Bab 8. Hadiah dari William
Mata Ariel mengerjap beberapa kali terkejut melihat William Geovan—pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja—merupakan suami dari wanita paruh baya yang dia selamatkan. Napas Ariel sesak. Tangannya keringat dingin.
“I-iya, Tuan Geovan.” Ariel menjawab dengan gugup.
Ariel terlalu fokus menyelamatkan Marsha, sampai tidak melihat kartu identitas milik Marsha. Sungguh, Ariel tidak pernah tahu kalau dirinya menyelamatkan istri dari pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja.
William tersenyum samar. “Terima kasih, Ariel.”
“Dengan sennag hati, Tuan. Aku hanya menjalankan tugasku.” Ariel menundukkan kepalanya di hadapan William.
“Grandma?” Shawn berjalan cepat masuk ke dalam ruang rawat Marsha. Pria itu langsung meninggalkan meeting, di kala mendengar kabar neneknya masuk rumah sakit.
“Cucuku yang tampan.” Marsha tersenyum di kala Shawn memeluknya.
“Grandma, apa yang terjadi? Katakan di mana yang sakit?” Shawn mengurai pelukannya, menatap cemas dan penuh khawatir neneknya itu.
Marsha membelai pipi Shawn lembut. “Grandma baik-baik saja, Sayang. Dokter Ariel sudah menyelamatkan Grandma. Tadi Grandma pingsan saat di jalan. Lalu kebetulan Dokter Ariel berada di sana, dan dia yang menolong Grandma. Kalau saja bukan karena Dokter Ariel, entah bagaimana nasib nenekmu yang sudah tua ini.”
Shawn terdiam terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh neneknya. Pria itu melihat ke arah Ariel. Dia ingin mengucapkan terima kasih, tapi lidahnya seolah kelu. Gengsi yang tinggi membuatnya tak bisa mengucapkan terima kasih pada Ariel.
Ariel sempat kikuk di kala Shawn menatap lekat dirinya. Wanita itu memutuskan menatap William dan berkata, “Tuan Geovan, maaf istri Anda harus beristirahat. Beliau terkena serangan jantung. Dia butuh banyak istirahat.”
William mengangguk paham. “Aku mengerti. Kau tolong ikut aku ke ruanganku.”
“Maaf, Tuan … Anda meminta saya datang ke ruangan Anda?” tanya Ariel memastikan.
William kembali mengangguk. “Ya, ada yang ingin aku katakan padamu.”
“Baik, Tuan,” jawab Ariel sopan.
William menatap Shawn. “Shawn, jaga dulu nenekmu sampai pelayan dan pengawal datang. Jangan tinggalkan nenekmu sendiran.”
Shawn mengangguk patuh. “Aku akan menjaga Grandma.”
William mengecup kening dan bibir Marsha. Lantas, dia melangkah pergi meninggalkan ruang rawat sang istri bersamaan dengan Ariel. Tampak tatapan mata Shawn terus menatap Ariel yang mulai lenyap dari pandangannya.
Marsha tersenyum melihat Shawn tak lepas menatap Ariel. “Shawn, apa kau menyukai dokter cantik itu?”
Shawn tersentak mendengar pertanyaan Marsha. “Kau ini bicara apa, Grandma.”
Marsha terkekeh pelan. “Dokter Ariel sangat cantik.”
Shawn sedikit berdecak. “Grandma, kau harus banyak istirahat.”
***
Ariel panik dan gelagapan berdiri di hadapan William. Wanita itu sudah berada di ruang kerja yang megah milik William Geovan. Napas wanita itu sedikit memburu akibat kepanikan dan kegugupan.
William memiliki tatapan mata yang tegas dan tajam. Wajar kalau nyali Ariel menciut setiap kali berhadapan dengan pemilik rumah sakit di mana dia bekerja. Walaupun dia tak pernah melakukan kesalahan, tapi was-was tetap saja ada.
“Bisa ceritakan padaku kronologi awal kau menyelamatkan istriku?” tanya William seraya menatap lekat Ariel.
Ariel berusaha mengatur napasnya. “Tadi pagi, tepatnya ketika saya sedang berangkat bekerja, saya tidak sengaja melihat ada mobil berhenti. Kaca sedikit terbuka, dan saya lihat ada yang pingsan. Saya segera menghentikan mobil saya, dan memeriksa kondisi Nyonya Geovan. Denyut nadi Nyonya Geovan masih ada, tapi sangat lemah. Saya memutuskan membawa beliau ke rumah sakit. Untungnya posisi kami sudah berada dekat dari rumah sakit. Jadi saya berhasil menyelamatkan beliau. Tentu semua ini karena izin dari Sang Maha Pencipta.” Wanita itu menjelaskan dengan sopan.
William menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya, menyilangkan kakinya ke paha kiri dan bertanya, “Kenapa kau harus peduli pada orang lain? Padahal bisa saja kau memutuskan untuk tidak mengindahkan mobil yang berhenti.”
“Tuan, saya ini seorang dokter. Saya sudah disumpah untuk menyelamatkan semua orang yang sakit. Saya tidak mungkin diam saja, ketika ada orang pingsan. Apalagi saya sampai melihatnya.”
“Bagaimana kalau orang yang kau tolong itu hanya orang biasa, dan tidak bisa memberikanmu uang? Apa kau tidak rugi karena sudah menolong orang itu?”
Ariel tersenyum mendengar pertanyaan William. “Dalam hidup, uang sangatlah penting. Tapi perlu Anda ingat bahwa sebanyak apa pun uang, tidak akan pernah bisa membeli nyawa. Saya di sini, menolong karena saya ingin setiap manusia masih diberikan umur panjang agar bisa menikmati keindahan dunia. Saya bukan Tuhan yang bisa menyelamatkan semua manusia. Saya hanya berusaha semaksimal mungkin. Pesan mendiang ibu saya adalah berbuatlah baik, tanpa memikirkan balasan. Karena Tuhan akan memperhitungkan segala kebaikan yang kita miliki. Saya tulus membantu Nyonya Geovan, Tuan.”
William terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Ariel. Kata-kata yang terdengar sangat tulus dan tidak mengada-ada. “Aku suka jawabanmu. Uang memang tidak akan pernah bisa membeli nyawa.”
Ariel tersenyum sopan.
“Kau boleh pergi sekarang. Asistenku akan mengirimkan lima ratus ribu dollar ke rekeningmu sebagai tanda terima kasih.” William berkata dingin dan penuh wibawa.
Mata Ariel melebar. “Tuan, jangan. Saya tidak—”
“Jika kau berani menolak uang dariku, maka kau akan dipecat dari Orlando Hospital. Sekarang keluarlah. Selesaikan pekerjaanmu yang lain.” William meminta Ariel pergi.
Ariel dibuat tidak berkutik. Mana mungkin dia berani menolak permintaan William. Jika dia dipecat, bagaimana cara dia bertahan hidup di kota mahal ini? Mendapatkan bonus lima ratus ribu dollar seolah dirinya tengah memenangkan lotre.
“Terima kasih, Tuan Geovan. Saya permisi.” Ariel menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan William.
***
“Ariel?” Harmony yang sejak tadi berada di ruang kerja Ariel, langsung menyambut kedatangan Ariel. Wanita itu tersenyum bangga pada temannya itu. Dia sudah mendengar bahwa Ariel berhasil menyelamatkan Marsha.
Ariel duduk di hadapan Harmony. “Harmony, kau tahu kalau wanita yang aku selamatkan adalah istri dari Tuan Geovan?”
Harmony mengangguk. “Ya, aku tahu. Dia sangat terkenal. Bagaimana bisa aku tidak tahu?”
Ariel berdecak. “Kalau kau sudah tahu, kenapa kau tidak bilang padaku?”
Harmony mengulum senyumannya. “Aku ingin bilang, tapi kau sudah berlari cepat menuju ruang UGD. Aku juga memutuskan untuk membiarkanmu tahu sendiri.”
Ariel menyandarkan punggungnya di kursi. “Aku benar-benar tidak menyangka kalau yang aku selamatkan adalah istri dari pemilik rumah sakit ini.”
“Well, pasti Tuan Geovan sangat berterima kasih padamu.”
“Tuan Geovan memberikanku bonus lima ratus ribu dollar karena sudah menyelamatkan istrinya. Aku ingin menolak, tapi dia mengancam akan memecatku jika sampi aku menolak.”
Mata Harmony melebar. “What the fuck. Lima ratus ribu dollar?”
Ariel mengangguk. “Ya. Nominal yang sangat fantastis. Kenapa dia mudah sekali mengeluarkan uang sebanyak itu?”
Harmony langsung tersenyum. “Ariel, bagimu lima ratus ribu dollar sangat banyak, tapi baginya lima ratus ribu dollar mungkin seperti hanya lima dollar saja.”
Ariel menggeleng-gelengkian kepalanya. “Kaya sekali mereka.”
Harmony mengangguk. “Ya, kau benar. Geovan Family itu sangat kaya. Kau tahu? Tuan William Geovan memiliki empat anak. Semua menantunya pun orang hebat.”
Ariel menjadi penasaran. “Benarkah?”
Harmony kembali mengangguk. “Anak pertamanya adalah Sean Geovan—ayah dari Shawn Geovan. Dia menikah dengan seorang perancang busana ternama di Amerika, serta anak dari orang berpengaruh dari Jerman. Lalu anak keduanya lahir secara kembar Selena Geovan dan Miracle Geovan. Selena menikah dengan seorang pengacara kondang dan Miracle menikah dengan seorang pengusaha ternama asal Italia. Terakhir anak bungsu Tuan Geovan bernama Dominic Geovan. Dia menikah dengan seorang penyanyi terkenal. See? Menantu keluarga Geovan sangat hebat.”
Ariel tersenyum samar sambil meminum air putih. “Orang kaya memang wajib mendapatkan orang kaya juga, Harmony.”
“Tapi kisah cinderella juga ada, Ariel.”
“Cinderella hanya dongeng anak kecil. Sudahlah, aku ingin istirahat sebentar. Kau jangan menggangguku.”
“Alright, aku akan pergi. Jangan lupa kau wajib mentraktirku. Kau mendapatkan bonus besar.”
“Iya, aku akan mentraktirmu. Kau ini cerewet sekali.”
Harmony tersenyum dan melangkah pergi meninggalkan Ariel. Tepat di kala temannya itu sudah pergi—dia segera berbaring di sofa sebentar. Dia memiliki waktu sebentar untuk beristirahat. Rasanya hari ini sangat melelahkan.
***
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Shawn keluar dari ruang rawat neneknya bergantian jaga dengan pelayan dan pengawal. Selain itu juga ada ibunya yang menjaga neneknya. Jadi dia bisa bergantian jaga.
Shawn hendak ingin menuju ke halaman parkir, tapi langkah kakinya terhenti. Otaknya seolah tengah memikirkan seseorang. Sial! Dia tak ingin memikirkan orang itu, tapi malah orang tersebut masuk ke dalam pikirannya.
“Selamat malam, Tuan Geovan,” sapa seorang perawat lewat di hadapan Shawn.
Shawn mengangguk singkat membalas sapaan perawat itu. “Aku ingin bertanya padamu.” Tiba-tiba saja, kalimat ini lolos dari bibirnya.
Sang perawat tersenyum sopan. “Silakan, Tuan. Hal apa yang bisa saya bantu?”
“Di mana Dokter Ariel? Apa dia sudah pulang?” Ini memang sudah gila. Pria itu tak mengerti kenapa malah dirinya menanyakan dokter aneh itu.
“Terakhir saya lihat Dokter Ariel berada di ruangannya. Beliau masih belum pulang. Jika Anda ingin saya akan memanggil—”
“Biar aku saja yang menemuinya.” Shawn langsung memotong ucapan sang perawat—dan melangkah pergi meninggalkan perawat itu. Tampak sang perawat segera menundukkan kepalanya di kala Shawn melewatinya.
Shawn langsung membuka pintu ruang kerja itu, dan menatap Ariel yang tertidur pulas di sofa. Wanita itu tidur miring—dan sangat pulas layaknya seorang bayi. Pria itu sedikit berdecak pelan.
“Bukannya pulang, malah kau tidur,” gumam Shawn kesal.
Shawn memutuskan berbalik, meninggalkan Ariel namun tiba-tiba dia mendengar …
“Ibuku bukan pelacur!” Ariel mengigau dengan mata yang masih terpejam. Nadanya bergetar lirih seolah tengah melakukan pembelaan di dalam mimpinya.
Langkah kaki Shawn terhenti mendengar suara Ariel yang mengigau. Pria itu menatap lekat dan dalam. Tatapan yang tersirat jelas menunjukkan sesuatu. Kata-kata yang diloloskan Ariel sangatlah jelas—hingga menimbulkan banyak pertanyaan di kepala Shawn.