Bab 3 IYM 3
Mobil hitam yang membawa Abe dan Ayman akhirnya memasuki pekarangan cukup luas dan ditumbuhi banyak bunga-bunga serta pohon cemara. Di depan rumah, terlihat laki-laki dan wanita paruh baya sedang berdiri menyambut kedatangannya. Mobil pun berhenti tepat di depan mereka dan tak berapa lama pintu kursi penumpang terbuka. Dua orang pria dewasa dengan tinggi yang sama juga tegap melangkahkan kakinya menghampiri sosok yang lebih tua dari mereka sambil melempar senyum.
"Selamat datang, Den!" ucap pria baya itu sambil tersenyum ramah diikuti sang wanita di sebelahnya.
"Terima kasih, Ki, Mbok. Kenalkan, ini sepupu saya satu-satunya, namanya Ayman," ucap Abe lembut memperkenalkan Ayman kepada keduanya. Dengan yakin, Ayman langsung mengulurkan tangan kanan ke arah keduanya yang langsung menyambut penuh bahagia.
"Ayman, satu-satunya cowok yang gantengnya bisa ngalahin Abe," seru Ayman dengan wajah menyebalkan andalannya membuat mereka mengulas senyum,
"Saya Ki Mamet dan ini istri saya, Mbok Inem. Semoga Den Maman betah di sini ya!" seru Ki Mamet berharap hal yang paling baik menurutnya.
"Buset dah! Sejak kapan Ayman jadi Maman?" kaget Ayman dengan sebutan baru yang baru didengarnya. Abe dan yang lain hanya tersenyum, terlebih Abe yang senyumnya terlihat mengarah pada senyuman mengejek. Iya, mengejek karena bahagia lebih tepatnya.
"Maman? Boleh juga sih! Ok deh, Ki. Besok kita bikin nasi tumpeng untuk meresmikan nama baru saya, dan semoga nama itu membawa berkah serta diminati banyak cewek-cewek cantik. Amin!" cerocos Ayman panjang kali lebar dan ternyata sudah ditinggalkan oleh Abe yang sudah masuk ke dalam rumah sambil menarik kopernya dengan santai.
Sambil menggerutu tak jelas, Ayman akhirnya menyusul masuk diikuti oleh Ki Mamet dan Mbok Inem yang hanya mampu mengulas senyum. Sedikit banyak, Abe sudah menceritakan rencana kedatangannya hari ini, tepatnya seminggu yang lalu. Selain itu, Abe juga sudah menceritakan tentang sepupu resenya yang bernama Ayman akan ikut berkunjung serta segala sikap konyolnya.
Hari semakin larut dan udara malam terasa semakin dingin menusuk tulang. Waktu sudah menunjukkan jam 9 malam. Abe dan Ayman terlihat sedang di ruang kerja mengerjakan berkas yang harus diperiksa. Terlalu sibuk mereka hingga tak sadar jika Mbok Inem mengetuk pintu dan masuk mengantarkan teh panas serta camilan. Ayman melihat kudapan yang dibawa Mbok Inem langsung menghentikan kegiatannya dan kini sibuk menikmati tanpa memperdulikan Abe yang nampak khusyuk melihat layar komputer.
"Den Abe benar-benar khusyuk kalau sedang kerja ya, Den?" kata Mbok Inem melihat Abe tak ada tanda-tanda tergiur dengan harum pisang goreng yang dibawanya.
Ayman memutar bola matanya ke arah Abe, dan benar, Abe tak bergeming. Bahkan, seolah matanya lupa untuk berkedip kecuali ada semut nakal masuk ke mata tajamnya yang selalu melotot.
"Abe memang begitu, Mbok. Pekerja keras sampai lupa waktu. Makanya Tante Ana sering memarahinya karena jam kerja Abe yang hampir 20 jam dalam sehari," terang Ayman sambil terus mengunyah pisang goreng di tangan kanannya.
"Kuat banget ya, Den. Kalau datang ke sini pun lebih banyak di ruangan ini, dan hanya sesekali jalan sore jika ada waktu senggang. Itu pun sendirian karena tak ingin ditemani," terang Mbok Inem lagi dengan pandangan tak putus melihat Abe yang seperti menulikan telinganya dengan dunia luar.
"Begitulah, Mbok. Hari-harinya cuma untuk kerja dan kerja. Makanya, sampai sekarang dia tak punya pacar. Padahal banyak sekali wanita cantik nan sexy antri untuk sekedar dicolek sedikit oleh Abe. Namun, jangankan dicolek, Mbok, dilirik pun tidak. Hufff!" papar Ayman menjabarakan perihal Abe sesuai fakta yang ada.
"Wanita-wanita itu pada sakit hati dong diabaikan Den Abe?" tanya Mbok Inem.
"Pastilah, Mbok. Abe tuh judes kalau bicara, apalagi dengan hal yang dia tak sukai. Selain itu, dia juga tak pandang bulu. Tak perduli orang tersebut pria atau wanita, jika dia tak suka, ya galak macam singa ingin makan," sahut Ayman dengan bahu bergidig.
