Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

HMT 8 - Klien Di Bawah Umur

"Uh, Laras ... terus, Sayang! Oh!"

Laki-laki paruh baya itu terus saja mengerang keenakan. Laras cuma mengangkat sepasang matanya sambil memegang batang kecil yang separuhnya ia masukkan ke mulut.

"Lanjut lagi, Mas."

Laras segera naik ke atas tubuh laki-laki itu. Dia menggoyangnya dengan penuh gairah.

"Ah, Laras! Udah! Saya sesak nafas!"

Dasar payah!

Laras segera menyudahi permainan. Ia lantas beringsut dari tubuh polos laki-laki itu.

"Kalau begitu, saya mau pulang," ucap Laras. Ia menoleh ke arah laki-laki tua yang masih terlentang di tengah ranjang.

Orang itu cuma mengibaskan tangannya tanpa sanggup bicara lagi. Laras bergegas pergi.

"Mas Jarwo, ayo ke hotel selanjutnya," kata Laras setelah tiba di samping mini bus putih yang terparkir di area basement hotel.

Jarwo yang sedang menikmati batang rokoknya dibuat terkejut melihat Laras sudah kembali.

"Loh kok, cepet banget Mbak?" tanyanya heran.

"Kliennya udah keok duluan, Mas," jawab Laras dengan acuh.

Jarwo mengulum senyum mendengarnya. Dia lantas segera turun dan membukakan pintu mobil untuk Laras.

Mini bus putih itu pun segera dikemukakan guna mengejar target berikutnya.

Laras duduk tenang di bangku tengah mobil. Klien selanjutnya berada di suatu hotel bintang lima di pusat kota Jakarta.

Dia agak cemas. Menurut Frans, klien kali ini masih sangat muda.

Dan biasanya, laki-laki muda staminanya sangat gila saat berhubungan intim. Laras takut klien tersebut membuatnya pulang larut malam.

Dia harus tiba di rumah sebelah Mas Bagas pulang. Ah, Laras jadi tak sabaran ingin pekerjaannya segera selesai hari ini.

"Kok berhenti, Mas?"

Laras keheranan saat Jarwo menginjak pedal rem tiba-tiba.

Jarwo melirik Laras Lewa kaca spion di atasnya. "Macet, Mbak."

Laras sedikit kesal. Dilihatnya dari dalam mobil jalan kota yang padat merayap. Sepertinya dia akan terlambat tiba di hotel, pikirnya mulai cemas.

Sementara itu di lokasi kontruksi tempat Bagas bekerja.

Terlihat Pak Danu dan Elsa yang mau pamit pulang. Fandi dan dua orang laki-laki mengantar mereka sampai ke mobilnya.

"Hati-hati di jalan, Om."

Pak Danu mengangguk sambil tersenyum menanggapi perhatian calon menantunya.

Meski Elsa belum setuju untuk menikah dengan Fandi, tapi dia yakin jika hanya insinyur muda itu laki-laki yang tepat untuk putrinya.

"Kamu juga hati-hati kerjanya. Salam ya buat orang tua kamu. Om sama Elsa pamit," kata Pak Danu.

Fandi mengangguk disertai senyuman hangat. Dia lantas menoleh ke arah gadis cantik yang berdiri di antara mereka. Elsa berpura-pura sibuk dengan ponselnya.

Melihat sikap putrinya yang dingin terhadap Fandi, Pak Danu segera menegur Elsa.

"Elsa, ayo pamitan dulu sama Nak Fandi," katanya dengan pelan.

Elsa berdecak jengah, lantas dia melirik ke arah laki-laki berperawakan tinggi putih yang sedang berdiri di samping ayahnya.

Fandi tersenyum tipis pada Elsa. Dia pun sebenarnya hanya mengikuti keinginan orang tuanya untuk menikah dengan gadis itu.

Meskipun Elsa begitu cantik dan selalu berpenampilan modis, Fandi belum punya perasaan yang lebih terhadapnya.

Malas-malasan Elsa berkata, "Aku sama Papa pamit."

Fandi cuma tersenyum sambil mengangguk. Matanya mengikuti langkah Elsa yang hendak memasuki mobil.

Namun tiba-tiba sebuah besi berukuran besar terjatuh dari atas gedung yang sedang dibangun. Besi itu nyaris mengenai kepala Elsa.

"Awas!"

"Aaaaa!"

"Elsa!"

Semua orang menjerit. Hingga kemudian seorang laki-laki tiba-tiba melompat dan langsung melindungi Elsa dari besi yang akan menimpanya.

"Aarrkh!"

"Bagas!"

Fandi dan Pak Danu segera berlari menuju Elsa dan laki-laki yang sudah menolongnya.

"Mbak nggak pa-pa?" tanya Bagas pada gadis di depannya. Dia menahan sakit di kakinya yang sempat tertimpa besi.

Elsa menggeleng dalam rasa terkejut. Kemudian Fandi dan Pak Danu segera datang. Mereka meminta para buruh lainnya untuk membantu Bagas.

"Elsa, kamu nggak pa-pa?" tanya Fandi sambil menatap gadis di depannya dengan wajah cemas.

Elsa cuma menggeleng. Matanya tertuju pada orang-orang yang sedang mengerumuni laki-laki gagah yang baru saja menolongnya.

Bagas, laki-laki itu mempertaruhkan nyawa untuk menolongnya.

Dasar tidak waras!

Bagaimana jika tadi mereka mati bersama karena tertimpa besi itu?

Elsa benar-benar tidak habis pikir. Namun kini ia jadi berhutang Budi terhadap Bagas.

"Bagas, bagaimana kondisi kamu? Pak Danu menitipkan ucapan terima kasihnya pada saya buat kamu, karena sudah menyelamatkan putrinya. Kamu hebat, Bagas!"

Bagas cuma tersenyum sipu saat Fandi memujinya. Laki-laki itu menemuinya di klinik.

Ada luka ringan di betis kiri Bagas. Para buruh yang membawanya ke klinik untuk mendapatkan penanganan medis. Dan semua itu atas perintah Fandi.

"Saya cuma refleks aja, Pak Fandi."

Fandi tersenyum lalu menepuk bahu Bagas. "Mulai sekarang bagaimana kalau kita berteman? Panggil saya Fandi saja."

Bagas terkejut. "Saya tersanjung. Tapi saya akan tetap panggil kamu Pak Fandi kalau di tempat kerja, ya? Nggak enak sama yang lain," katanya dengan polos.

Fandi tersenyum kagum. "Ya, terserah kamu saja deh!"

Mereka lantas tertawa bersama. Ketulusan dan kejujuran Bagas yang membuat Fandi kagum terhadapnya. Oleh karena itu dia tertarik ingin mengenal lebih dekat laki-laki asal kota Solo itu.

Bagas tidak menyangka orang seperti Fandi mau saja berteman dengannya. Di Jakarta dia memang tidak punya teman. Bagas harap persahabatan ini merupakan awal yang baik untuknya dan juga Fandi.

~•~

"Sudah sampai, Mbak Laras."

Perempuan muda yang sedang duduk di bangku tengah mobil memindai ke sekitar. Benar, mereka sudah tiba di sebuah hotel.

Fuuh ...

Dihela nafas dalam-dalam oleh Laras. Ia lantas segera keluar dari mobil setelah Jarwo membukakan pintunya.

"Mungkin agak lama, tapi ini klien terakhir kan?" tanya Laras saat dia dan Jarwo berjalan memasuki lobi hotel.

Jarwo mengangguk. "Ini yang terakhir, Mbak. Ini juga klien yang baru pertama kali melakukan transaksi sama kita."

Laras manggut-manggut.

Oh, jadi klien ini baru pertama kali pesen perempuan?

Ah, sepertinya tidak begitu menakutkan, pikir Laras merasa lega.

"Silahkan masuk, Mbak Laras! Masnya mungkin ada di dalam," ucap Jarwo seraya menyodorkan tas yang dibawanya pada Laras.

Perempuan itu mengangguk sambil menerima tasnya. Jarwo lantas pamit.

Kamar VVIP nomor 135. Hm, sepertinya klien ini anak orang kaya yang mau mencoba seks bebas, pikir Laras. Dia masih menerka-nerka tentang kliennya kali ini.

"Hai, Mbak Laras!"

Laras menoleh ke arah sumber suara tersebut. Dilihatnya seorang pemuda yang sedang duduk sambil minum bir. Usianya sekitaran 18 tahun. Laras tercengang.

"Jadi, Adek ini yang memesan saya?"  tanya Laras nyaris tidak percaya.

Ini gila!

Bisa-bisanya anak remaja itu berani membuka situs prostitusi online yang Frans buat, lantas memesan seorang perempuan. Ini sulit dipercaya.

Pemuda itu tersenyum miring, lantas ia menoleh ke arah pintu kamar mandi. Tak lama kemudian muncul dua orang remaja yang usianya hampir sama dengan pemuda itu.

"Kita bertiga yang pesan Mbak!" kata mereka.

Laras terkejut bukan kepalang.

Jadi, tiga orang remaja itu yang mau bermain dengannya saat ini. Tidak, tidak, dia merasa tidak tega untuk ikut andil merusak masa depan mereka.

"Tunggu sebentar! Bukankah saat login situs kami harus mengisi kolom usia? Di bawah 20 tahun tidak dibolehkan melakukan transaksi! Kalian mau menipu kami?!"

Laras buru-buru menahan tiga orang remaja laki-laki itu yang sudah bersiap mau melucuti pakaiannya.

Pemuda bernama Ariel menoleh ke arah dua temannya yakni Fino dan Kevin. Mereka saling pandang.

"Ah, bodo amat! Pokoknya kamu harus bikin kita kita seneng sekarang!" Fino segera maju. Mata anak itu merah karena kebanyakan minum bir.

Laras panik. Dia kebingungan menangani tiga orang pemuda yang sedang dilanda hasrat gila itu.

"Gantian gue!"

"Gue dulu!"

"Gue!"

Melihat tiga orang pemuda itu ribut, Laras segera mengenakan pakaian lantas kabur.

"Heh, dia kabur!"

"Ayo kejar!"

Laras berlari sekuatnya. Kemudian dia menerobos masuk pintu lift bersama beberapa orang.

Pintu lift segera tertutup rapat. Ariel dan kawan-kawannya celingukan mencari Laras.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel