Bab 8
Tale Eight
"Semakin kau ingin melindungi, semakin kau akan terluka. Semakin mendapatkan hal yang kau inginkan, semakin kau akan kehilangan."
-The Moon That Embrace the Sun-
Hari itu seperti biasa Ayya masuk sekolah dengan malas-malasan, namun merasa sedikit senang karena dua cowok bodoh itu tidak lagi mengikutinya ke mana pun dia pergi, meski begitu tetap saja Reno dan Dion selalu menamaninya saat makan di kantin, katanya mereka sudah menganggap Ayya sebagai sahabat baik mereka, apalagi kan karakter Ayya sama seperti mereka jadi mereka memutuskan untuk menjadikan Ayya sebagai cewek yang dijaga mereka sekaligus sahabat cewek mereka.
Saat Ayya membuka tangannya, sebuah kalung berliontin bulan sabit tergenggam dengan indahnya. Memantulkan kilau cahaya yang membuatnya terpesona. Dia berpikir-pikir, bagaimana bisa dia memiliki kalung seindah dan semahal ini. Bahkan dia ragu jika orang tuanya mampu membeli kalung dengan harga yang tidak main-main. Dan setiap kali dia memandangi kalung itu, setiap itu juga Ayya merasakan rindu yang mendalam, rindu yang entah dirasakannya untuk siapa.
Kedua orang tuanya tidak mau bilang dari mana dia mendapatkan kalung tersebut, membuatnya tambah penasaran saja.
Ayya beranjak dari kursinya namun baru juga melangkah seseorang mendorongnya cukup kencang sampai-sampai kepalanya terbentur sudut meja. Ayya mengerjap terkejut, dia tertunduk dan merasa kesakitan ketika bayangan asing melintas di kepalanya.
Dalam bayangannya, Ayya melihat seorang cowok duduk di hadapannya. Memberikan dia sebuah buku tebal dengan wajah kesal, dan Ayya menerimanya sambil tersenyum sangat lebar hingga mau tak mau cowok itu ikut tersenyum juga.
"Apa itu?" gumamnya.
Seseorang kembali membenturkan kepala Ayya ke meja membuat bayangan yang tadinya buram itu kini semakin jelas dan membuat Ayya semakin terkejut.
Citra yang sedang membully Ayya tertawa lebar. "Liat! Dia nggak bisa ngelakuin apapun kalau nggak dijaga sama anjing-anjingnya. Mungkin mereka bosan sama majikannya yang miskin dan belagu ini," katanya tertawa lantang.
Semua orang berkerumun melihat Ayya yang tidak melawan sama sekali saat diganggu oleh Citra dan gengnya. Tidak ada satu orang pun yang berniat membantu Ayya, mungkin ketakutan karena ikut dibully oleh Citra.
Citra mencengkram wajah Ayya yang masih linglung karena terkejut oleh kilas bayangannya sendiri. "Baru sadar kalau lo nggak bisa apa-apa, hah beraninya nyuruh ngedeketin Reno sama Dion buat jadi tameng lo. Mereka udah nggak mau jadi anjing lo lagi." Citra tersenyum sinis lalu mendorong punggung Ayya sampai tersungkur dan itu membuat bayangan di kepala Ayya semakin jelas. "Kadang gue heran kenapa pihak sekolah mau nerima siswa kayak lo, nggak berduit. Buat jajan lo aja lo sampai harus kerja paruh waktu di kafe. Menyedihkan banget hidup lo."
Ayya mengerutkan keningnya kesakitan, di dalam bayangannya cowok itu terus tersenyum lebar kepadanya sambil berkata kata kalau Ayya harus berterima kasih padanya karena dia sudah bersusah payah mencarikan buku UN itu untuk Ayya. Tiba-tiba saja hatinya merasa sesak saat mengetahui siapa cowok yang selama ini selalu menghantui mimpinya.
Citra tertarik ketika kalung milik Ayya tergelatak di lantai, buru-buru dia mengambilnya dan menatap Ayya mengejek. "Dari mana lo dapat kalung semahal ini? Jangan-jangan lo nyuri ya, ya. Ck, ternyata di balik wajah lo yang lugu itu ternyata ..." Citra menggelengkan kepalanya, hendak memasukan kalung itu ke dalam saku seragamnya.
Ayya masih belum tersadar dari keterkejutannya. "Samudera ..." bisiknya dengan sangat pelan, memanggil cowok yang ada di dalam bayangannya.
Bersamaan dengan itu seseorang datang mencengkram tangan Citra yang hendak memasukan kalung milik Ayya ke dalam saku seragamnya. Semua orang terkejut melihatnya termasuk Ayya sendiri yang tiba-tiba saja matanya mengeluarkan air mata.
"Samudera," gumam Citra terkejut saat Samudera mencengkram lengannya dengan kuat.
Dengan wajah dingin dan setengah pucat Samudera memandang Citra dingin, di belakangnya Reno dan Dion tersenyum dengan lebarnya. "Sampai kapan lo mau bersikap sok penguasa kayak gini?" tanya Samudera menaikan sebelah alisnya kemudian mendesah panjang. "Dan jangan pernah berani lo ngehina orang-orang."
"Semua ini nggak ada hubungannya sama lo, Sam," desis Citra mencoba memberanikan dirinya.
Samudera tersenyum miring. "Memang, gue nggak ada urusannya sama kalian. Tapi bener, gue udah bosen liat lo bully orang-orang, atas dasar apa lo ngelakuin semua itu? Apa karena mereka beda sama lo. Yon, Ren, lo tau apa bedanya?"
Reno dan Dion yang ditanya oleh Samudera menegakan punggungnya dan berpikir. "Apa bedanya ya? Gue kira enggak deh, Sam. Bukannya mereka sama-sama makan nasi, sama-sama sekolah, sama-sama terbuat dari tanah. Terus apa dong yang bedanya."
"Gue tau," kata Samudera tersenyum menakutkan. "Bedanya karena lo dan geng lo BODOH semua dan orang yang lo bully PINTER semua."
"Ahh, betul tuh. Pasti lo cemburu kan karena mereka pinter bisa dapat nilai tanpa nyogok kan, Citra? Lo kan bodohnya parah banget."
"Betul banget, Ren," timpal Dion. "Makanya lo ganggu mereka biar lo bisa terkenal meski otak lo udah kayak udang kan, Cit?"
Wajah Citra memerah menahan malu, tidak ada satu orang pun yang berniat menolongnya termasuk teman segengnya, sampai kemudian cowok yang mungkin pacarnya Citra maju hendak menghajar Samudera namun dengan sangat cepatnya, dan masih dengan terus menatap Citra, Samudera menendang cowok itu sampai terjungkal ke belakang.
"Urus dia," perintah Samudera pada dua sahabatnya.
Citra semakin menggigil ketakutan di bawah tatapan dingin Samudera yang menakutkan. "Apa karena lo punya duit banyak lo jadi sok berkuasa kayak gini? Hanya karena lo punya duit banyak lo jadi bisa ngelakuin semau lo. Apa lo tau kalau gue sering nyebut orang macem kayak lo itu SAMPAH?"
Samudera mengangkat bahunya. "Emang sih gue juga sering pake duit orang tua gue. Tapi gue nggak nyombongin kayak lo atau geng lo. Hah, harusnya lo berkaca sama Ayya dan lainnya. Meski mereka miskin tapi mereka dapat duit dengan kerja keras mereka sendiri bukannya tinggal minta kayak lo. Dan jangan pernah ngerendahin orang lain sebelum liat seperti apa diri lo. Gue kira lo lebih rendah dari orang-orang yang lo bully karena lo itu SAMPAH."
Samudera mengambil kalung milik Ayya dari tangan Citra. "Jangan pernah nuduh orang sembarangan kalau lo juga ternyata pencuri."
Samudera melihat Ayya yang juga sedang menatapnya dengan perasaan campur aduk. Dia menghela napas panjang sebelum menyuruh dua sahabatnya buat pergi dari kantin sebelum ketahuan sama bu Fatma.
Kini giliran Citra yang terpuruk, untuk kesekian kalinya dia dipermalukan oleh Samudera dan kali ini di depan orang banyak. Mungkin saja sekarang ini dia tidak akan punya wajah lagi di depan semua orang.
Ayya yang baru tersadar segera bangun dan berlari mengejar Samudera namun dia tidak menemukan cowok itu di mana pun, ke mana perginga Samudera? Dia sungguh ingin bertanya suatu hal pada cowok itu. Bertanya: kenapa Samudera bisa ada dalam bayangan masa lalu yang dia lupakan?
Orang yang dicari-cari Ayya ternyata sedang ada di kantin belakang sekolah bersama kedua sahabatnya yang terus mengomel karena Samudera selalu bertindak seenaknya, beruntung tadi mereka cuma dihukum ngepel ruang guru coba kalau para guru mengeluarkan mereka dari sekolah, bisa kalau semuanya. Namun dengan tenang Samudera menyahut kalau popularitasnya akan semakin naik.
"Bukannya itu bagus?" tanya Samudera tanpa tahu malu.
Sontak Dion dan Reno memutar bola mata mereka jengah. "Kapan lo mau insyaf, Sam. Emang sih popularitas lo bakal naik tapi apa si Citra sama gengnya itu bakal diem aja setelah dibuat malu sama lo. Bisa mereka balas dendam sama lo gitu."
Samudera mengembuskan napas panjang. "Lalu apa kalian kira Vano sama gengnya nggak nyoba ngebales gue gitu? Asal lo tau aja, hampir tiap hari mereka ganggu gue sampe rasanya mau muntah. Beruntung bang Farel berhasil ngusir mereka. Coba kalau enggak ..."
"Tapi, Sam," kata Dion menatap Samudera dengan lekat. "Apa sih hubungan lo sama Ayya? Keliatannya lo peduli banget sama Ayya. Bahkan saking pedulinya lo langsung datang ke sekolah waktu kita bilang Citra punya rencana buat ganggu Ayya lagi. Padahalkan tadinya lo mau bolos lagi."
"Bukannya udah gue bilang kalau gue suka sama Ayya, dan gue nggak mau siapapun ganggu Ayya. Walau Ayya udah nolak gue dengan alasan yang nggak jelas sama sekali. Tapi gue tetep mau ngelindungi Ayya dari siapapun."
Tetapi Dion masih terlihat belum percaya sepenuhnya. "Ini bukan pertama kalinya lo suka sama Ayya kan, Sam," selidik Dion lagi. "Pasti kalian punya hubungan sebelum kalian berpisah mungkin."
Samudera mencibir kesal, saat hendak membalas ucapan Dion tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Sedikit heran saat melihat siapa yang menelponnya. Reno dan Dion ikut menjulurkan kepalanya, penasaran siapa yang menelepon Samudera di siang bolong seperti ini. Tidak mungkin ayahnya kan, setahu mereka Henry itu tipe ayah yang sangat galak dan menyeramkan. Samudera yang melihat tingkah sahabatnya mendelik lalu menjawab telepon itu.
"Ya hallo, Ma?!" sapa Samudera dengan nada ceria.
Di ujung sana Hania sedikit terkejut karena Samudera mau menjawab teleponnya. "Sam," panggil wanita itu dengan nada lembut dan sedikit terharu.
Samudera bingung mendengarnya, kenapa Mama tirinya berubah jadi aneh begini? "Ya, Ma. Mama kenapa? Mama baik-baik aja kan?" tanya Samudera khawatir.
Hania tersenyum senang, dia menggelengkan kepalanya meski dia tahu Samudera tidak akan bisa melihatnya. "Nggak, Mama hanya senang kamu jawab telepon Mama. Mama kira kamu benci Mama."
Lagi-lagi Samudera sedikit kebingungan, kenapa dia harus membenci Hania? Hanya karena Hania adalah istri Henry sekaligus Mama tirinya bukan berarti dia membenci Hania, tidak sama sekali. Malah dia bersyukur memiliki ibu seperti Hania yang begitu lembut dan sabar menghadapi sikap keras kepala Henry serta dirinya. Setidaknya dengan adanya Hania, ayahnya menemukan tambatan hatinya meski risikonya dia harus kehilangan ibunya untuk selamanya.
"Kenapa Mama mikir kayak gitu. Nggak lah, buat apa Sam benci Mama? Sam sayang Mama kok, kan Mama orang tuanya Sam."
Samudera mendengar Hania terisak sesaat sebelum kembali berkata, "Kamu masih di sekolah kan?" tanya Hania.
"Iya Ma. Sam baru aja beres ngerjain tugas, bukunya juga masih ada di depan Sam," sahut Samudera bohong padahal di hadapannya bukan buku-buku yang disebutkan oleh Samudera tadi melainkan bungkus makanan yang sudah habis dimakan.
"Senang mendengarmu belajar dengan rajin. Kamu baik-baik aja kan? Firasat Mama nggak enak belakang ini sama kamu."
Samudera tertegun sesaat, namun bibirnya melengkung. "Sam baik-baik aja, Ma. Sangat baik. Tapi ... ada apa Mama telepon?"
"Aishh Mama lupa. Kamu udah beres kan ngerjain tugasnya? Kamu bisa jemput Galih nggak di sekolahnya? Mama lagi ada di Bogor jadi nggak bisa jemput Galih."
"Tentu aja bisa, nanti Sam jemput Galih."
"Makasih banyak, maaf Mama merepotkanmu."
Samudera terkekeh. "Nggak lah Ma. Ya udah Sam siap-siap dulu. Jaga diri Mama baik-baik, assalamualaikum."
Setelah Hania berbasa-basi sedikit Samudera menutup teleponnya dan berniat pergi. "Gue pergi duluan, kalau bu Fatma nanya gue bilang aja kalau gue ada misi rahasia."
Kedua sahabatnya mencibir. "Misi rahasia apaan," ejeknya namun tersenyum lebar juga.
Samudera naik bus trans seperti biasanya, tadi pagi dia tidak sempat pulang terlebih dulu untuk ambil mobil atau motornya karena buru-buru. Bahkan tadi saja dia memaksa Dino untuk mengantarnya sambil ngebut. Dan betapa terkejutnya Samudera ketika dia tahu kalau Ayya juga naik bus yang sama sepertinya. Cewek itu duduk di kursi paling belakang sambil melihat ke luar jendela.
Samudera memilih berdiri karena kursi bus penuh semua. Sambil terus menatap Ayya yang juga belum menyadari kehadirannya dia memasang headphone ke telinganya dan memutar lagu klasik kesukaannya. Setelah itu dia tidak lagi mendengar suara apapun kecuali musik di telinganya, bahkan dia sama sekali tidak tahu kalau Ayya tengah berdiri di sampingnya.
"Ya ampuun," katanya terkejut ketika Ayya menarik kabel headphonenya. "Lo tau kan caranya nyapa orang. Bikin gue terkejut aja."
Untuk pertama kalinya Ayya tersenyum membuat Samudera terkejut sekaligus terpesona. "Kamu keliatan cantik banget waktu senyum kayak gitu," ujar Samudera tanpa sadar.
Sontak saja mendengar hal itu Ayya kembali cemberut seperti biasa. "Jangan lebay deh, Sam."
"Gue nggak lebay kok, gue hanya berkata jujur aja."
Ayya mencibir, dia kira setelah pembicaraan tempo itu Samudera akan berubah. Setidaknya cowok itu tidak akan terang-terangan lagi mengatakan perasaannya, atau setidaknya menghindarinya atau lebih parahnya lagi sakit hati. Tapi melihat kelakuannya saat ini, sepertinya Samudera baik-baik saja.
"Terserah lo deh," kata Ayya pada akhirnya. "Makasih udah nolong gue tadi," imbuh Ayya tak berani menatap mata Samudera.
Samudera tersenyum lebar. "Sama-sama, gue udah jengah juga sih sama kelakuannya Citra. Sok berkuasa banget."
Ayya diam teringat kembali pada bayangannya tadi siang, kilas bayangan di mana ada Samudera di dalamnya. "Sam, apakah kita saling kenal sebelumnya?"
Samudera mengerutkan keningnya tak mengerti. "Apa maksud lo?"
Ayya mengangkat bahuntmya. "Entahlah, gue hanya ngerasa kalau dulu kita saling kenal."
Barulah saat itu Samudera terdiam, bahkan dia tidak berani menatap mata Ayya. Di satu sisi dia merasa senang jika seandainya ingatan Ayya yang hilang kembali lagi namun di sisi lain dia juga akan merasa sedih jika seandainya Ayya memilih pergi darinya.
"Apa jangan-jangan, dulu kita satu sekolah," kata Ayya tiba-tiba membuat Samudera terkejut. "Terus lo bully gue, tapi karena kecelakaan gue jadi lupa sama lo. Dan karena lo ngerasa bersalah makanya lo jadi suka sama gue dan nggak niat ngebully gue lagi."
Kiarin apaan, kata Samudera dalam hati, gemas melihat tingkah lucu Ayya. "Terserah lo aja deh, gue mah ikutan aja."
Ayya mencibir. Dia bertanya apakah Samudera akan terus menyukainya padahal dia sama sekali tidak menyukai Samudera. Cowok itu diam sesaat tidak menjawab pertanyaan Ayya. Barulah saat dia turun dari bus Samudera menjawab pertanyaan Ayya,
"Hanya karena gue bilang gitu bukan berarti gue ngejauhin lo. Gue tetep bakal suka sama lo entah sampai kapan, nggak peduli jika lo bales perasaan gue atau enggak. Karena udah gue bilang, elo itu rumah gue dan gue nggak mau ninggalin rumah gue untuk kedua kalinya."
***