Bab 1. Waktu tidak bisa diputar kembali
Cuaca siang hari ini cukup terik. Mungkin karena Indonesia sudah memasuki musim kemarau jadi cuacanya semakin hari semakin panas saja.
Susan yang sedari tadi mengeluh karena kepanasan tidak memperhatikan wajah mei yang sedikit pucat, tidak seperti biasanya.
"Mei.... apa kamu gak kepanasan apa?"
"Sedikit"
"Apa??? sedikit??? kamu gak lagi sakit kan?" pekik susan ketika mendengar jawaban jenna yang singkat padat dan jelas itu.
" Ya sudahlah ayo kita ke kantin aja aku haus pengen minum es jeruk manis, kayaknya segar deh minum es jeruk manis siang-siang gini dengan cuaca panas." ajaknya pada mei yang berada disebelahnya.
Ketika jalan menuju kantin kepala mei terasa sangat berat, semua orang ada disekitar nya seperti berputar-putar.
Tak lama kemudian pandangannya menjadi kabur hingga lama-lama menggelap dan "MEIIII.... " teriak susan yang melihat mei ambruk dan pingsan.
Karena suara terikan susan yang cukup kerasa membuat atensi semua orang mengarah ke arah mereka. Semua orang mulai berkerumun untuk melihat keadaan mei.
"Mei....bangun mei, kamu kenapa sih." susan sangat panik melihat kondisi sahabatnya itu. Meski mereka baru berteman selama 2 bulan sudah cukup membuat mereka menjadi teman akrab bahkan susan juga sering main ke rumah mei dan menginap disana.
Mei akhirnya di bawa ke poliklinik terdekat yang ada di kampusnya oleh beberapa mahasiswa. Dokter yang bertugas langsung bertindak cepat dan memeriksa kondisi mei dengan teliti.
Beberapa menit kemudian dokter yang memeriksa jenna keluar dan bertanya "apa ada yang bisa menghubungi suami nona mei?" susan yang mendengar pertanyaan dokter itupun mengkerut kan alisnya bingung.
"maaf dok, tapi teman saya belum menikah."
"Oh saya kira dia sudah menikah. tapi dia.... "
Menikah saat masih kuliah itu diperbolehkan jadi bukan hal aneh jika dokter klinik kampus bertanya hal demikian kepada mahasiswa atau mahasiswinya.
"Mei kenapa dok?" susan semakin penasaran dan cemas karena dokter yang sedikit berpikir ketika ingin menyampaikan sesuatu kepadanya.
"emmm..... bisakah kamu hubungi orang tuanya ada yang perlu saya bahas dengan kedua orang tuanya." susan mengangguk dan segera menelpon kedua orang tua mei untuk memberitahukan tentang kondisi mei saat ini.
Sekitar 1 jam kemudian tuan zen datang sendiri tanpa nyonya mira istrinya, karena jika istrinya ikut kasihan mark yang akan berada sendirian di rumah.
"gimana kondisi anak saya dok?" ayah mei yang bernama zen bertanya sambil tergopoh-gopoh karena panik. Terlihat di wajahnya bahwa ia sangat khuatir dengan kondisi putrinya itu.
"kondisinya baik-baik saja pak, tapi-"
"tapi apa dok?"
"apa anak anda sudah memiliki suami? tadi ketika saya bertanya kepadanya dia bilang putri bapak belum menikah" tunjuk dokter itu kepada susan.
"anak saya memang belum menikah dok. Jangankan suami pacar saja anak saya tidak punya dok. " mendengar jawaban zen dokter itu terkejut pasalnya ketika ia memeriksa kondisi mei tadi ia tau kalau jenna sedang hamil. Dan ia perkirakan usia kehamilan mei sekitar 3 bulan.
Dokter itu sedikit bingung bagaimana caranya ia akan memberitahu tuan zen kalau putrinya itu tengah hamil 3 bulan. Dokter itu takut jika tuan zen akan shock ketika mendengar berita itu.
Mungkin bagi beberapa orang yang telah menikah berita tentang kehamilan adalah hal yang paling di tunggu-tunggu dan merupakan berita bahagia, tapi untuk seorang anak perempuan yang belum menikah tapi hamil itu adalah berita menyedihkan bagi keluarga nya atau mungkin sebagian masyarakat akan menganggapnya sebagai aib.
"baiklah.. mari kita bicara di dalam kantor saya" ajak dokter itu pada tuan zen. Didalam rungan kantor dokter itu mengatakan semuanya.
"putri bapak kondisinya baik-baik saja ia hanya terlalu kelelahan dan juga stress mungkin itu efek dari kuliahnya. selain itu ada hal yang lain yang ingin saya sampaikan. putri anda sedang hamil dan saya perkirakan usia kehamilannya sekitar 3 bulan." jelas dokter itu dengan sehalus mungkin agar zen tidak terlalu shock ketika mendengar nya. Namun yang namanya berita seperti itu mau dibuat sehalus apa tetap saja membuat seseorang menjadi shock.
Zen dengan kondisi lunglai menghampiri putrinya yang masih memejamkan kedua matanya. "apa yang sudah terjadi nak, siapa ayah bayimu?" tanpa sadar zen meneteskan air matanya "ibu mu pasti akan sangat kecewa dengan datangnya berita ini" sambungnya lagi.
Tak berselang lama mei sadar dari pingsannya dan melihat ayahnya berada di sebelah nya sambil terisak, "Ayah.... "
"Ayah kenapa menangis, mei sudah buat salah ya sama ayah"
Zen masih diam seribu bahasa. Namun air matanya semakin deras mengalir di pipinya.
Tak lama zen dan mei pulang. Di sepanjang perjalanan zen masih saja bungkam namun sangat terlihat jelas di wajahnya kalau zen sedang sangat frustasi saat ini.
Mei hanya diam, masih belum mengerti apapun sebab dokter yang memeriksa nya tidak mengatakan apapun kepadanya. Tapi apa yang dikatakan dokter itu kepada ayahnya hingga membuat zen bungkam dan seperti hilang harapan.
Mei hanya bisa menduga-duga saja. Ia ingin bertanya tapi ia urungkan niatnya ketika melihat kondisi sang ayah. Mei pasrah jika memang ada berita buruk tentang kondisinya. Mei yang masih belum sadar jika ia tengah hamil tak berpikiran jauh kesitu. Tapi sejujurnya di hati kecilnya memang terbesit pikiran itu tapi ia berusaha untuk menampiknya.
Mei dan Zen akhirnya sampai dirumah. Dengan wajah frustasi zen membuka pintu dengan kasar."Brakkkk..... "
"Ada apa ini, kenapa kamu harus membuka pintunya seperti ini suamiku,,, buka pintunya kasar sekali." keluh mira "Memang ada apa? Mei,, kamu tidak apa-apa sayang?"
"Mei-"
"Diam kamu.. " bentak zen pada putrinya yang sukses menuai protes dari bu siti "jangan bentak-bentak putriku seperti itu.. " kesalnya.
"Bagaiman aku tidak kesal, putrimu ini sudah mencoreng wajah ku di hadapan semua orang disana. dia udah bikin aku malu. mau di taruh dimana muka ku nanti di depan semua tetangga kita nanti."
"memang apa yang terjadi, aku tidak paham. coba jelaskan zen"
"Putrimu itu hamil" singkat padat dan jelas namun menusuk di hati semua orang.
Bahkan mira tidak bisa berkata-kata apa-apa lagi. mulutnya menganga tidak percaya dengan apa yang baru didengar oleh telinganya.
"a-aaapa???? a-aaku hamil? jadi dari tadi bapak diam saja karena dengar berita ini" bahkan mei sendiri tak kalah terkejutnya dengan apa yang ia dengar tadi. ketakutan nya selama ini akhirnya menjadi kenyataan.
kecewa, sedih, marah dan juga frustasi semua campur aduk di hati dan pikiran mei. Malam yang ia habiskan bersama pria asing karena ia mabuk dan salah masuk kamar membuahkan hasil, yaitu seorang janin yang kini hidup didalam tubuhnya.
"Hiks....hiks.... Kenapa semua ini harus terjadi kepadaku" hanya tangisan penyesalan yang pilu yang dapat mei lakukan saat ini, meski berderai air mata tapi apa lah daya semua itu sudah terjadi dan waktu tidak bisa diputar kembali.
.
.
(...)