Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 6 Pergi Ke Gunung

"Apa kamu lelah?" tanya Bai Changyi merasa khawatir saat mendengar nafas istrinya yang semakin terengah-engah.

"Aku baik-baik saja," jawab Li Mei. 

"Apa tubuhmu benar-benar tidak masalah?"

Jelas saja Bai Changyi merasa sangat khawatir, Li Mei baru saja sadar kemarin, tubuhnya masih lemah, tapi dia sudah bersikeras ingin pergi ke gunung hari ini.

"Tenanglah, kalau hanya segini, aku masih bisa. Nah, aku akan mencoba mencari di sekitar sini, kamu pergilah berburu dulu," kata Li Mei.

"Tapi.." Bai Changyi terlihat ragu, dia tidak ingin pergi meninggalkan Li Mei.

"Kita tidak masuk ke gunung terlalu dalam, aku pikir kemungkinan hewan buas sampai ke sini sangatlah kecil.." kata Li Mei mencoba menenangkan suaminya

"Sudahlah, kamu cepat pergi berburu."

Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Bai Changyi setuju, "jangan pergi terlalu jauh. Carilah di sekitar sini saja. Aku akan kembali secepatnya."

Li Mei menatap punggung suaminya yang berjalan semakin menjauh, barulah setelah itu ia mulai melayangkan pandangannya ke sekitar, berusaha menemukan tanaman 

herbal apapun yang bisa menghasilkan uang. 

Setelah beberapa jam mencari dan memetik tanaman herbal, Li Mei melirik ke dalam keranjang yang dibawanya dengan sedikit kecewa.

"Yah.. meskipun tidak banyak, setidaknya aku masih bisa menjual semua ini," desahnya pelan. Ternyata tidak semudah yang dibayangkannya!

Tiba-tiba tatapan matanya terjatuh ke sebuah tanaman yang menarik perhatiannya.

"Jamur Lingzhi Salju!" seru Li Mei terkejut. 

Bagus! Akhirnya dia menemukan sesuatu yang berharga! Jamur Lingzhi Salju bahkan lebih berharga dari Jamur Lingzhi biasa.

Li Mei mengeluarkan potongan kain dari dalam sakunya. Meskipun kain tersebut terlihat kusam, namun dia sudah mencucinya hingga bersih kemarin. Dengan hati-hati Li Mei membungkus jamur Lingzhi salju itu dan memasukkannya ke dalam keranjang. 

"Bukankah itu Ginseng?!" serunya lagi. Dia segera berlari mendekati tanaman Ginseng yang terletak tidak jauh dari lokasinya.

"Sepertinya umurnya lebih dari seratus tahun!" Li Mei terpana saat melihat Ginseng itu. Tidak lama kemudian, Ginseng itu sudah terbungkus dengan aman juga di dalam keranjang.

Kali ini, dia menatap ke dalam isi keranjangnya dengan tatapan puas.

"Li'er!"

Li Mei menoleh ketika mendengar suara Bai Changyi yang berteriak mencarinya. Li Mei segera melambaikan kedua tangannya dengan penuh semangat.

Tidak lama kemudian, Bai Changyi sudah berdiri di hadapannya dengan tangan yang terlihat penuh. Dia mendapatkan sepuluh ekor kelinci liar dan enam ekor ayam pengar.

"Wah! Banyak sekali," puji Li Mei.

"Hanya segini," balas Bai Changyi seraya menatap istrinya dengan lembut. "Aku tidak berani meninggalkanmu terlalu lama."

Bai Changyi lalu melihat ke dalam keranjang Li Mei dengan wajah penasaran, "dapat banyak?"

"Lumayan," jawab Li Mei. 

"Apa itu yang dibungkus?" tanya Bai Changyi saat melihat dua bungkusan di dalam keranjang.

"Jamur Lingzhi Salju dan Ginseng Seratus Tahun!" jawab Li Mei terlihat sangat senang.

"Sepertinya barang bagus?" Bai Changyi sama sekali tidak mengerti tanaman herbal. Namun saat melihat raut wajah istrinya, dia tahu kalau barang ini memiliki nilai.

"Kamu akan segera tahu besok!"

"Baiklah. Aku jadi tidak sabar menunggunya. Apa kamu lapar? Sepertinya sudah waktunya makan siang. Bagaimana kalau kita makan kelinci bakar hasil buruanku? Aku hanya memerlukan bulunya untuk di jual," kata Bai Changyi yang langsung dijawab dengan anggukan dari Li Mei.

