Chapter 3
Untungnya, kerajaan Louise tidak jauh dari kerajaan Empire. Kereta kuda Valerie berjalan dengan mulus dan akhirnya sampai di Negeri kelahirannya yang telah lama disayangi, penuh dengan nostalgia.
Namun, suasana keluarga kerajaan Louise terasa berat saat mereka menyambut putri mereka yang telah bercerai. Valerie dengan tenang menerima kenyataan yang tidak terlalu disambut ini.
“Ayah Raja, ibu Ratu. Aku kembali."
Raja dan istrinya menyambut putri tunggal mereka, sang putri, yang telah meninggalkan tahta Permaisurinya dengan kesedihan dan desahan. Raja Arthur terus mengeluarkan napas dalam-dalam dengan kerutan di dahinya, dan Ratu tidak bisa mengatakan apa-apa, hanya memegang tangan kecil putrinya.
"Maafkan aku." Ucap Valerie lembut.
Valerie tidak bisa berkata apa-apa lagi. Raja Arthur mengepalkan tangannya karena dia tidak bisa melihat melalui pikiran putrinya.
"Kau memiliki mata untuk melihat, jadi berhati-hatilah sebentar." Tukas Ayahnya sang Raja.
"Baik...." Jawab Valerie singkat.
Valerie berbalik dengan hormat kepada orang tuanya. Maria, ibu Ratu, telah mempersiapkan dan menghias kediaman untuk putrinya Valerie. Namun, Maria tidak mengajak Valerie bicara terlebih dahulu, mungkin karena Maria memikirkan perasaan putri tunggalnya itu, yang akan kesal.
Dan Valerie Pun juga belum siap untuk berbicara.
“Putri, aku sudah menyiapkan kamar lamamu.”
"Ya itu bagus, Terima kasih."
Valerie melihat sekeliling kamarnya, yang tidak pernah berubah sedikitpun masih sama seperti ketika dia sebelum menikah. Akhirnya Valerie merasa seperti sudah kembali ke rumahnya. Ada banyak tempat untuk dilihat, dan Valerie ingin menghabiskan waktunya dengan tenang bersama pengasuhnya, Nora, dan Lily pelayan setianya, di sisi mereka untuk saat ini.
***
"Putri, ini teh susu kesukaanmu."
Valerie mengangguk pada Nora. Rasa manis dan gurih teh masih sama dalam ingatan masa kecilnya.
“Ayahku tidak membentakku.”
Kata Valerie, agak kesepian. Satu-satunya hal yang berubah adalah dirinya sendiri.
“Karena dia sangat kesepian setelah sang putri pergi ke keluarga kekaisaran. Dia sangat mengkhawatirkanmu Tuan Putri."
Yang Mulia, Raja, meskipun ia sangat tegas, tapi ia bukanlah ayah yang buruk. Orangtua Tuan Putri selalu memperhatikan dan mengkhawatirkan putri satu-satunya. Valerie, yang dibesarkan terlalu naif, tidak akan bisa mengatasi formalitas ketat keluarga kekaisaran.
“Ketika aku masih muda, aku selalu terganggu dengan apa yang ayahku katakan. Aku seharusnya lebih mendengarkan dia.”
Akibatnya, ketakutan mereka malah menjadi sebuah kenyataan.
Kerajaan Louise yang relatif bebas dan Keluarga Kekaisaran memiliki budaya yang sama sekali berbeda. Valerie harus mengikuti berbagai protokol istana kekaisaran sejak hari pertama pernikahannya, dan Valerie bahkan tidak pernah melihat wajah suaminya.
“Ratu ingin bertemu dengan Putri, tetapi Ratu masih tidak bisa datang karena perintah Raja untuk berhati-hati.”
Valerie mengangguk oleh kata-kata Nora.
"Aku tahu. Ibu Ratu adalah orang yang bijak. "
Valerie memproses perceraiannya melalui mediasi Vatikan, dan itu dapat memberi dirinya sebuah alasan. Dengan kata lain, Valerie sekarang adalah orang yang berdosa.
“Lebih baik diam untuk saat ini.”
Namun, kesalahan Valerie adalah Valerie menjadikan dirinya sendiri sebagai tergugat keluarga kekaisaran. Semua haknya sebagai Permaisuri telah dicabut, itu membuat kerajaan Louise sulit untuk mengangkat kepala mereka di hadapan Kekaisaran untuk saat ini. Valerie, yang terlibat dalam kasus tersebut, secara alami perlu merefleksikan dirinya sendiri dengan meminta maaf kepada keluarga kekaisaran dan Vatikan.
“Setidaknya aku merasa nyaman saat ini.”
Valerie tertawa di tempat yang sudah dikenalnya. Ketika Lily melihat Valerie tersenyum setelah sekian lama, Lily memutuskan untuk tidak membicarakan pilihan sang Putri lagi.
“Seperti inilah aku.”.
Valerie merasa dia hidup kembali ketika dia melarikan diri dari perbudakan kekaisaran. Sejak awal, Keluarga Kekaisaran telah menjadi beban berat baginya.
“Kau tidak menyesal sedikitpun ?” tanya Nora. Dia tampak berhati-hati seolah ingin memastikan untuk yang terakhir kalinya.
"Nora, bagaimana penampilanku sekarang ?"
Nora telah menjadi pengasuh Valerie sejak Valerie baru lahir. Jadi Valerie tidak bisa menipu Nora meskipun orang lain tidak mengetahuinya.
"Kau terlihat sangat senang …"
Nora tidak berani berbohong. Valerie melihat ekspresi tak berdaya Nora dan memegang tangannya. Tangan yang selalu hangat.
“Sejak awal, aku memang tidak cocok untuk menjadi Permaisuri. Dan sekarang, aku telah kembali ke tempat asalku, jadi ini sudah cukup. Aku bahagia dan tidak menyesal sama sekali.”
Valerie sudah tenang. Kenangan akan kehidupan yang sepi tidak akan terulang kembali. Setidaknya Valerie telah kembali ke negerinya sendiri, tempat dimana keluarganya berada.
Tidak ada suami yang membuatnya merasa tercekik dengan hanya melakukan kontak mata, juga tidak ada wanita yang mengintai setiap gerakan Permaisuri.
"Lihat ini."
Valerie menunjuk ke gaun nyaman yang telah dia ganti begitu dia tiba di dalam kastil Louise. Mustahil untuk bermimpi mengenakan gaun seperti ini di Empire. Di sana, Valerie adalah Permaisuri, jadi dia harus mengenakan pakaian yang lebih berat dan lebih berwarna daripada pakaian siapa pun.
"Aku rasa aku sudah bisa bernapas sekarang."
Segala protokol itu untuk melindungi martabat keluarga kekaisaran. Setiap hari, pinggang Valerie harus dikencangkan oleh korset gaun tebal, dan kepalanya ditekan oleh semacam penyangga]= keras. Dia lebih suka menjadi dirinya sendiri apa adanya.
Aku sudah sama seperti sebuah patung manekin. Valerie tersenyum pahit, mengingat kebodohannya di masa lalu.
“Well, hukum protokol Keluarga Kekaisaran memang sangat keras.” Celetuk Lily.
“Lily, jangan mengatakan seperti itu.” Ucap Nora yang mengingatkan Lily.
“Tidak apa-apa, Nora. Itu hanya antara kita saja dan apa yang dikatakan lily memang benar. Keluarga Kekaisaran menginginkan Permaisuri yang sempurna. Dan aku bukanlah orang itu." Kata Valerie.
Namun, apakah ada orang yang sangat sempurna di dunia ini ?
Valerie selalu mengejar sebuah kesempurnaan disana, tetapi segala usahanya tidak pernah diakui dan dihargai.
Di dalam masyarakat, para wanita bangsawan sering membicarakan jika Valerie, yang berasal dari kerajaan lain, tidak akan mampu mengikuti formalitas kekaisaran.
"Huh ! apakah mereka pikir mereka sempurna ? Kehidupan pribadi mereka bahkan lebih menjijikkan lagi." kata Lily yang kesal.
Valerie mengangguk tanpa sadar pada ucapan Lily yang marah. Masyarakat Kekaisaran penuh dengan kepura-puraan dan kemunafikan mereka menyembunyikan sifat buruk mereka. Valerie tidak bisa seperti mereka sampai akhir, namun itu adalah hal biasa untuk menertawakan dan membicarakan satu sama lain, menusuk dari belakang satu sama lain dengan pisau.
“Sekarang aku tidak perlu melihat orang-orang seperti itu lagi, itu saja sudah sangat membuatku sangat puas.”
Valerie ingat mata para wanita bangsawan yang bersinar di balik kipas tangan mereka yang elegan. Sungguh menyenangkan bagi mereka untuk tertawa keras dan memainakan permainan mereka sambil mengejek lawan dengan mata mereka. Permaisuri sepertiku tidak terkecuali bagi mereka.
Mereka menyebut itu sebagai gaya aristokrat, dan Valerie, yang tidak bisa berbaur, selalu di ejek karena negeri asalnya.
“Orang yang tinggal di keluarga kekaisaran terkunci di penjara yang mereka buat sendiri. Mereka adalah orang-orang miskin yang terbiasa dengan hal seperti itu, hingga mereka mengira ini dunia hanya ada disana saja.”
Itu kesimpulan Valerie. Jika mereka tidak mengulang kebodohan bergosip satu sama lain dan memecah belah persahabatan palsu itu, mereka semua akan menjadi gila. Tidak ada gunanya untuk menentukan siapa yang harus di hukum dan untuk siapa pengadilan itu dibuat.
"Itu bukan salahmu. Siapa yang bisa hidup sempurna di tempat yang begitu sunyi dan dingin ?”
“Hanya ada satu orang...”
Valerie mengenang mantan suaminya, Maximilian Edmund.
Max tidak menunjukkan emosi sama sekali bahkan ketika dia dinobatkan sebagai Emperor di usianya yang baru saja 16 tahun dan mengalahkan para bangsawan. Max memerintah para bangsawan di keluarga kekaisaran.
Bahkan faktanya, citra diri Maximilian setelah menikah sangat sempurna.
“Jadi dia pantas mendapatkan pasangan yang sempurna. Dan itu bukanlah aku orangnya.”
Maximilian Edmund, dengan fisik tinggi, kekar dan wajah tampannya, nyatanya pernah membuat jantung Valerie berdebar sangat kencang. Matanya yang hitam dan rahang yang tajam, yang selalu menjaga pandangan ke depan dengan tenang, membuat hati Valerie bergetar.
Saat tangannya yang besar bersentuhan dengan kulit Valerie, tempat yang disentuhnya selalu terbakar seperti bara api.
“Benar… akan selalu ada tempat, di suatu tempat. Untuk orang yang sempurna seperti dia."
Valerie mampu melepaskan Max dari pikirannya setelah dia bangun dari kematiannya. Tuhan berbaik hati memberikan kesempatan kepadanya untuk hidup lebih bahagia dan menebus semua kemalangan yang dia alami. Secara samar meramalkan masa depan dan menyaksikannya secara pribadi sungguh berbeda. Hati Valerie menjadi dingin seperti Max, dan Valerie hampir tidak bisa bernapas lagi.
Valerie hanya bisa memilih untuk kebebasannya daripada berharap pada suaminya yang begitu sempurna.
"Putri."
"Aku sungguh baik-baik saja. Ini adalah pilihanku. aku yang mengatakan terlebih dulu bahwa aku ingin berhenti."
Max sama sekali tidak mengejar Valerie saat ia meminta bercerai. Yah itu memang sudah dapat di tebak. Lalu setelah campur tangan Vatikan itu semakin memperparah keadaan, martabat keluarga kekaisaran telah jatuh saat Permaisuri meminta mediasi dari Vatikan.
Max akan menganggapnya sebagai pengkhianatan. Sebaliknya, beruntung Max tidak menghukum Valerie.
“Ya, semuanya baik-baik saja sekarang.”
Nora melangkah maju dengan suara lembut. Kemudian dia mengeluarkan sapu tangannya dan mengusap pipi Valerie. Baru saat itulah Valerie menyadari bahwa dia telah menangis. Air matanya menetes tanpa ia sadari.
Nora memeluk Valerie tanpa mengatakan sepatah kata pun.
“Sungguh betapa sulitnya untuk memutuskan sesuatu, tapi Tuan Putri yang telah memilih jalan yang sulit ini. Aku pikir itulah yang harus kau lakukan, benarkan?"
"Benar, aku tidak bisa bahagia sebagai Permaisuri. Tidak peduli seberapa kerasnya aku mencoba."
Air mata yang telah dia tahan meledak dengan lirihnya. kemudian, Lily datang ke sisi Valerie tanpa sepatah kata pun dan menjaga suhu tubuhnya tetap dekat dengan Valerie. Lily Lah yang menyaksikan hari-hari Valerie di keluarga kekaisaran, Lily selalu ada disisi Valerie, jadi dia tahu kesedihan Valerie dengan sangat baik.
“Yang Mulia Emperor tidak pernah melihat siapa pun. Dia adalah Emperor sempurna yang tidak menunjukkan emosi sama sekali."
Emperor yang sempurna, dan suami yang terburuk.
Jika saja dia memberi Valerie sedikit saja perhatiannya, jika dia memberikan itu padanya, setidaknya sedikit saja, Valerie ingin sekali menepati sumpahnya untuk hidup sebagai istrinya sampai kematian menjemputnya.
“Tapi dia tidak pernah, tidak sekali pun, dia tidak pernah menatapku. Aku seperti tidak pernah hidup disekitarnya.”
Valerie berusaha untuk tidak memikirkan Max lagi setelah tangisan terakhirnya ini. Bagaimanapun, Max tidak pernah memberikan tempat di hatinya untuk Valerie. Jadi Valerie juga harus melupakannya. Semua itu untuk Valerie sendiri. Dan hatinya tidak akan pernah diberikan untuk siapa pun lagi.
“Aku sama sekali tidak menyesal !” Ucap Valerie dengan teguh.
"Cukup. Putri kau masih muda dan sangat cantik."
“Ya, yang harus kau lakukan adalah bahagia.”
Valerie menyeka sisa tetesan air matanya setelah pelukan hangat dari orang-orang peduli padanya. Ada juga perasaan yang tersisa tentang Max dan kenangan tentang Permaisuri.