Bab 5
Tale Five
"Percayalah bahwa hari yang baik akan datang suatu hari nanti, kau bisa bertahan sebanyak yang kau bisa"
–You're All Surrounded–
Berkali-kali Ayya melihat ke belakang sambil mengumpat kesal. Kenapa juga cowok aneh itu terus mengikutinya, dari sejak sepulang sekolah sampai dia hampir tiba di rumahnya cowok itu tetap saja mengikutinya tanpa lelah. Bahkan tadi Ayya memilih jalan memutar agar cowok itu terkecoh, namun sepertinya cowok itu lebih pintar darinya karena bisa mengikutinya dengan sangat mudah.
Ayya menghentak-hentakkan kakinya, berharap cowok itu mengetahui kalau dia sangat kesal karena diikuti. Setengah jam kemudian Ayya menghentikan langkahnya, berbalik ke belakang hingga menghadap ke arah cowok yang sedari tadi mengikutinya tanpa henti.
"Ngapain sih lo ngikuti gue terus?" tanyanya kesal.
Cowok yang mengikuti Ayya yang tak lain adalah Samudera tersenyum lebar. "Gue ngikutin lo? Buat apa?" balasnya tak acuh.
Ayya memutar bola matanya jengah. "Kalau gitu, kenapa dari tadi lo terus ngikuti gue?"
Samudera tampak keheranan, keningnya berkerut sambil melihat ke sekitar. "Eh ini di mana? Gue tadi hanya sedang jalan ke rumah gue, kok bisa ada di sini ya?" gumamnya dengan wajah polos.
Ayya melongo, tak habis pikir dengan jalan pikiran cowok satu ini. Tidakkah Samudera menyadari kalau sedari tadi cowok itu mengikutinya ke mana pun dia pergi. Sepertinya omongan tentang Samudera Arial Stevano yang terkenal galak dan menakutkan itu salah deh. Mana ada orang menakutkan bersikap bodoh dan polos macam anak kecil sepeti Samudera ini.
"Lo nggak sadar kalau dari tadi lo ngikutin gue?" tanyanya dengan emosi.
Masih dengan sikap polos Samudera menggelengkan kepalanya. "Gue hanya mau ke rumah gue."
"Memangnya rumah lo di sekitar sini?"
"Bukan," sahutnya tenang.
"Kalau gitu kenapa lo ikut gue terus. Lo pulang aja ke rumah lo."
Mata cokelat Samudera mengerjap, wajahnya percis seperti anak kecil. Menggemaskan. "Lo kan rumah gue. Satu-satunya tempat gue pulang hanya elo."
"Eh? Apa?" Jelas saja Ayya terkejut dengan perkataan Samudera. Apa cowok itu sedang menggombal. "Lo kira gue ini bangunan? Sana lo pulang aja, gombalan lo nggak mutu banget," sembur Ayya. Meskipun wajahnya memerah karena terkejut dengan gombalan receh Samudera.
"Tapi ... gue selalu keinget lo kalau gue nggak sama lo. Pengennya kita selalu bersama gitu."
Kali ini giliran Ayya yang salah tingkah, apa Samudera beneran suka padanya? Dari sikapnya yang perhatian, lembut, dan mencoba untuk menggombal—meskipun usahanya sia-sia karena dia sama sekali tidak terpengaruh. Tapi dari orang-orang, katanya Samudera ini playboy. Hampir semua cewek Samudera gaet, apakah Samudera mendekatinya karena dia disuruh Citra untuk membullynya lewat perasaan.
"Udahlah gue nggak terpengaruh. Gombalan lo nggak mempan sama gue. Mending lo cari cewek lain yang lebih baik dari gue."
Samudera berubah cemberut, tiba-tiba saja dia menghubungi temannya dan mengatakan kalau kata-kata manis yang diucapkannya kepada Ayya tidak mempan sama sekali. "Jadi gue harus ngatain apa lagi biar dia percaya sama gue? Kata-kata yang lo sebutin tadi katanya nggak bagus. Cari yang lain aja deh."
Lagi-lagi Ayya takjub dengan sikap Samudera yang benar-benar sangat aneh. Jadi gombalan tadi itu bukan berasal dari otak Samudera melainkan saran dari teman-temannya untuk menyatakan perasaan Samudera padanya.
Ahh, Samudera ini seorang playboy atau bukan sih? Sikapnya bodoh banget.
"Ohhh, oke bakal gue coba. Makasih." Samudera menyembunyikan ponselnya dan menatap Ayya sambil tersenyum lebar. "Ayya, lo tau nggak kalau kalau lo itu kayak matahari yang selalu nerangi hidup gue?"
"Lo kelihatan konyol banget tau nggak, Sam."
"Tapi lo bukan hanya menerangi hidup gue aja. Tapi lo juga buat gue takut," kata Samudera melanjutkan ucapannya, mengabaikan ejekan Ayya terhadapnya. Mendadak wajahnya berubah serius, entah mungkin kali ini kata-katanya berasal dari otaknya sendiri.
Namun Ayya tidak melihat kesungguhan Samudera, dia hanya menganggap kalau Samudera sebagai barang taruhan saja. Di dunia ini tidak ada cinta yang benar-benar tulus, apalagi cinta menurut pandangan Samudera. Cowok itu pasti sedang mempermainkannya dan maaf, dia sama sekali tidak tertarik masuk ke dalam permainan Samudera.
"Sam, jujur aja gue nggak pernah percaya sama lo. Bagi gue lo itu aneh, karena lo gue semakin dibully sama Citra. Dia bilang lo berubah karena gue. Dan gue nggak mau dibully lagi gara-gara lo. Udah capek tiap hari diam aja. Gue hanya mau lulus sekolah dengan tenang, dan tolong jangan ganggu gue. Hanya karena menurut lo gue berarti bukan berarti lo suka sama gue. Jangan pernah salah paham sama perasaan lo sendiri. Itu hanya rasa kasihan atau ... benci."
Ayya menatap Samudera lama sebelum akhirnya berjalan pergi meninggalkan Samudera sendirian dia tempatnya berada. Cowok itu hanya bisa diam memandangi Ayya hingga menghilang dari pandangannya.
"Kamu nggak tau aja, saking berartinya kamu buatku. Aku sampai rela mengorbankan nyawaku sendiri. Apakah itu belum cukup?" tanya Samudera entah kepada siapa. Bibirnya tersenyum, meskipun tanpa sadar air mata menuruni pipinya. "Kamu benar-benar melupakannya, Ayya? Ugghh, kenapa cinta pertamaku tidak berjalan dengan mulus."
Pada akhirnya Samudera hanya bisa berbalik pergi. Padahal tadinya dia berharap bisa bersama dengan Ayya dalam waktu yang cukup lama. Namun sepertinya Ayya benar-benar tidak menyukainya.
Apa harus kulakukan dengan perasaanku? Aku nggak bisa memaksa perasaanku sendiri untuk menghentikan semua ini.
Sambil berjalan pulang, Samudera kembali mengingat pertemuannya dengan Ayya saat di kantin seminggu yang lalu. Entah apa yang ada dalam pikirannya sehingga dia terpesona dengan senyum serta mata Ayya yang berbinar cerah. seolah dunianya yang suram sirna dengan cahaya. Bahwa masih ada harapan untuknya di dunia ini.
Ahh, sepertinya dia harus lebih berusaha lagi untuk mendapatkan hati Ayya, meyakinkannya akan suatu hal dan membuatnya terlindungi dari siapapun, hingga suatu saat nanti jika dia pergi. Maka dia bisa pergi dengan tenang tanpa rasa beban dalam hatinya.
"Aku bisa melakukannya kan?"
Tiba-tiba Samudera membalikan badannya ke arah jalan yang dituju oleh Ayya. Bibirnya tersenyum sangat lebar. "Tapi aku nggak bercanda, Ay. Kamu memang rumah tempatku pulang. Senang rasanya bisa kembali lagi ke rumah."
***
Samudera melihat isi kulkasnya yang penuh oleh sayuran hijau, dia mengeluh pelan. Apa Dion yang melakukan hal ini? Mengganti makanan favoritnya dengan sayuran hijau. Memangnya dia kambing apa yang suka makan rumput, bahkan Dion juga mengganti makanan Jojo—kucingnya—dengan sayur pula. Apa dokter itu sudah gila.
Samudera menghempaskan tubuhnya di atas sofa dengan raut kesal. Apa mulai sekarang Dion akan mengatur apa yang akan dimakannya nanti? Di saat Samudera sedang berpikir serius tiba-tiba saja kucingnya datang dan langsung duduk di pangkuan Samudera sambil menatapnya dengan binar mata khas seekor kucing.
"Jauhkan tatapanmu dariku!" seru Samudera kesal pada kucingnya. "Aku tau kau lapar, tapi jangan menatapku seperti itu. Bukan aku yang menghilangkan semua makanan kita. Tapi sepupuku yang nyebelin melakukannya."
Samudera bebaring miring, menatap Jojo dengan cemberut. Sementara Jojo sendiri bersikap manja, berusaha untuk membujuk majikannya agar memberikannya makan. "Makan saja sayuran sana, aku sih nggak mau jadi kambing yang tiap hari makan sayur."
Meong
Kesal sendiri dengan kucingnya, Samudera bangun. Matanya melihat ke sekeliling apartemennya yang terlihat sepi. Sampai kapan dia akan hidup sendiri seperti ini? Namun dia terlalu takut untuk pulang ke rumah.
Takut Papanya tak suka melihat kehadirannya.
"Ayo kita cari makanan, Jojo," seru Samudera sambil memakai jaketnya. Dia berjalan ke arah pintu yang langsung diikuti oleh Jojo.
Samudera sudah terbiasa pergi bersama Jojo jika mencari makanan. Kucing aneh itu selalu menemaninya ke mana pun jika dia membawanya. Jojo tipe kucing yang tidak rewel apalagi sampai menyusahkannya. Kucing itu bisa mengatasi masalahnya sendiri kecuali makanan. Jika Samudera telat memberi makan maka Jojo akan berubah jadi kucing garong yang menakutkan.
Jojo sudah dianggap sebagai keluarga oleh Samudera. Bahkan sahabat-sahabatnya sering mengatainya lebay karena menganggap seekor kucing sebagai keluarga. Namun mereka tak tahu saja kalau Jojo adalah kucing spesial.
"Kayaknya itu tempatnya bagus deh," kata Samudera melihat warung di pinggir jalan. Namun di kursi penumpang Jojo menggeram, seolah dia tidak setuju dengan tempat makan yang dipilih Samudera. "Dasar kucing aneh. Sebenarnya kau itu manusia atau hewan? Makan saja pilih-pilih," gerutu Samudera kesal namun menuruti keinginan kucingnya untuk tidak makan di sana.
Kali ini tanpa bertanya lagi pada Jojo, Samudera menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah kafe dengan dinding kaca besar yang menghiasinya. Matanya menatap ke arah orang-orang yang sedang berbicara sambil meminum kopi, ada juga yang sedang makan malam. Perasaannya sedikit ragu, haruskah dia masuk ke sana. Apa dia akan mengenalinya?
Lama Samudera berada dalam mobilnya, ini bukan kali pertama Samudera berdiam diri di depan sebuah kafe. Dia melakukannya dengan sangat sering, hampir setiap malam atau pun sedang bolos sekolah pasti dia ke sini. Hanya berdiri di luar tanpa berniat masuk ke dalam.
"Apakah aku harus masuk ke sana, Jo?" tanya Samudera pada kucingnya.
Namun Jojo tidak bersuara, kucing itu malah menggulung tidur. Lagi-lagi Samudera mencibir, apa Jojo sudah bosan mendengar curhatannya—atau pertanyaannya—setiap kali dia berdiam diri di depan kafe ini. Namun entah mengapa malam ini Samudera menguatkan hatinya untuk masuk ke dalam kafe.
Meskipun awalnya Samudera sangat ragu bahkan tangannya sampai bergetar namun pada akhirnya dia masuk ke dalam. Meninggalkan kucingnya yang enak-enakan tidur di dalam mobilnya, nanti saja deh dia cari makan untuk Jojo yang penting sekarang perutnya bisa teratasi dulu.
"Selamat datang di Someday Cafe, anda mau pesan apa?" tanya seorang pelayan dengan ramah. Matanya mendelik melihat penampilan Samudera yang acak-acakan tapi malah terkesan ganteng.
Samudera mengerutkan keningnya bingung, pelayan ini nanya mau pesan apa sedangkan dianya saja belum melihat buku menunya. "Cokelat panas dan nasi goreng saja," katanya sedikit tersenyum.
"Oke silakan tunggu."
Samudera berbalik mencari meja yang masih kosong setelah melakukan pembayaran. Sembari menunggu pesanannya datang, mencoba untuk mencari seseorang yang selama ini menjadi alasannya untuk bolos sekolah. Setahunya orang itu selalu di kafe setiap hari namun kenapa malam ini orang itu tidak datang. Apakah terjadi sesuatu padanya?
Lamunan Samudera buyar ketika seorang pelayan datang memberikan pesanan Samudera. Senyum ramah yang tersungging di bibir pelayan itu seketika luntur saat melihat siapa pelanggannya. Bahkan dia mengentakan gelas cokelat yang diberikannya untuk Samudera.
Sementara itu Samudera menatap makanannya dengan raut cemberut sebelum akhirnya melihat siapa pelayan yang bersikap sangat tidak sopan pada pelanggannya. Seketika matanya membulat, meskipun bibirnya menyunggingkan senyum lebar.
"Ngapain lo di sini?" tanya pelayan itu marah.
Samudera menelengkan kepalanya, dia melambaikan tangannya sebagai tanda sapaan. "Haii, Ayya!! Kita ketemu lagi rupanya."
"Jawab gue, ngapain lo di sini?" tanya Ayya, masih juga tak mengerti kalau Samudera datang untuk makan.
Masih dengan senyum lebar Samudera berkata, "Apa ini yang disebut takdir?" Samudera mengabaikan pertanyaan Ayya. "Kita selalu saja ketemu. Dari buku yang gue baca itu artinya kita ditakdirkan untuk bersama. Wow, ini hebat."
Kini giliran Ayya yang diam, lagi-lagi takjub dengan sikap Samudera yang aneh. Apa maksud cowok ini? "Takdir pala lo. Jangan bilang kalau lo ngikutin gue sampai ke sini?"
Dengan polosnya Samudera menggelengkan kepalanya. "Siapa yang ngikutin lo? Gue emang suka banget sama lo tapi gue juga nggak mungkin ngikuti lo seharian. Bisa item kulit gue nanti nggak ada cewek lagi yang suka sama gue, termasuk lo yang ilfeel sama gue karena nggak ganteng lagi."
Sudah bodoh, menyebalkan, narsis lagi. Ayya tak habis pikir kenapa dia bisa bertemu dengan cowok aneh macam Samudera ini yang narsisnya tingkat dewa.
"Lo pegawai baru di sini?"
Ayya mengerutkan keningnya heran, bagaimana bisa Samudera tahu kalau dia baru bekerja beberapa minggu di sini? Apa Samudera sering ke sini? "Bukan urusan lo. Kenapa lo datang ke sini?
"Nggak boleh gue makan di sini?" balasnya sambil menyilangkan tangan. "Lagi pula di sini tempatnya enak. Nyaman terus bisa liat elo deh semalaman."
Mulai lagi deh gombalan recehnya. Dasar Samudera. "Dari ratusan kafe di Jakarta kenapa lo milih Someday Cafe yang pastinya cukup jauh dari rumah lo. Pasti ada apa-apa ya di kafe ini, lo kan tipe orang yang nggak mau susah."
"Wahh, lo nyakitin hati gue, Ayy," ratap Samudera memegang dadanya dengan wajah menyedihkan. "Salahkah gue jika gue mau makan di sini? Ya Tuhan kenapa Engkau menciptakan cewek seunik Ayya? Tidak tahukah kalau aku bener-bener suka sama Ayya."
Ayya yang tak mampu lagi menghadapi sikap Samudera memilih pergi meninggalkannya. Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba saja Samudera memegang tangannya, memintanya untuk menemaninya makan.
"Nggak mau, makan aja sendiri sana."
Samudera menatap Ayya penuh harap. "Lo tega sama gue? Pliss, temani gue makan sekali ini aja."
Ayya tak tahan dengan tatapan memelas Samudera, dengan sangat terpaksa dia duduk di depan Samudera, ingin rasanya dia menghapus senyum di bibir Samudera dengan pukulannya. Namun dia urungkan ketika melihat Samudera makan dengan lahapnya, seolah cowok itu tidak makan seminggu.
"Lo tau, lo kelihatan seperti anak kecil tau nggak. Kelihatannya bahagia banget kalau makan ada yang menemani."
Masih dengan memakan nasi gorengnya Samudera menyahut yang membuat Ayya terdiam. "Selama ini gue selalu makan sendiri atau sama kucing gue. Jadinya seneng waktu lo temani gue makan. Makasih," katanya tersenyum lebar.
Ayya tak mampu berkata-kata, dia hanya menatap Samudera. Apa Samudera termasuk anak broken home yang sering dia jumpai di sekolah-sekolahnya. "Jadi lo datang ke sini buat makan nasi goreng aja? Dasar" Ayya mengalihkan perhatian.
Samudera terkekeh. "Seseorang ingin jadikan gue kambing. Makanya gue kabur ke sini sama Jojo."
"Jojo?"
"Jojo itu kucing gue. Dia lagi tidur di mobil."
Ayya hanya menganggukan kepalanya. Tanpa disadarinya ini kali pertama dia berbicara santai dengan Samudera, tidak merasa khawatir dengan motiv di balik kedekatan Samudera terhadapnya. Dan Ayya cukup senang jika seseorang ingin menjadikan Samudera kambing. Pasti menyenangkan.
***