***

Pagi hari berikutnya, saat matahari bahkan belum terbit sepenuhnya, Li Mei dan Bai Changyi terlihat berjalan berdampingan menuju pintu masuk desa. Bai Changyi membawa bulu-bulu kelinci hasil buruannya dan juga lima ekor ayam pengar yang gemuk. Sedangkan Li Mei menenteng keranjang berisi tanaman herbalnya. Dia sudah memisahkan dan membungkus tanaman-tanaman itu dengan rapi berdasarkan jenisnya agar lebih praktis saat dijual.

"Apa kita akan jalan kaki sampai ke kota?" tanya Li Mei.

"Tidak, akan membutuhkan waktu satu jam penuh kalau kita berjalan kaki menuju kota Shengcan," jelas Bai Changyi. "Kita akan naik gerobak sapi."

Biasanya dia selalu berjalan kaki ketika hendak pergi menjual hasil buruannya. Namun hari ini berbeda. Menaiki gerobak sapi memang tidak mengurangi terlalu banyak waktu, tapi tujuan utamanya hanyalah tidak mau membuat Li Mei kelelahan selama di perjalanan, oleh karena itu dia akan membawa Li Mei menaiki gerobak sapi.

"Apa kamu masih ada uang?" bisik Li Mei.

"Aku masih ada sisa satu tael perak. Biaya menaiki gerobak sapi hingga ke kota senilai sepuluh tembaga untuk satu orang, jadi kita masih akan memiliki sisa uang setelahnya," jawab Bai Changyi.

Li Mei mengangguk setelah mendengar perkataan Bai Changyi. Sepulang dari kota, mereka akan membawa sejumlah uang, jadi dia tidak merasa khawatir dengan sisa uang yang dibawa Bai Changyi.

Saat mereka sampai di pintu Desa Fangrong, terlihat kereta sapi sudah hampir penuh dengan orang-orang desa yang juga hendak pergi ke kota. Suasana di dalam kereta sapi langsung sunyi ketika mereka melihat Li Mei dan Bai Changyi yang datang mendekat.

Bai Changyi menggenggam tangan Li Mei lalu membantunya menaiki gerobak sapi. Setelahnya barulah dia juga naik dan duduk di sebelah Li Mei.

"Sepertinya kamu sudah terlihat sehat," suara seorang wanita terdengar saat gerobak sapi mulai berjalan.

Li Mei menoleh dan menatap seorang wanita yang sedang tersenyum ramah kepadanya. Bai Changyi mendekatkan bibirnya ke telinga Li Mei lalu berbisik pelan, "itu Nyonya Fu."

"Ah, iya, sudah cukup baik. Terima kasih atas perhatian Nyonya Fu," jawab Li Mei.

"Dan hubungan kalian sepertinya sudah membaik, baguslah, baguslah," suara wanita lain ikut terdengar menimpali pembicaraan mereka.

"Selama ini Li Mei sudah gegabah," kata Li Mei, dia lalu menoleh dan menatap Bai Changyi, "mulai sekarang Li Mei akan menjaga Kak Bai Changyi dengan baik."

Wajah Bai Changyi merona merah saat mendengar Li Mei mengatakan hal semesra itu di depan banyak orang.

"Hahahaha.. baguslah, baguslah! Memang seperti itu harusnya suami istri bersikap," suara tawa Nyonya Fu terdengar di antara ocehan para wanita.

"Aih, kalian pasangan muda memang membuat wanita-wanita tua ini merasa iri," celetuk wanita lainnya.

Mereka mengobrol sepanjang jalan hingga ke kota. Obrolan mereka semua barulah terhenti saat mereka sudah tiba dan berpisah untuk mengerjakan kepentingan mereka masing-masing.

"Jadi, kemana tujuan pertama kita?" tanya Li Mei.

"Kita jual hasil buruanku dulu, sehabis itu barulah kita menjual tanaman obatmu," kata Bai Changyi.

"Baiklah," jawab Li Mei setuju. "Apa kamu tahu dimana toko obat yang terkenal jujur?"

Li Mei belum terlalu mengerti dengan sistem keuangan dan harga pasar di zaman ini. Dan dia tidak mau merasa sakit hati karena ditipu, oleh karena itu dia merasa lebih baik kalau mereka menjual tanaman obat ke toko obat yang terkenal dengan kejujurannya.

"Toko Obat Lou," jawab Bai Changyi, "aku memang hendak membawamu ke sana setelah kita menjual hasil buruan."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel