Bab 7 IYM 7
Berdiri sebentar, Abe mengayunkan langkahnya ke dalam rumah. Dia yakin benar jika ada orang yang datang dan masih berbincang di dalam. Selangkah memasuki pintu, tiba-tiba Abe dikagetkan oleh Ayman beserta lainnya yang muncul dengan tiba-tiba.
"Eh, Be!" ucap Ayman menyapa lebih dulu sebagai pengalihan rasa cemasnya yang ketahuan Abe karena telah mendatangkan tamu tanpa seizinnya.
Berkerut kening, Abe tak menjawab dan menatap kedua teman Ayman yang baru datang mengekori Ayman penuh selidik. Keduanya tampak seperti kucing garong yang terciduk, berdiri kaku tanpa suara mendapat tatapan dingin dari Abe yang baru pertama kali mereka temui.
"Be, gue mau pergi dulu sebentar sama teman-teman gue. Biasa, ke kota cari angin!" ujar Ayman berusaha tetap tenang agar sang macan tak menunjukkan taring. Tanpa bicara, Abe hanya mengangguk pelan dan meninggalkan ketiganya yang diam tanpa kata. Mereka saling pandang, lalu menarik nafas lega.
"Anjritttt! Itu muka serem banget kayak setan pencabut nyawa!" gumam Kiki yang mendadak ciut sambil menyandarkan punggungnya di balik pintu.
"Pantes saja lo sering ketar-ketir kalau bahas dia, auranya bikin bulu kuduk merinding!" timpal Adit menambahkan.
"Baru percayakan kalau gue punya sepupu seremnya ngalahin setan pohon asem di kampus dulu!" beo Ayman kesal karena selama ini mereka selalu tak percaya cuitannya tentang Abe.
Akhirnya, mereka bergegas memasuki mobil jeep milik Adit dan meluncur membelah jalan di pedesaan yang tampak sepi, terlebih waktu sudah menunjukkan tengah malam. Sedangkan Abe, kini sedang memasuki ruang kerjanya mencari beberapa berkas yang dia butuhkan. Pandangan matanya melirik jam dinding yang menunjukkan jam 1 dini hari dan setelah menimbang-nimbang, akhirnya Abe memutuskan untuk tidak kembali ke penginapan dan tidur si rumah. Tak lama berselang, Abe merasakan tenggorokannya kering dan bergegas melangkahkan kaki ke dapur yang ada di sudut rumah. Berjalan santai, Abe menoleh kiri dan kanan karena merasa rumah terasa begitu senyap karena hanya dia seorang di rumah yang begitu besar. Sesampainya di dapur, Abe melihat banyak camilan juga minuman yang berserakan dan terlihat belum disentuh.
"Dasar Maman, beli jajanan sebanyak ini malah ditinggal!" gerutu Abe menatap makanan yang memenuhi meja.
Abe menarik kursi dan duduk berhadapan dengan segunung makanan. Perlahan tangannya meraih potato snack dan memakannya santai sambil sesekali meneguk segelas minuman yang Abe duga adalah sejenis water lemon yang masih dingin. Tak berapa lama, Abe tiba-tiba terkejut dengan sesuatu yang bergerak di antara kedua pahanya. Dengan mata melotot, Abe menurunkan pandangannya dan menatap tepat ke resleting celana jenas miliknya yang terlihat membesar dari ukuran normal.
"Lah, ini kenapa ya?" oceh Abe bingung berkedip berkali-kali melihat kondisi celananya kini. Abe mulai duduk tak nyaman dengan kondisi miliknya yang tanpa sebab bereaksi. Tangan Abe menekan tepat di atas celananya karena merasa sakit yang kian menit semakin mengeras.
"Ini minuman apa sih yang dibeli Maman!" gerutu Abe melihat tulisan yang ada pada setiap kaleng minuman, tapi tak ada yang janggal.
"Aduh, sakit banget!" gerutu Abe sambil terus menekan celananya.
Tergesa Abe melangkahkan kakinya dan menaiki anak tangga untuk menuju kamar. Di dalam kamar, Ayumi yang di bawah pengaruh obat bius nampak mulai meggeliat. Matanya mengerjap beberapa kali, hingga akhirnya terbuka sempurna. Samar, itulah yang mata Ayumi tangkap saat matanya menatap sekeliling karena lampu kamar mati dan hanya penerangan lampu dari luar yang masuk dari jendela.
"Ini di mana?" gumam Ayumi bingung melihat sekeliling yang tentu tak jelas.
Perlahan Ayumi yang tengah duduk di tempat tidur beranjak dan turun dari ranjang yang dia rasakan begitu besar dan empuk serta wangi. Kaki Ayumi menyentuh lantai dingin dan meraba pelan sambil melangkahkan kakinya. Di saat baru beberapa detik kakinya melangkah, tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu dengan kasar sambil merintih kesakitan.
"Aduh, sakit banget. Ya Tuhan, kenapa bisa tegang begini, padahal biasanya cuma pagi doang!" oceh Abe sambil memasuki kamarnya yang tak dia ketahui jika ada seseorang di dalamnya. Abe terus melangkah tergopoh memasuki kamarnya tanpa menyalakan lampu, hingga tubuhnya tanpa sengaja bersenggolan dengan sesuatu yang mendadak berteriak.
"Akh!" suara Ayumi mengaduh karena tertabrak tubuh besar Abe dan mundur beberapa langkah. Abe melotot tak percaya mendengar suara seorang wanita ada di dalam kamarnya, hingga pandangannya yang samar bisa melihat sosok tubuh berdiri tak jauh di hadapannya dan hanya berupa siluet.
"Kamu siapa? Kenapa ada di dalam kamarku, huh?" bentak Abe terdengar tak suka dengan suara dinginnya.
"A-aku ... A-aku ...," suara Ayumi gagap dan takut mendengar bentakan suara pria yang tak nampak wajahnya.
"Ah, sialan. Ini benar-benar sakit, Tuhan. Sial!" gerutu Abe yang bisa didengar oleh Ayumi. Mendengar suara yang tengah mengaduh kesakitan, Ayumi merasa penasaran apa yang tengah terjadi dengannya dan baru saja mengaku sebagai pemilik kamar.
"Ada apa? A-apa Tuan sakit? Di-di mana saklarnya?" ucap Ayumi sedikit cemas apa yang terjadi dengan sosok pria di hadapannya. Ayumi mencoba melangkahkan kakinya ke depan untuk melalui pria yang tampak membungkuk entah apa yang sedang dia lakukan. Berjalan pelan Ayumi hampir melewati Abe, hingga tiba-tiba tangannya dicekal olehnya.
"Akh!" kaget Ayumi karena cekalan Abe yang begitu kuat di pergelangan tangannya.
"Tolong aku!" gumam Abe denga nafas tersenggal.
"Tu-tuan, kau kenapa?" sahut Ayumi yang kini menghadap Abe dan masih sedikit membungkuk tak terlihat wajahnya.
"Sakit, sakit banget! Tolong bantu aku!" sahut Abe lirih dan terdengar kesakitan.
"Tu-tunggu, aku akan menyalakan lampunya dulu!" jawab Ayumi yang mulai panik karena mendengar suara kesakitan. Ketika Ayumi mencoba melangkahkan kakinya untuk menyalakan lampu, Abe malah semakin kuat mencekal pergelangan tangan Ayumi, sehingga dia mengurungkan langkahnya karena tertahan.
"Tak usah nyalakan, kau tetap bisa membantuku, walaupun lampunya mati!" jawab Abe pelan.
Ayumi berkerut kening mendengar penuturan Abe yang tak dimengertinya, hingga tiba-tiba Abe menariknya dan menyatukan bibir pada Ayumi yang tentu tak siap juga terlonjak kaget. Ayumi meronta berusaha melepaskan diri dari pria yang kini melecehkannya.
"Mmmppptt ... Lepas, Tuan. Lepaskan!" teriak Ayumi yang sudah kalap di sela ciuman paksa Abe.
Tangan kanan besar Abe semakin menekan tengkuk Ayumi sehingga membuatnya bungkam, sedangkan tangan kirinya mulai bergerilya menarik apa pun yang membalut tubuh Ayumi. Dalam hitungan menit, pakaian Ayumi telah berhasil dilucuti oleh Abe yang sudah lupa diri karena tak kuat menahan pengaruh obat yang diminumnya. Abe mendorong tubuh Ayumi ke tempat tidur dan ikut melepaskan pakaiannya sendiri.
"Jangan, Tuan, jangan. Aku mohon, hiks ... hiks ...."
"Maafkan aku, aku tak tahan dan tolong bantu aku menuntaskan semuanya kali ini!" jawab Abe yang telah mengukung tubuh Ayumi di bawahnya dengan kedua tangan menekan di sisi kepala Ayumi yang terisak.
Di antara gelapnya kamar itu, Abe di luar kendali akhirnya menyatukan diri dengan Ayumi dan hanya mampu menangis kehilangan harta berharga yang dia jaga selama ini. Penyatuan itu berakhir dengan Abe yang langsung tertidur meninggalkan Ayumi terisak.