Bab 4
Tale Four
"Sahabat, walaupun kau mengabaikan mereka, mereka akan tetap membantumu. Walaupun kau melukai mereka, mereka akan tetap mencintaimu."
–King 2 Hearts–
Ka Dion: Pulang nanti datanglah ke rumah sakit, ada yang ingin kakak berikan padamu.
Sam: Apa lgi yg hrus ku bwa? Bkankh semuanya sdah kbwa.
Ka Dion: Ada bberapa lgi. Cpatlah dtang. Kakak tunggu!!
Samudera menutup aplikasi LINEnya dan mendesah pelan. Dilihatnya ke sekeliling kelas. Tidak ada siapapun di sini karena semua orang sedang pergi ke kantin, sedangkan kedua sahabatnya sedang pergi ke ruang guru karena mereka berdua dipanggil oleh guru olah raga.
Saat melihat bangku yang diduduki oleh Ayya, Samudera kembali berpikir. Jika dia ingin melihat Ayya lebih lama lagi maka dia harus bertahan hidup bukan? Diambilnya botol pil yang diberikan Dion kemarin lusa. Terus memandanginya, jika dia meminum obat ini maka setidaknya dia bisa bertahan meskipun itu hanya untuk satu detik saja.
Lamunan Samudera buyar ketika melihat Ayya datang dengan baju basah, rambutnya yang sedikit panjang terlihat berantakan. Apa cewek itu dibully lagi sama Citra dan gengnya.
"Lo ... dibully lagi sama mereka?" tanya Samudera saat Ayya duduk di kursinya.
Ayya mengabaikan Samudera, dia mengeringkan bajunya dengan sapu tangan yang dibawanya. Samudera terus bertanya namun lagi-lagi cewek itu mengabaikan Samudera, seolah cowok itu tidak ada di sekelilingnya.
Samudera berusaha untuk tetap sabar, dia mengambil jaket bewarna hitam dari dalam tasnya kemudian berjalan mengahadap Ayya. Tanpa kata-kata lagi Samudera membawa paksa sapu tangan Ayya dan menyimpannya di sakunya lalu dia memakaikan jaket miliknya ke tubuh Ayya.
"Apa sih lo lepasin!" kata Ayya kesal dengan tindakan Samudera. Dia berusaha untuk melepaskan jaket Samudera dari tubuhnya namun cowok itu menahan kedua tangan Ayya di belakang.
"Bisa nggak sih lo diam!"
Ayya mendelik. "Nggak. Lepasin gue nggak mau pake jaket lo, ini—"
Samudera menatap mata jernih Ayya, dia tidak terlihat jengkel dengan sikap pemberontak Ayya. Sebaliknya cowok itu tersenyum lembut. "Jangan dilepas. Baju lo terlihat kacau ... juga basah. Gue nggak mau lo semakin dipermalukan sama Citra karena baju seragam lo yang basah. Semua orang bisa liat apa lo pake karena bajunya menerawang."
Sontak saja hal itu membuat Ayya malu setengah mati, bahkan wajahnya memerah. Jadi Samudera melihat ...
"Gue nggak mau lo dilecehkan. Lo terlalu berharga buat itu." Samudera menarik seleting jaketnya sampai ke atas kemudian tersenyum. "Nahh begini. Jadinya lo tertutup kan. Gue nggak mau semua orang liat lo, lo kan milik gue buat sebulan ke depan."
"Apa-apaan tuh!" kata Ayya, kini mulai tersadar meskipun sebenarnya dia sedikit terhipnotis dengan tatapan mata dan tindakan Samudera yang begitu lembut.
Samudera tersenyum lebar. "Gue nggak mau ada orang yang ganggu cewek yang gue sukai. Gue pasti bakal—"
"Apa lo bilang. Cewek yang lo sukai."
Samudera menganggukan kepalanya. "Iya, elo cewek yang gue sukai."
Dengan terburu-buru Ayya mundur ke belakang menghindari Samudera. Menatap cowok itu dengan kesal. "Jangan bercanda deh. Kita baru aja kenal kurang dari dua hari dan lo udah bilang kalau lo suka sama gue?"
Cewek itu memutar bola matanya. "Dasar aneh, asal lo tau gue sama sekali nggak suka sama lo dan sampai kapan pun gur nggak akan pernah suka sama lo."
Bukannya sakit hati karena kata-kata Ayya yang cukup kasar, Samudera malah terkekeh. "Benarkah? Mari kita liat, apakah bener lo nggak bakal suka sama gue. Lo sering denger kan kalau benci bisa jadi cinta. Gue tunggu hal itu. Yaa, meskipun sebenarnya nggak papa juga sih kalau lo nggak balas perasaan gue. Yang penting lo udah tau aja kalau gue suka sama lo."
Ayya semakin tak mengenal sikap Samudera yang aneh. Cowok itu terang-terangan menyatakan perasaanya tanpa malu ataupun gugup. Malah yang diucapkannya terkesan biasa saja.
"Kenapa lo blak-blakan gini sama perasaan lo. Lo nggak malu apa."
Samudera mengangkat bahunya. "Sebenarnya gue sedikit malu dan gugup. Tapi gue takut, jika gue nggak ngatain perasaan gue sekarang waktu gue keburu habis."
"Dasar cowok aneh, nyebelin." Ayya mengatai Samudera yang hanya ditanggapi dengan kekehan oleh Samudera. Cewek itu terus meneriaki Samudera hingga cowok itu tak lagi ada di hadapannya.
"Apa dia benar-benar bodoh atau nggak tau malu," gumam Ayya meskipun wajahnya memerah ketika mengingat kata-kata lembut Samudera. Dia menepuk kedua pipinya sekeras mungkin meskipun pada akhirnya Ayya menyesalinya karena sakit juga. "Aishh, kenapa aku malah memikirkannya."
Pada akhirnya Ayya hanya bisa diam duduk di bangkunya, wajahnya tersembunyi di balik jaket milik Samudera yang kebesaran di tubuhnya.
Sedangkan di toilet sana Samudera mengerang sambil memegangi kepalanya yang kembali terasa sakit. Pandangannya mengabur dengan napas terengah, mencoba untuk tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun. Dia tidak mau ada orang yang melihatnya kesakitan. Tidak boleh ada yang tahu.
Kemudian perutnya terasa mual, buru-buru saja dia berlari ke arah wastafel dan memuntahkan isi perutnya, yang padahal kenyataannya dia belum makan sama sekali sejak pagi tadi. Samudera nampak sedih, matanya sedikit berkaca-kaca—efek dari sakit yang dirasakannya.
"Aku bisa bertahan kan!" gumam Samudera pada dirinya sendiri. "Aku pasti bisa bertahan untuk satu hari saja."
Namun rasa sakitnya malah semakin menjadi, hampir saja Samudera terjatuh kalau saja dia tidak bertumpu pada wastafel. Tangannya yang bergetar mencoba untuk meraih botol pil yang ada di dalam sakunya. Meskipun botol tersebut sudah jatuh karena tangan Samudera terlalu bergetar untuk memegangnya pada akhirnya dia bisa meminun obat yang diberikan oleh Dion.
"Aku ... akan hidup untuk ... satu hari ... lagi," janjinya terputus-putus.
Ketika pada akhirnya rasa sakitnya sedikit berkurang, dia bejalan keluar dari toilet. Memandang sekitar, hanya ada beberapa siswa lelaki yang sedang merokok tanpa diketahui oleh guru kedisiplinan. Samudera diam untuk sejenak, berpikir betapa beruntungnya mereka bisa tersenyum bebas seperti itu.
"Hei, lo sedang apa di situ?" Entah dari mana Reno dan Dino datang. Wajah mereka menatap Samudera penasaran.
Samudera mengalihkan perhatiannya. "Gue habis dari toilet," sahutnya acuh tak acuh. "Kalian mau ke mana?"
"Dari tadi kita nyari lo ke mana-mana. Ke kantin bareng yuk, udah laper juga!"
"Kantin?" ulang Samudera terdengar ambigu. Kenapa dia sama sekali tidak selera makan padahal perutnya belum diisi sejak dari pagi. Namun jika dia tidak makan, maka kondisi tubuhnya akan semakin lemah, jika begitu waktunya akan semakin habis.
Samudera melenguh dalam hati, dia berjalan di tengah-tengah kedua sahabatnya menuju kantin utama yang memang sangat jarang dikunjunginya. Reno bertanya; ada apa dengan wajah Samudera yang pucat? Namun Samudera menjawabnya dengan alasan dia belum makan, kemudian Dino menyarankan agar Samudera pergi sana ke UKS biar mereka temani dan membeli beberapa makanan.
Mendengar hal itu, hati Samudera terenyuh. Dalam hatinya dia tersenyum bahagia, meskipun semua orang menjauhinya setidaknya dia memiliki sahabat yang perhatian padanya. Meskipun pada akhirnya dia harus meninggalkan mereka cepat atau lambat.
"Beneran nggak papa? Muka lo pucet gitu. Apa kita bolos aja?!" tawar Dino.
Samudera terkekeh, dia meminum air mineralnya dalam sekali tegukan. "Lo bercanda? Gue nggak mau lagi dihukum bu Fatma, gue udah janji sama beliau."
Reno dan Dino mengejek. Kenapa tiba-tiba Samudera berubah begini.
"Gue nggak berubah, hanya saja mulai sekarang gue ingin menjalani hidup seperti orang kebanyakan. Gue nggak mau lagi jadi siswa bandel, gue juga harus dapat nilai bagus kalau mau ikut ujian nasional nanti. Walaupun gue nggak tau apa gue bisa ikutan UN."
"Apa Papa lo mukul lo atau ngalami kecelakaan gitu? Kenapa sikap lo jadi aneh begini."
Samudera hanya tersenyum, dia memakan bakso tahunya dengan tidak berselera. Matanya melihat ke sekeliling, tampak riuh dan membuat kepalanya pusing, apalagi Citra yang lagi-lagi membuat keributan dengan adik kelasnya. Samudera berpikir; apa cewek itu tidak bosan cari gara-gara terus? Hampir semua orang Citra labrak.
"Apa senengnya sih ngebully orang-orang," ujar Samudera tiba-tiba.
Sontak kedua sahabatnya memandang Samudera dengan alis terangkat. "Menurut lo, Sam udah agak gila nggak?" tanya Reno berbisik pada Dino.
Dino mengangguk setuju, sambil masih terus memandang Samudera dia menyahut, "Kayaknya deh. Akhir-akhir ini sikapnya jadi aneh kayak bukan Sam aja. Apa mungkin dia berantem lagi sama Om Henry?"
"Kayaknya, uhhh kita harus segera menghiburnya sebelum sikapnya kian menjadi."
"Setuju." Dino berkata dengan penuh semangat. "Ohh, atau mungkin karena dia sedang jatuh cinta sama murid baru itu yang namanya siapa? Ohh itu Ayya. Apa mungkin karena cewek itu?"
Reno mengangkat bahunya. "Bisa juga sih, apa kita harus paksa Ayya buat nerima cinta Sam aja biar sikapnya kembali normal."
"Bisa dicoba." Akhirnya Dino dan Reno sepakat.
Sementara itu di depan mereka Samudera hanya bisa memutar bola mata mereka, dalam hati tersenyum melihat tingkah sahabatnya. "Jika kalian lulus nanti, kalian mau kuliah ke mana?" tanya Samudera mengalihkan perhatian mereka.
Dino menjawab akan melanjutkan pendidikannya ke Universitas Indonesia begitu juga dengan Reno. "Itu bagus, kita bisa terus bersama-sama sampai kuliah nanti. Sam, lo juga masuk kampus yang sama kan?"
Pada akhirnya Samudera menyeseli pertanyaan yang diajukannya. Dia tidak tahu apakah dia bisa terus bersama-sama sahabatnya sampai nanti bahkan dia ragu apakah dia bisa masuk universitas yang sama seperti kedua sahabatnya mengingat waktunya saja yang begitu terbatas.
"Maunya gitu, tapi gue nggak tau juga." Samudera menyahut dengan nada ragu.
Tidak ada yang curiga dengan kalimat yang disebutkan oleh Samudera. Mereka berpikir Samudera ragu karena Om Henry yang terkadang suka seenaknya mengatur Samudera ini itu jadi mereka tidak heran sama sekali.
Mendadak wajah Samudera berubah serius, dia mencondongkan tubuhnya ke arah Reno dan Dino. "Ren, Din, boleh gue minta tolong sama lo?" tanyanya penuh harap, sekilas matanya melihat ke arah geng Citra di tengah kantin sana.
Reno dan Dino menaikan sebelah alisnya penasaran maksud Samudera.
"Akhir-akhir ini gue bakal jarang masuk sekolah. Dan gue nggak mau jika Ayya terus dibully sama Citra atau yang lainnya, mau nggak kalian jaga Ayya jika gue nggak sekolah nanti."
"Memangnya lo mau ke mana? Sampe jarang sekolah gitu."
Samudera diam untuk waktu yang lama sebelum akhirnya tersenyum kecil. "Gue nggak bisa kasih tau kalian sekarang. Tapi bisa nggak kalian terima permintaan gue?"
Reno dan Dino terkekeh. "Ya ampuun, Sam. Omongan lo udah kayak lo mau mati aja. Tenang aja, kita pasti bakal jaga Ayya dari Citra. Kita pastikan mulai besok dia akan baik-baik aja. Lo suka sama Ayya, dan kita akan jaga dia buat lo."
***