Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

Tale Seven

"Setiap orang mempunyai satu ingatan yang tak akan pernah bisa pudar, sekeras apapun mereka mencoba menghapusnya."

-Nice Guy-

Ayya merasakan hal aneh dalam dirinya semenjak sore itu. Hari di mana Samudera mengungkapkan kebenaran dalam hatinya dan sepakat untuk menjauhinya, benar-benar menjauhinya karena sejak hari itu Samudera tidak masuk sekolah selama beberapa hari sebelum akhirnya masuk lagi meskipun itu hanya beberapa jam karena Samudera bolos sekolah lagi sampai sekarang.

Hidupnya sedikit merasakan ketenangan, setidaknya dia tidak perlu meladeni sikap Samudera yang aneh-aneh. Kali ini fokusnya hanya untuk belajar dan berusaha untuk menghindari Citra yang kini malah lebih sering mengganggunya setelah tahu kalau Reno dan Dion mulai dekat dengannya.

Meski begitu sebenarnya dia tidak tega bertindak kasar pada Samudera. Cowok itu sebenarnya sangat baik hanya saja, kelakuannya agak aneh. Terlalu mengganggunya. Seolah dia sudah mengenal lama dirinya sehingga saat bertemu kembali Samudera bersikap menyebalkan. Padahal kenyatannya, dia sama sekali tidak mengenal Samudera, bahkan mendengarnya pun baru-baru ini saat dia pindah ke Jakarta.

Setelah semuanya siap Ayya ke luar dari dalam kamarnya. Mendapati ayah dan ibunya yang sedang berkumpul di meja makan untuk sarapan pagi. Dalam hari dia tersenyum melihat kedua orang tuanya, meskipun keadaan ekonomi mereka pas-pasan mengingat pekerjaan ayahnya yang hanya seorang pegawai pabrik sedangkan ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Namun hidupnya terasa sempurna, meskipun hal ini selalu menjadi ejekan di sekolah barunya.

Andaikan saja ayahnya tak perlu tugas di Jakarta. Mungkin hari ini dia masih bisa bertemu dengan teman-temannya yang menerima dirinya apa adanya lalu pergi ke laut untuk belajar bareng. Ahhh, kehidupan dulunya memang sungguh menyenangkan. Tapi mulai sekarang dia tidak akan pernah mendapatkannya lagi mengingat perlakuan kasar dari murid di SMA Century.

"Bagaimana sekolah barunya? Apa menyenangkan?" Rahma bertanya sambil memberikan roti selai cokelat kepada Ayya.

Inginnya Ayya menjawab jujur kalau dia diperlakukan buruk oleh teman-teman barunya. Namun dia tidak ingin membuat ibu dan ayahnya sedih, mereka berdua sudah bersusah payah untuk memasukannya ke SMA Century-yang sekolah terkenal di Jakarta. Apalagi hidup mereka menjadi semakin susah setelah dulu dia mengalami kecelakaan cukup parah sehingga mereka terpaksa pindah ke Bali walaupun pada akhirnya mereka kembali lagi ke Jakarta.

Kecelakaan itu? Ayya tak mengingatnya sama sekali, ayahnya bilang kalau dia mengalami benturan di kepalanya sehingga sebagian memorinya hilang. Sebab itulah orang tuanya membawanya pindah ke Bali untuk menyembuhkan dirinya.

"Ayah, ibu, dokter bilang kalau sebagian ingatanku hilang. Apakah ... ada seseorang yang kulupakan?" tanyanya dengan penasaran, pasalnya akhir-akhir ini dia selalu bermimpi aneh. Di mana Ayya melihat seorang lelaki yang selalu tersenyum padanya.

Sontak mendengar hal itu Arif dan Rahma saling berpandangan, namun Arif menggelengkan kepalanya ketika Rahma hendak mengatakan sesuatu membuat Ayya tambah penasaran jadinya. Apa yang sebenarnya terjadi saat kecelakaan itu?

"Nggak ada, kata dokter kamu hanya nggak ingat kenapa kamu bisa tertabrak oleh mobil. Nggak ada yang perlu dicemasin."

Ayya merenung, masih tampak tak percaya. "Lalu kenapa aku selalu melihat bayangan seseorang. Kurasa dia ada hubungannya denganku."

Arif tersenyum. "Itu kan hanya mimpi. Mungkin kamu lagi banyak pikiran aja, apalagi kan sekarang kamu harus belajar yang giat agar lulus UN nanti."

Meski begitu Ayya tetap tidak mempercayai kata-kata ayahnya. Benarkah dia hanya kelelahan jadi berhalusinasi tentang seseorang. Lelah berpikir sendiri, Ayya memutuskan untuk berangkat saja ke sekolah. Menolak ajakan Arif yang hendak mengantarnya namun ditolak dengan tegas dan bilang kalau Ayya naik bus transjakarta saja.

Di dalam bus, lagi-lagi Ayya tidak kebagian tempat duduk karena busnya penuh. Dia berdiri sambil berpegangan, matanya melihat ke sekitar entah pikiran dari mana tiba-tiba saja dia teringat pada Samudera. Biasanya setiap pagi cowok itu selalu naik bus yang sama sepertinya dan berusaha untuk mengajaknya ngobrol. Namun sekarang tiba-tiba saja suasananya terasa sepi.

Bahkan saat di sekolah pun dia merasakan hal yang sama. Terkadang Ayya menoleh ke belakang untuk melihat bangku kosong yang selalu ditempati oleh Samudera. Tentang Dion dan Reno, Ayya tak lagi mempermasalahkan kedua cowok itu yang selalu mengikutinya ke mana pun dia pergi karena Ayya tahu sampai kapan pun dua cowok aneh itu tidak akan pernah pergi kecuali Samudera yang memerintahnya. Bahkan Ayya penasaran apa yang diberikan Samudera pada dua sahabatnya ini sampai-sampai mereka mau melakukan apapun yang diperintahkan Samudera.

Suasana tenang menyelimuti Ayya ketika dia duduk di kantin dengan sepiring batagor di hadapannya. Sudah dua hari ini Citra dan gengnya tidak lagi mengganggunya, entah karena bosan atau karena agak takut sama Dion dan Reno yang senantiasa selalu melindunginya bahkan rela berkorban dihukum oleh guru demi melindungi Ayya yang hendak kena tamparan dari cewek menyebalkan itu.

Dalam hati Ayya menghitung sampai tiga, dengan asumsi kalau Dion dan Reno duduk di hadapannya.

"Siang, Ayy. Minta dong batagornya," kata Dion nyengir lebar sambil menatap batagor milik Ayya.

Tuh kan benar, dua cowok nyebelin ini memang selalu duduk satu meja dengannya setiap hari dan meminta makanan miliknya. Bahkan Ayya berpikir kalau dua cowok itu datang ke sekolah tidak pernah bawa uang sedikit pun.

"Nggak, kalau mau beli aja sendiri," balas Ayya kesal sambil melindungi batagornya dari santapan liar cowok bernama Dion.

"Dasar pelit."

"Iya nih, kita cuma minta dikit kok." Reno ikut nimbrung sambil bersiap mengambil satu suapan.

Namun Ayya kembali menahannya dengan kesal. "Kalian ini, dikit-dikit ujungnya batagor gue dihabisin. Nggak mau ah, sana pergi sendiri kalau mau."

Reno dan Dion cemberut, mereka terus membujuk Ayya untuk memberi mereka satu suapan saja dengan begitu mereka tidak akan meminta apapun lagi pada Ayya. Namun cewek itu sama sekali tidak percaya dengan bualan Reno dan Dion, pasalnya dia sangat tahu seperti apa sifat mereka berdua. Sekarang aja ngomongnya menjadi yang terkahir tapi nyatanya esok-esoknya pasti minta lagi dengan alasan yang sama.

"Gue nggak percaya. Sana deh pergi beli sendiri."

Pada akhirnya dua cowok itu memilih membeli makanannya sendiri lalu memakannya satu meja dengan Ayya sambil terus meminta batagor milik Ayya dengan alasan kalau mereka ingin batagor tapi Mas penjual batagornya bilang sudah habis, jadi terpaksa mereka membali bakso tahu.

"Makan aja yang itu. Batagor sama bakso tahu itu nggak jauh beda."

"Kata siapa?" bantah Reno dan Dion bersamaan, bahkan Ayya berpikir kalau mereka adalah saudara kembar.

"Terserah kalian aja deh, gue nggak peduli." Ayya ingin memakan batagornya namun dihentikan oleh Dion. "Kenapa?"

Reno tersenyum lebar lalu menukar piringnya dan piring Dion yang berisi bakso tahu dengan batagor milik Ayya. Kedua cowok itu tersenyum sangat lebar, senang bisa makan favorit mereka.

"Apa-apaan itu-mmhhh," ucapan Ayya terputus ketika Reno menyumpal mulutnya dengan sesuap penuh bakso tahu. Sedangkan dua cowok itu tersenyum sangat lebar sambil memakan batagor milik Ayya. Hampir saja Ayya muntah melihat tingkah Reno dan Dion yang makan batagor sepiring berdua sambil tersenyum lebar seperti itu.

Jika saja dia tidak mengenal Reno dan Dion dengan baik maka akan dipastikan kalau Ayya akan menganggap mereka berdua adalah pasangan homo.

"Apa kalian nggak malu?" tanya Ayya sambil memakan dua porsi bakso tahunya dengan sangat kesal.

Sontak kedua cowok itu memandang Ayya dengan raut bingung.

"Apa kalian nggak malu diliat sama semua orang di kantin. Mereka nganggap kalian itu pasangan homo."

Bukannya marah mereka berdua malah cengengesan. "Kita nggak peduli apa kata orang. Yang penting kan ini hidup kita, dan yang terpenting lagi kita ini cuma sahabat. Lagi pula gue masih suka cewek, ck ... cowok macam Reno sebleng ini mana bisa buat gue jatuh cinta."

"Ngebela sih boleh, tapi jangan sambil ngejek gue juga kali," kata Reno dengan kesal lalu memukul kepala Dion sampai cowok itu mengaduh kesakitan.

"Sakit, Dodol!!"

Mereka berdua terus berdebat sedangkan Ayya yang melihatnya hanya bisa menghela napas sabar, terkadang dia merasa heran bagaimana bisa Samudera berteman dengan dua cowok aneh ini. Jangan-jangan sikap aneh Samudera tertular dari sahabatnya atau bahkan mereka memang tipe cowok yang aneh-aneh. Jadi pas kalau mereka bersahabat baik.

Pas sih ya pas tapi hal itu membuatnya sangat kesal.

"Ren, Yon, bisa nggak lo bilang sama Sam buat nggak nyuruh kalian ngikuti gue terus? Bosen gue tiap hari liat muka kalian. Mending kalau kalian ganteng, lahh ini bahkan monyet pun jauh lebih baik dari kalian."

"Wah wah wah, liat cewek satu ini. Beraninya dia ngejek kita berdua, bahkan dia ngatai wajah gue yang ganteng kayak Song Joong Ki ini monyet, sungguh keterlaluan. Dan juga kita nggak bisa mengabaikan perintah Sam gitu aja, bagaimana pun juga dia sahabat kita berdua."

"Betul tuh," timpal Dion setuju namun sejurus kemudian ekspresi bingung tercetak jelas di wajahnya. "Tapi tunggu siapa itu Song Joong Ki?" tanyanya.

"Eh?" wajah Reno sama bingungnya. "Gue juga nggak tau siapa dia? Emangnya lo tau? Gue cuma denger dari anak cewek yang lagi ngegosip di toilet katanya Song Joong Ki itu ganteng banget, yaudah gue pake aja."

Dion meneloyor kepala Reno. "Dasar, makanya jangan suka dengerin gosip kayak gitu, kayak cewek aja."

Lagi-lagi Ayya memutar bola matanya, apa dua cowok ini tidak bisa berhenti beramtem untuk sebentar saja, dari tadi selalu saja ada bahan debatan yang membuatnya kesal setengah mati.

Daripada melihat dua cowok aneh kayak Reno dan Dion bertengkar, Ayya memutuskan untuk pergi saja menghindari mereka tanpa memberitahu mereka terlebih dahulu, biarlah mereka berantem sesuka hati mereka.

***

Pulang sekolah, Ayya tidak langsung pulang ke rumah melainkan pergi ke kafe tempatnya bekerja paruh waktu. Dia benar-benar beruntung bisa bertemu dengan Rena yang menolongnya dan memberinya pekerjaan padahal dia masih sekolah. Biasanya Ayya akan bekerja dari mulai sore hari ketika pulang sekolah sampai jam 9 malam.

Awalnya agak canggung tapi lama-kelamaan jadi terbiasa juga. Dia senang bisa bertemu dengan orang-orang baru dengan karakter yang baru-baru juga karena tidak setiap orang memiliki sifat yang sama. Kedua orang tuanya juga pun sudah tidak keberatan lagi dengan pekerjaannya, mereka berpikir jika hal itu bisa membuat Ayya bahagia lakukan saja asal jangan kelebihan batas.

Saat Ayya hendak menyeberang ke kafe, sekilas dia melihat sosok cowok yang baru saja ke luar dari dalam kafe dengan pakaian piama khas rumah sakit yang ditutupi oleh jaket hoodi bewarna biry tua. Yang paling membuatnya terkejut adalah cowok itu mirip banget seperti Samudera, hanya saja wajah Samudera terlihat agak pucat dari biasanya.

Sedang apa Sam di sana? Ayya bertanya-tanya, apa alasan sebenarnya Samudera bolos sekolah lama-lama seperti itu?

Ketika Ayya sudah ada di depan kafe Samudera sudah tidak ada lagi, entah ke mana perginya tapi yang pasti sangat cepat sekali. Dia langsung masuk ke dalam kafe dan bertanya pada Siska yang kebetulan sedang bertugas tentang Samudera yang baru saja masuk ke dalam. Dan dengan hebohnya Siska bercerita kalau cowok yang baru ke luar tadi itu ganteng banget dan super baik.

"Tau nggak?! Dia sama sekali nggak marah waktu gue salah beri dia pesanan. Dia cuma senyum manis sambil bilang; 'nggak papa' gilaa!!" pekik Siska heboh.

Ayya menghela napas kesal, dia melihat ke sekeliling dinding kafe yang dipenuhi oleh harapan orang-orang. Di sini memang terkenal dengan kafe harapannya, semua orang yang datang ke sini pasti menulis keinginannya dengan harapan suatu saat nanti keinginannya terkabul. Maka itulah kafe ini dinamakan Someday Cafe, yang kemungkinan besar artinya adalah suatu hari nanti aku mau apa, suatu hari nanti aku ingin apa dan seterusnya.

Bahkan masih teringat jelas dalam ingatannya ketika Samudera datang berkunjung terakhir kalinya. Waktu itu Samudera bertanya; kenapa Ayya selalu membawa spidol saat bertugas, setahunya Ayya itu bukan waiter karena pelanggan di sini harus ke counter untuk memesan makanannya.

"Ini untuk menulis harapan lo di dinding kafe."

Samudera mengerutkan keningnya ragu. "Untuk apa? Apakah harapannya akan terkabul kalau lo nulis harapan lo di sana."

Ayya menggertakan giginya kesal. "Udah ah, capek gue ngomong sama lo. Gak semua harapan orang-orang terkabul jika nulis di sini. Tapi seenggaknya kalau kita nulis di sini, akan ada orang baik yang mendoakan dan itu bisa sedikit sedikit mendorong harapan kita tercapai. Ngerti."

Samudera berdecak lagi. "Bahkan gue ragu jika ada orang yang mau doain harapan gak jelas mereka."

Karena kesal Ayya pergi meninggalkan Samudera. Dan baru teringat sekarang kalau dia meninggalkan spidolnya di atas meja yang ditempati oleh Samudera. Apa cowok itu melakukan sesuatu pada spidolnya, saat dia hendak memeriksa meja yang selalu ditempati oleh Samudera tiba-tiba saja sang pemilik kafe memanggilnya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel