Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

HMT 7 - MIRIP CERITA NOVEL

Karena sudah larut malam, orang tua Dara melarang kami untuk menginap di hotel. Akhirnya Mommy memutuskan untuk bermalam di rumah Dara.

"Jhon, kamu lihat Juno, nggak? Mommy cari dia kok nggak ada, ya." Mommy memasang wajah cemas di hadapanku saat ini. Rupanya anak bunsunya itu hilang entah kemana. Syukurlah, pikirku cuek sembari lanjut menyesap kaleng hijau minuman soda yang sedang kugenggam.

"Jhon, cepat cari Juno. Kalo Adik kamu itu kesasar gimana?"

Aku menoleh pada Mommy. Kesasar? Emangnya Juno kemana? Pikirku segera bangkit dari dudukku.

"Memangnya Juno kemana, Mom? Kok bisa kesasar, sih?" tanyaku mulai ikut cemas pula. Bagaimanapun Juno adalah adikku. Adik yang pernah aku pinta pada Mommy dan Daddy. Dan prosesnya nggak istan pula untuk mendapatkan adik yang aku inginkan saat itu. Namun sekarang justru Juno sering membuatku kesal pada sikapnya yang songong.

"Nggak tahu, Jhon. Tadi Mommy suruh Juno mengantar Dara ke mobil untuk mengambil keranjang buah di sana. Tapi mereka belum kembali juga." Mommy mulai cemas berlebihan memikirkan Juno.

Bangke! Ternyata Juno lagi nyolong star supaya bisa berdua'an sama Dara? Aku mengepalkan buku-buku tanganku. Ah, kampret emang tuh, si Juno. Aku pun segera melangkah pergi melewati Mommy.

"Jhon, kamu mau kemana?" Mommy bertanya.

"Mau cari Juno di sungai. Barangkali dia tenggelam," jawabku asal.

Mommy langsung menjerit histeris. Masa bodoh! Aku pun segera keluar kamar mencari Juno. Adik sialan itu memang harus ditenggelamkan! Geramku sembari berjalan menuju pada mobil Mommy yang terparkir di pelataran rumah Dara.

Dari kejauhan aku melihat Juno sedang duduk bersisian dengan Dara pada bangku di bawah pohon beringin besar. Keduanya tampak asik mengobrol. Aku menghela napas lega melihat Juno masih hidup. Tapi, apakah aku harus menghampiri mereka? Aduh, gengsi juga sama Dara kalau aku mendekatinya. Karena sejatinya para gadis-lah yang berebutan mendekati Jhoni Alexander Geraldine yang tampan ini.

Ck, aku jadi bingung. Kalau aku biarkan pasti si Juno ngomong macam-macam sama Dara. Bahaya juga, sih. Bisa saja Juno juga mengabsen nama-nama dari ke 57 pacarku itu. Hh, sebaiknya aku menghampiri mereka saja.

"Jun, dicariin Mommy tuh!" ucapku acuh tak acuh saat tiba di hadapan Juno dan Dara.

Sepasang mata indah Dara terangkat pada wajahku. Namun aku segera memalingkan wajahku ini ke lain arah. Aku nggak mau Dara kepedan nantinya.

"Mommy cari'in gue, Bang?" tanya Juno sembari menanggah padaku.

"Huum. Cepat lihat dulu sana," jawabku tanpa mau menoleh ke arah Juno, karena Dara masih menanggah ke arahku. Ya, wajahku ini menang enak dipandang. Aku ngerti kok.

Juno menggaruk kulit kepalanya, lantas berdiri dan menoleh pada Dara."Ra, aku temuin Mommy dulu, ya! Kamu ngobrol aja sama Bang Jhoni." Juno menoleh ke arahku sembari berlau pergi.

Tinggalah aku dan Dara saat ini. Aku masih berdiri mematung. Sedangkan Dara malah sibuk dengan ponselnya. Sial! Aku sudah pegal, tahu! Kenapa Dara tak juga mempersilakan aku untuk duduk.

"Mas Jhoni mau berdiri sampai pagi?" celetuk Dara kemudian.

Sial! Justru aku menunggunya memintaku untuk duduk di sampingnya. Astaga, ini cewek kok sama ngeselinnya sama si Juno, ya. Pikirku mulai kesal.

"Nggak usah, aku nggak lama kok." karena gengsi akhirnya aku memilih untuk tetap berdiri saja. Padahal kedua tungkaiku ini sudah lemas bagai jely. Pegal dan panas. Aku tak tahan lagi.

"Mas Jhoni."

Suara Dara yang manja itu membuatku sedikit tersentak. Aku kembali berdiri tegak. Gengsi lah kalau Dara melihatku payah di hadapannya.

"Kenapa?" aku balik bertanya dengan wajah sedingin batu es padanya. Aku memang tipe orang yang tak mudah akrab dengan orang yang baru memasuki hidupku. Lagi pula cowok dingin seribu persen lebih menarik, bukan? Semacam tokoh novel atau tokoh dalam drama Korea gitu. Aku tersenyum tipis sendiri.

"Hm, Mas Jhoni nggak mau ya, dijodohin sama aku?"

Crazy! Dara kenapa bertanya seperti itu? Aku juga bingung mau menjawab apa. Kalau aku bilang mau, nanti dia jadi kepedean. Kalau bilang tidak, nanti dia sedih dan lompat ke sungai bunuh diri. Aku jadi bingung.

"Dara ngerti kok, kalo Mas Jhoni nggak mau dijodohin sama Dara. Mas Jhoni juga pasti udah punya pacar, kan?" ucapan Dara kok nggak mencerminkan kalau dia gadis desa yang naif, ya. Aku malah berpikir kalau Dara ini cerdas menyikapi keadaan. Sikapnya dewasa, padahal usianya baru 19 tahun, sama dengan Juno, adikku yang nggak ada akhlak itu.

"Kenapa kamu nanya begitu?" aku penasaran apa jawaban Dara selanjutnya. Aduh, kakiku semakin terasa pegal saja, erangku dalam hati. Namun tetap berusaha cool di hadapan Dara.

"Aku sebenarnya belum mau menikah. Gimana kalo kita buat kesepakatan?" Dara menoleh ke arahku yang berdiri di sampingnya.

Dahiku berkerut heran mendengar ucapannya barusan.

"Kesepakatan apa?" tanyaku. Meski aku merasa antusias, namun aku tetap memasang wajah dingin di hadapan Dara.

"Kesepakatan kalo kita hanya akan menikah di atas kertas saja. Gimana?" jawab Dara. Sepasang netranya menatap ke arahku dalam-dalam.

"Maksud kamu?" kok jadi aku yang bodoh, ya. Sebenarnya maksud Dara itu apa, sih? Jangan-jangan aku cuma mau dijadikan suami kontrak saja. Miris amat. Kok jadi mirip judul novel sih.

Aku masih menunggu jawaban Dara dengan perasaan tak karuan.

"Iya. Jadi, kita tetap menikah. Tapi kita nggak boleh melakukan hubungan suami-istri sebelum kita benar-benar saling mencintai. Mas Jhoni ngerti maksud aku, kan?"

Jawaban Dara membuat hatiku sedikit tersinggung. Maksudnya apa coba tuh cewek ngomong begitu? Apakah dia tidak langsung jatuh cinta dan ingin menyerahkan segalanya pada saat pertama kali melihatku? Biasanya itu yang terjadi pada para gadis saat melihatku. Dara ini berbeda. Ucapannya itu membuatku merasa tidak menarik di matanya.

"Yaudah kalo itu mau kamu. Lagi pula aku juga nggak tertarik sama kamu," ucapku pedas. Masa bodoh seandainya Dara tersinggung. Anggap saja ini balasan dari ucapannya yang tadi.

Dara tidak menjawab. Dia hanya terdiam sembari menatapku.

"Kalo nggak ada lagi yang perlu dibicarakan, aku mau kembali ke kamar. Ngantuk. Aku juga nggak terbiasa sama cuaca di desa kaya gini." aku segera memutar tubuhku meninggalkan Dara yang masih duduk dengan diamnya. Kurasa ucapanku itu cukup menegaskan padanya; kalau aku bukan pemuda yang mau saja diatur olehnya dan mudah jatuh cinta padanya.

Sembari menggerutu dalam hati, aku pun terus melanjutkan langkahku menuju pada kamar dimana Juno sudah mengorok di sana. Sedangkan Pak Bagus tampak meringkuk di sofa, beliau pun sudah terlelap.

Aku segera membanting tubuhku pada kasur di samping Juno. Kupandangi langit malam yang terlihat dari jendela tanpa adanya tirai di sampingku. Aku masih tak mengerti, kenapa Dara mengatakan hal seperti itu. Apakah pesona seorang Jhoni Alexander Geraldine tidak nempan padanya? Atau jangan-jangan gadis itu tidak normal!

Entahlah, yang pasti aku kesal sekali! Pernikahan seperti apa yang akan aku jalani tanpa adanya percintaan. Miris! Mirip cerita novel. Malang benar nasibku ini.

Setelah puas berkeluh kesah aku pun mulai memejamkan mataku. Angin malam mulai menelusup ke tulangku. Aku sangat kedinginan. Aku menggigil dengan tubuhku yang deman. Aku sakit karena terus memikirkan ucapan Dara. Sakit hati dan badan yang kini mendera diriku.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel