Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12

Pencarian Cheryl belum berakhir. Setelah, ia mempertaruhkan harga dirinya dan berakhir nyasar, membuat Cheryl tidak kapok. Tapi Cheryl semakin bersemangat, agar sang pujaan hati jatuh ke pelukannya.

Kuliah tetap jalan, walau Cheryl tetap bolos demi memperjuangakan cintanya. Dan Mawar selalu mengorbankan dirinya.

Mawar dan Cheryl tebar pesona di fakultas teknik, siapa tahu mereka cadangan cogan yang lain. Sungguh, Cheryl tidak mengerti dengan dirinya yang bertramsformasi menjadi cewek ganjen. Tapi ia menikmati ini semua, Cheryl ingin melupakan masalah yang menimpanya di rumah. Tak diakui.

Cheryl meniup-niup poninya. Masih dalam proses menunggu, entah sampai kapan. Sedangkan Mawar fokus ke ponselnya, sesekali ia tersenyum. Tapi, Cheryl tak peduli pada kegiatan Mawar, ia ingin secepatnya menemui si tampan itu.

"Aku ke kedai dulu ya." Mawar pergi, Cheryl masih duduk disana.

"Jangan, suntuk. Ikut aja." Cheryl menyusul Mawar. Kedua sahabat itu, berjalan sambil berpelukan layaknya sepasang kekasih, saking intimnya, mereka bisa dibilang pasangan lesbian. Untung saja, orientasi keduanya masih normal. Cheryl suka memeluk Mawar, baginya Mawar itu malaikat.

Cheryl dan Mawar, masuk ke dalam kedai.

"Dek." Cheryl berbalik, ia melihat seorang lelaki tampan berdiri disana. Siapa? Memang, banyak yang mengenal dirinya, hanya saja, Cheryl susah mengingat nama orang, kecuali orang itu benar-benar berjasa dalam hidupnya.

"Cheryl 'kan?" Lelaki itu bertanya lagi. Cheryl memperhatikan penampilannya, tampan juga. Kenapa akhir-akhir ini, Cheryl banyak menjumpai lelaki tampan? Apa mereka baru keluar dari persembunyian?

"Iya." Jawab Cheryl memasang wajah jutek. Jika orang tak dikenal, orang akan mengenal Cheryl sebagai gadis sombong. Jika sudah mengenal Cheryl, mereka akan tahu, bagaimana urakannya Cheryl, seperti cacing.

"Abang Galvin. Kita tetangga dulu." Lelaki yang bertubuh tegap dan tinggi itu tersenyum. Galvin mengenal Cheryl. Dulu mereka tetangga, hanya saja Cheryl jarang bergaul dan keluar rumah, sehingga ia tak mengenal siapa saja tetangganya dulu.

"Oh iya."

"Hai, aku Floren. Ini Cheryl, temanku lagi jomblo dia. Abang juga 'kan?" Entah datang dari mana, Mawar sok akrab, seolah sudah mengenal Galvin selama bertahun-tahun. Galvin tersenyum pada Mawar.

"Oh hai."

"Nama dia Mawar." Koreksi Cheryl. Entah kenapa, dia tak mau orang-orang memanggil sahabatnya dengan nama aslinya, semuanya hanya boleh memanggilnya sebut saja Mawar.

"Dih, nama gue cantik-cantik dipanggil Mawar. Kau harus tahu Cher, buat nama tuh susah, potong kambing, potong sapi, malah ada yang potong tikus."

"Emang ada?" Ujar Cheryl polos, ia menoleh pada Mawar yang tertawa terbahak-bahak, menertawakan kepolosan Cheryl yang kelewatan.

"Adalah." Sebenarnya, bukan itu yang membuat Cheryl pura-pura bego. Cheryl tahu, sangat tahu. Hanya saja, Cheryl tahu, namanya pasti tak pernah potong kambing. Bahkan, namanya hanya sekedar nama tanpa arti. Cheryl tahu, kehidupannya tak pernah normal seperti yang lain.

Cheryl tak pernah merasakan, masa kecil yang bahagia seperti kehidupan Mawar yang sempurna. Hidup Cheryl dipenuhi luka dan tanda tanya, kapan ia bahagia?

Cheryl menarik napas panjang, sampai kapan ia akan menyiksa dirinya dengan terus membandingkan dirinya? Bukankah, setiap orang memiliki takdir tersendiri?

"Oh iya, abang fakultas teknik ya?" Hati boleh bersedih, tapi misi tetap dijalankan bukan?

"Iya." Senyum Cheryl langsung terbit begitu cerah. Inilah kesempatan untuknya.

"Ok biar afdol. Kita kenalan ulang, aku Cheryl, mahasiswa semester 3, jurusan Sastra Inggris." Cheryl menyodorkan tangannya.

"Galvin, semester 5, Teknik Elektro."

"Berarti abang kenal Juna?" Mawar terbatuk. Cheryl kesal melihat tingkah aneh Mawar. Dih, dasar sahabat tidak mendukung, Cheryl sedang modus sekarang, agar dang pangeran berkuda poni jatuh ke pelukannya.

"Kenal. Kita satu geng." Cheryl mengedipkan matanya ke Mawar. Aha, semesta mendukungnya sekarang. Sebentar lagi, Juna menjadi miliknya. Cheryl yakin, Juna juga memendam perasaan yang sama.

"Hehehe, jodoh tak kemana." Guman Cheryl. Ia mengambil ponselnya.

"Bagi nomor abang. Kita boleh temanan 'kan?"

"Boleh, siapa yang nggak mau temanan sama cewek cantik." Pipi Cheryl bersemu merah.

"Uhuk-uhuk... aduh, dadaku sakit. Aduh, potek hati dah." Cheryl mendegus kesal. Ia menendang Mawar. Karena sakit, Mawar memijak kaki Cheryl dengan sepatu mahalnya. Cheryl hanya memakai sepatu pantofel biasa, harga paling murah.

"Sialan sakit!" Adu Cheryl kesakitan. Mawar memeletkan lidahnya ke arah sahabatnya.

"Yaudah, abang pergi dulu ya. Nanti hubungin abang." Cheryl mengambil lagi ponselnya, dan menggengam erat ponsel itu, jangan sampai hilang, karena ada sesuatu berharga disana.

"Bye abang. Nanti aku chat." Teriak Cheryl. Banyak orang yang memperhatikan tingkah noraknya.

"Yuhuu... demi apa, sebentar lagi pangeran gue, akan jadi milik Cheryl seutuhnya." Mawar hanya diam. Ia turut bahagia, jika Cheryl bahagia. Itu semacam semboyan hidup Mawar, bahagia bila melihat sahabatnya bahagia.

"Jom balik." Akhirnya, seorang Cheryl bisa belajar dengan tenang, bahkan Cheryl begitu khusyuk menyimak, ketika dosen kesayangannya bertanya, Cheryl hanya memberi senyuman termanis. Karena ia tak pernah memerhatikan apa yang diucapkan dosen. Cheryl melamun, ya melamun sangat jauh.

Jika kalian penasaran, Cheryl melamun apa, Cheryl membayangkan tempat apa saja yang akan mereka singgahi, honeymoon mereka nanti, ya sejauh itu. Cheryl bahkan, sudah membayangkan nama-nama anak yang akan ia beri. Ya, kehaluan gadis itu sudah melampaui batas.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel