alami selama seharian ini. "Semula aku sedang bermain dengan bibi pengasuh, lalu ada kelinci putih yang sangat lucu dan aku mengejarnya."

"Tanpa sadar aku keluar dari lembah dan tersesat, lalu ... tiba-tiba saja ada banyak orang yang mengejarku." Langit merinci kejadian hari ini di dalam pikirannya. "Kemudian juga, aku ditolong oleh Kakak Jatayu ... eh di mana dia?"

Langit mengedarkan pandangannya ke sekeliling hutan dan tidak ada apa pun yang ia temukan, selain hanya ada pohon, semak dan sesekali hewan-hewan malam berseliweran.

"Ya, Dewaaaaa! An Zi takuuuuut!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel