Ich Liebe Dich Part 9
Sekitar satu jam Joe mengamati Angi yang tertidur dengan pulas, akhirnya rasa kantuk menyerangnya. Mengingat tidur di kursi tidak terlalu nyaman untuk tubuhnya yang tinggi besar, maka ia berjalan ke sisi ranjang yang kosong dan segera merebahkan dirinya di sana. Ia memposisikan tubuhnya untuk miring menghadap ke Angi. Ia belai rambut wanita yang menolaknya untuk tinggal bersama tanpa ikatan itu. Mungkin Angi bukan wanita seksi dan bisa membuat gairah Joe langsung bangkit ketika di dekatnya, namun berada di dekat Angi seperti ini mampu membuat Joe merasakan kedamaian dunia yang ia cari selama ini. Perasaan tentram dan nyaman seolah Angi adalah rumah bagi jiwanya yang kosong dan tidak memiliki arah tujuan ini.
"Warum kannst du mich zu so einem Mann machen?*" Gumam Joe sambil membelai rambut hitam panjang Angi. Joe harus menutup matanya berkali kali karena wangi shampo yang Angi gunakan, namun tangannya tidak bisa berhenti membelai rambut Angi yang halus. (*kenapa kamu bisa membuatku menjadi pria seperti ini?)
Lama Joe menatap Angi yang tertidur hingga kantuk membuatnya mengikuti Angi untuk menapaki alam mimpi.
***
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah jendela kamar membangunkan Angi dari tidur panjangnya. Matanya mengerjap beberapa kali dan tangannya ia gunakan untuk menghalau sinar matahari yang menyilaukan matanya. Setelah merasakan kesadarannya mulai terkumpul ia mengamati kamar tidur mewah dengan dominasi warna hitam ini. Angi membelalakkan matanya ketika menyadari ini bukan kamarnya.
Segera ia menoleh ke samping dan menemukan Joe sedang tidur dengan pulasnya di sampingnya. Ia berusaha untuk tidak berteriak dan menundukkan kepalanya berharap bahwa ia masih memakai pakaian yang lengkap. Angi menghela nafasnya ketika melihat ia masih menggunakan pakaian lengkap seperti semalam.
Satu satunya yang tidak ia mengerti dan butuh penjelasan dari Joe adalah bagaimana ia bisa sampai ke tempat ini dan lebih apesnya lagi mereka tidur seranjang berdua. Angi bangun dari posisi tidurnya dan langsung memukul lengan Joe dengan sekuat tenaganya.
"Weck Joe auf!*," bentak Angi tanpa ragu kepada Joe. (*Bangun Joe!)
Joe yang kaget langsung bangun dari tidurnya. Pagi ini yang ia lihat untuk pertama kali ketika membuka matanya adalah wajah Angi yang sudah siap perang.
"What happened?" Tanya Joe dengan nada kebingungan.
"Wie kann ich hier sein?*" Kata Angi dengan berapi-api. (*bagaimana bisa aku ada di sini?)
Joe hanya menghela nafasnya dan kini ia berusaha untuk bangkit dari ranjang. Joe segera menjauhi Angi dan berjalan menuju ke sofa yang ada di dalam kamarnya. Kemudian ia duduk di sana dengan santainya.
"Du wurdest mir gerade von Nick verkauft*," Kata Joe sambil menatap Angi yang sudah beranjak dari ranjang dan segera mencari tasnya. (*kamu baru saja di jual oleh Nick kepadaku.)
Mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Joe, Angi mengumpat di sela-sela ia memakai sepatunya dan mengalungkan tasnya.
"Sinting, edan, awas Lo Nick, kalo ketemu gue," omel Angi dan segera setelah ia selesai memakai sepatunya, ia bergegas mencari pintu keluar dari kamar itu.
Joe cukup kaget dengan reaksi Angi yang sama sekali tidak menanyakan apa-apa kepadanya. Misal apakah Joe telah menyetubuhinya atau mungkin ia di jamah laki-laki lain. Bahkan kini Angi keluar dari kamarnya tanpa ada kata pamit yang keluar dari bibirnya.
Setelah Angi keluar dari kamar Joe, ia hanya bisa membelalakkan matanya melihat koridor panjang yang penuh dengan pintu yang tertutup. Setelah menimbang nimbang akhirnya Angi memilih untuk jalan menuju ke arah kiri dan untungnya ia menemukan lift ke sana.
Angi mencoba mengabaikan tatapan mata dua orang wanita yang ada di dalam lift bersamanya. Angi pura pura tidak peduli dengan ocehan pelan yang keluar dari bibir mereka.
"Es stellte sich heraus, dass es diese Frau war, die Joe letzte Nacht dazu brachte, direkt in sein Zimmer zurückzukehren.*," Bisik wanita berambut pirang itu kepada temannya. (*Ternyata wanita ini yang membuat Joe langsung kembali ke kamarnya semalam.)
"Persetan dengan omongan Lo berdua jalang," oceh Angi ketika pintu lift terbuka di lantai dasar.
Ketika emosinya sudah berada di ubun-ubun, segala macam sumpah serapah akan keluar dari bibirnya dan Angi tidak peduli apa anggapan orang tentangnya. Mau ia berbicara apapun toh dua wanita ini kemungkinan besar tidak akan paham apa yang ia katakan.
Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda, Joe sedang berfikir apa yang Angi katakan dengan bahasa yang ia tidak mengerti sama sekali. Kini Joe segera meraih handphonenya dan segera meminta Allan untuk mencarikan data pribadi milik Angi. Apapun yang Angi katakan dengan bahasa lain atau mungkin bahasa Alien sekalipun, Joe akan berusaha untuk mempelajarinya agar ia tidak seperti seorang dungu ketika berada di dekat Angi.
***
Tiga hari telah berlalu sejak kejadian itu dan Angi masih menyimpan seluruh amarahnya yang siap meledak kapanpun. Bahkan El saja tidak berani menanyakan apa yang terjadi selain menjawab pertanyaan Angi kemarin yang meminta alamat rumah Nick kepadanya. Angi yang biasa kalem, lemah lembut dan tipe wanita baik-baik saja bisa berubah menjadi monster mengerikan seperti ini, pasti ada sesuatu yang terjadi.
Sepulang kantor, El langsung mengikuti Angi masuk ke mobil.
"Was machst du hier?*" Tanya Angi pada El sambil ia mulai menghidupi mesin mobil. (*Apa yang kamu lakukan di sini?)
"Ich begleite dich, wohin du auch gehst*," kata El sambil memasang sabuk pengaman.
(*Aku akan menemanimu kemanapun kamu pergi)
Tanpa menjawab Angi segera melajukan mobilnya menuju alamat rumah Nick yang tidak terlalu jauh dari kantornya. Ketika ia sampai di sana, terlihat Nick sedang di hajar oleh tiga orang berbadan besar seperti preman. Karena masih menyimpan amarah kepada Nick, Angi membiarkan saja Nick dihajar oleh ketiga orang itu. Namun ketiga orang itu langsung berhenti dan pergi dari tempat tersebut setelah melihat Angi dan El memperhatikan mereka menghajar Nick.
Nick yang terlihat sempoyongan berusaha berjalan menuju teras rumahnya. Segera Angi menuju ke arah Nick. Kali ini dia harus mendapatkan penjelasan versi Nick. Dirinya tidak mungkin mendengarkan penjelasan dari pihak Joe saja.
"Hai Nick," sapa Angi ketika ia sampai di hadapan Nick. Terlihat bekas darah di kening dan sudut bibir Nick.
"Wie bist du von diesem Ort weggekommen?*" Tanya Nick sambil memegang perutnya. (*Bagaimana kamu bisa keluar dari tempat itu?)
Angi tau jika ia di jual Nick ke sebuah rumah bordil. Iya menyadarinya ketika baru saja keluar dari sana. Tatapan beberapa orang langsung menghujam dirinya ketika ia baru keluar dari lift.
"Mit Gottes Hilfe hielt mich überhaupt nichts auf, selbst wenn ich hinausging*," kata Angi sambil menyedekapkan tangannya di depan dada. (*Dengan bantuan Tuhan, bahkan aku keluar pun tidak ada yang menghalangiku sama sekali.)
"Bullshit," desis Nick dengan senyuman sinisnya.
Kini Angi menuntut penjelasan kepada Nick atas kejadian beberapa hari lalu. Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan kini Angi pulang bersama El. Perasaan Angi sudah sedikit lega karena berhasil mendapatkan penjelasan versi Nick yang tidak berbeda jauh dengan kata-kata Joe kepadanya. Sebelum meninggalkan Nick, Angi memberikan tanda perpisahan berupa tendangan di antara kedua selangkangan Nick, tidak terlalu keras namun pasti Nick akan kesulitan untuk berjalan beberapa hari kedepan.
Setelah El turun dari mobilnya, Angi melajukan mobil menuju ke rumahnya. Betapa terkejutnya ia ketika keluar dari mobil, Joe sudah menunggunya di sana.
Menggunakan kemeja hitam yang ia lipat hingga siku dan kacamata. Joe bangkit mendekati Angi yang baru saja keluar dari mobil.
"Angi?"
"Welches Geschäft machst du hier?*" Tanya Angi tanpa basa basi pada Joe. (*Ada urusan apa kamu kesini?)
Joe menjelaskan alasan ketika ia memilih mendatangi Angi kali ini. Entah bagaimana Joe mencoba menjelaskan segala yang terjadi malam itu. Biasanya ia tidak akan peduli orang akan menilainya seperti apa. Tapi tidak dengan sosok perempuan ini. Ia ingin Angi menilainya sebagai laki-laki baik yang bisa di percaya. Bahkan ia bingung dengan sikapnya sendiri.
Angi hanya menganggukkan kepalanya tanpa bertanya siapa dirinya sebenarnya. Bahkan ketika Joe menawarkan mengembalikan uang yang telah Angi keluarkan untuknya, Angi justru meminta Joe membelikan bahan makanan di supermarket. Sesuatu yang aneh namun Joe menurutinya. Ia segera pergi dari rumah Angi dan berbelanja di supermarket terdekat dari rumah Angi.
Ketika ia kembali ke rumah Angi dengan beberapa tas belanjaan besar, Joe melihat Angi telah selesai mandi dan mengenakan hot pants serta atasan baju tanpa lengannya. Wajahnya tak bermake up hanya lipstik pink menghiasi bibirnya. Angi terlihat polos dan apa adanya bagi Joe.
"bereits?*" Tanya Angi sambil mengambil dua tas belanjaan Joe. Ia berniat membantu. (*Sudah?)
"bereits," jawab Joe singkat.
Setelah sampai di dalam rumah, Angi segera menyiapkan kantong plastik dan ia memasukkan berbagai macam belanjaan Joe kedalam plastik tersebut. Tanpa bertanya Joe membantu Angi melakukan hal yang sama. Baginya sikap Angi seperti ini jauh lebih baik daripada bayangannya yang akan mendapatkan pukulan bahkan mungkin tendangan dari Angi.
"Wo wird das alles hinführen?*" Tanya Joe ketika mereka selesai melakukan pembagian makanan di kantong plastik tersebut. (*akan di bawa kemana semua ini?)
"Für Bedürftige aufgehängt." (*Digantung untuk yang membutuhkan.)
Setelah itu Angi berdiri dan segera membawa kantong kantong itu menuju mobilnya. Tanpa memperdulikan Joe, Angi masuk ke mobil. Joe masuk ke sisi penumpang depan. Angi merasa dirinya sedang malas berbicara dengan Joe dan sepertinya Joe baik baik saja tidak terganggu dengan kebisuan yang ada di dalam mobil ini.
Selesai menggantung semua kantong plastik yang ia bawa, Angi segera masuk ke mobil kembali. Joe hanya terbengong bengong melihat apa yang Angi lakukan. Wanita ini terlalu bermurah hati kepada orang lain yang belum tentu akan baik kepadanya.
"Du bist als Mensch zu freundlich. Glaubst du, sie werden so nett zu dir sein, wie du es zu allen bist?*" Tanya Joe ketika mereka sudah berada di perjalanan pulang menuju ke rumah Angi. (*kamu terlalu baik sebagai seorang manusia. Apa kamu pikir mereka akan baik kepadamu seperti kamu baik kepada mereka semua?)
"Fleißig Almosen zu geben, bewahrt uns vor verschiedenen schlechten Dingen und das wurde vor einiger Zeit bewiesen*." (*rajin bersedekah menjauhkan kita dari berbagai hal buruk dan itu terbukti beberapa waktu lalu.)
Joe hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengerti dengan penjelasan Angi walau semua itu sulit di nalar olehnya yang seorang Agnostik.
***