Mbok Inem melihat Ayman dengan terampilnya memaparkan semua yang diketahuinya tentang Abe, terutama perihal wanita dan hanya tersenyum simpul. Tak heran pikirnya karena selama mengenal Abe, Mbok Inem memang tak pernah melihatnya membawa seorang wanita. Jangankan membawa dan memperkenalkan wanita, menyebut nama seorang wanita saja tak pernah kecuali nama ibunya, Mariana.
"Saya tuh rada-rada curiga, Mbok, Jangan-jangan Abe tak suka wanita, melainkan suka sejenis gitu!" seru Ayman mulai mengeluarkan analisisnya yang selama ini dia pendam. Kening Mbok Inem berkerut seketika mendengar ucapan Ayman dan bergeser mendekat, ikut duduk di sampingnya.
"Suka sejenis bagaimana maksudnya, Den? Mbok kurang paham!" tanya Mbok Inem yang penasaran sekaligus memang tak paham dengan arah pembicaraan Ayman.
"Iya, Mbok. Maksud saya, jangan-jangan Abe itu ada kelainan, maksudnya suka ke sesama jenis, pisang makan pisang, ngertikan?" jelas Ayman dengan raut wajah menyakinkan demi meracuni pikiran Mbok Inem yang lurus.
Sontak mata Mbok Inem yang sedikit sipit membulat sempurna, lalu melirik ke arah Abe yang tak bergeming karena sibuk menatap layar komputer. Mbok Inem terdiam dan hanya mampu melihat Abe dengan pantulan cahaya menerpa wajah tampannya diiringi suara keyboard terdengar begitu cepat diketik oleh sepuluh jarinya yang sudah terampil.
"Hushh ... tak mungkin Den Abe sepeti itu, Den. Jangan bicara sembarangan! Tak baik menuduh saudara dengan hal kejam begitu!" seru Mbok Inem memukul bahu Ayman yang dibalas kekehan.
"Hahahaha ... intermezo, Mbok, biar gak tegang. Coba tuh lihat Abe, dari tadi mirip patung, sejak tadi saya diabaikan," gumam Ayman mencibir.
Mbok Inem hanya tertawa geli melihat dua pria tampan dengan dua kepribadian yang bertolak belakang. Yah, walaupun sering cekcok, tapi jauh di dalam hati, mereka saling menyayangi satu sama lainnya.
"Mbok, sudah malam. Mending tidur saja, jangan dengarkan setan bokep ceramah! Ajarannya tak ada yang benar, semuanya menyesatkan." Tiba-tiba suara Abe terdengar mengalihkan keduanya yang sedang berbisik membicarakannya. Keduanya hening seolah lupa untuk bernafas dan saling pandang.
"Aku bukan setan bokep, Be, tapi fans bokep. Itu dua hal berbeda, jadi jangan samakan!" sahut Ayman membenarkan julukannya.
"Sama saja! Sama-sama bokep toh!" balas Abe yang kini menghentikan kegiatannya dan menatap Ayman tajam.
"Iya iya, aku memang bokep. Mau nonton gak, kebetulan ada film baru nih! Bisa jadi referensi buat olahraga malam," sahut Ayman semakin jadi dan semakin menyesatkan.
Mbok Inem hanya menghela nafas lelah, lelah melihat keduanya mulai adu mulut. Perlahan Mbok Inem bangkit dari duduknya sambil membawa nampan yang sudah kosong, dan bergegas meninggalkan keduanya yang hanya diam menatap kepergian Mbok Inem tanpa pamit.
"Tuh kan. Kamu sih bawa-bawa bokep!" seru Ayman memarahi Abe.
"Yang menjabarkan bokep kamu, gundul. Bukan aku!" bantah Abe lagi.
Ayman tak membalas lagi dan meneruskan makan pisang goreng. Melihat betapa nikmatnya Ayman makan, Abe bangkit dari singgasananya dan menghampiri Ayman untuk bergabung makan pisang goreng ala Mbok Inem yang tak ada tandingan. Keduanya makan dalam keheningan dan terdengar rintik hujan mulai turun membasahi bumi.
"Aku mau bicara serius. Bisa?" tanya Ayman dengan suara pelan dengan raut serius. Abe menoleh menelisik wajah Ayman yang jarang serius dan setelah yakin jika Ayman dalam mode serius, Abe menganggukkan kepalanya.
"Kamu kapan kenalin Tante Ana calon menantu?" ucap Ayman. Abe bergeming dan tetap melanjutkan kunyahannya.
"Tempo hari, Tante Ana sempat bilang jika dia ingin kamu menikah dan tidak sibuk dengan pekerjaan saja," lanjut Ayman lagi. "Kamu tak kasihan dengan Tante Ana? Dia ingin memiliki seorang menantu dan cucu."