
Ringkasan
Menikah untuk kedua kalinya tidak pernah terbayangkan bagi Andre Ibrahim. Ternyata harus mendapatkan seorang Istri yang masih berumur muda, sangat berpaut jauh dari umur mereka berdua. Andre menikahi gadis itu dengan tulus tanpa ada paksaan, karena permintaan dari teman, Imam. Imam sebelum terjadi koma menyuruhnya untuk menikahi putrinya yang bernama, Dinda Rill Darmawan sekaligus menjaganya dengan baik. Akan tetapi, ternyata tidak gampang mengatur anak muda. Secara jelas Dinda masih terlalu kekanakan. Dan Andre sendiri dengan bersabar memaklumi perilaku Dinda, berharap mengerti dan menerima keadaan bahwa mereka sudah Menikah.
BAB 1
Berusaha dan terus berusaha. Gadis manis mengenakan kebaya putih terus saja berlari kencang tanpa memakai alas kaki. Mengabaikan telapak kakinya sudah terasa sakit, bahkan merasa berdenyut saat tidak sengaja terinjak kerikil di jalanan.
Rambutnya yang sebelumnya terikat sanggul sedemikian teratur menawan, harus terlepas terurai memperlihatkan rambut hitam bergelombang panjang miliknya. Bibir merah alami itu berulang kali komat-kamit memanjatkan doa memohon bisa lolos dari kejaran beberapa orang suruhan dari Pria berumur. Pria berumur malang sudah menjadi suami SAH untuknya.
Kenyataan sekarang dalam keadaan terdesak Tuhan tidak berpihak dengannya. Pelarian kali ini harus kandas kembali, dengan tenaganya yang semakin melemah dan ngos-ngosan, dan ditambah suasana semakin terik matahari yang membuatnya mungkin dehidrasi. Mendadak, lengannya ditarik paksa dari belakang secara kasar, tanpa memberikan perlawanan satu tangan besar membekap mulutnya dengan secara paksa. Itu bertujuan sengaja dilakukan supaya korban tidak dapat berteriak meminta bantuan. Kedua orang mengenakan pakaian setelah kemeja rapi, menyeret membawanya masuk dalam Mobil sudah dapat di pastikan membawa kembali pulang bertemu dengan Atasan mereka.
Sesampainya di Rumah. Pria berumur tidak lain suaminya bernama Andre sudah berdiri angkuh di teras depan, tampang berangsang tidak bercanda seakan ingin memarahi siapapun meluapkan segala emosi bahwa Istrinya melakukan tindakan ceroboh kabur. Memperhatikan intens dari mata hitam cekung mendalam, sangat terlihat sangar tiada berpaling memperhatikan bagaimana jalan Isterinya pincang kesusahan karena telapak kakinya terluka.
Dinda menampilkan tampang cemberut, dengan berani mengabaikan Andre yang sekarang sedang memperhatikan akan keberaniannya itu melawan suami. Melewati masuk ke dalam rumah tanpa ingin berbicara sedikitpun, sebab terlalu malas berdebat dengan Andre. Mendadak dengan terperanjat, tubuhnya yang mungil melayang dalam gendongan Andre melangkah membawanya menuju masuk dalam kamar.
Dan kembali lagi percuma berontak apalagi harus memukuli sekuat tenaga tubuh Pria yang berbanding jauh lebih besar nan keras terlatih, dari tubuh lawannya sangat tidak sebanding. Bagaikan Serigala dan Kelinci, bakalan dengan mudah mengincar lalu menerkam menjadikan santapan nikmat. Tambahan lagi dia sudah sangat lemas tidak tenaga, lantaran sehabis berlari tiada henti dan tarikan napaspun sudah tersengal-sengal malah tidak membuahkan hasil sama sekali.
Andre meletakkan Dinda duduk di tepian kasur secara perlahan, kemudian berjongkok berhadapan melihat saksama kakinya yang terluka lecet sedikit mengeluarkan goresan darah.
"Kenapa kamu harus berlari?" Andre tanpa menatap Dinda hanya mendengar gadis itu menghela napas pelan juga tidak mau menatapnya.
"Aku tidak mau menikah. Apalagi dengan pria berumur." berkeluh Dinda sudah mengatakan ini berulang kali kepada Andre selalu saja mengabaikannya, melainkan bersikukuh menjadikannya Isteri.
Mendengar itu Andre tersenyum tipis sembari dengan telatem membersihkan telapak kaki Dinda dengan kain basah dan tersedia segala obat luka, juga ada baskom kecil berisi air yang sudah tercampur cairan antiseptik.
"Kita berdua sudah menikah. Kamu harus ingat itu."
"Tetapi! Kenapa suami aku harus berumur jauh sekali dengan umur aku yang masih belasan?. Tidak seimbang!."
Dengan nada kesal sengaja menendang-nendangkan kakinya tidak terlalu kuat hanya saja tidak ingin mendapatkan sentuhan oleh Andre yang berusaha bertingkah baik menolong. Pria berumur itu terlihat semakin menyebalkan, karena Andre memiliki perilaku pemaksa dan tidak menerima penolakan. Itulah yang membuatnya tidak menyukai dari Pria tersebut.
"Diamlah. Saya memang sudah tua, semua orang juga tahu itu. Apa kamu malu memiliki suami tua, hum?" tanya Andre masih membersihkan kaki Dinda, biarpun tidak pandai diam mengganggu pekerjaannya untuk segera selesai mengobati lukanya.
Dinda hanya terdiam dikarenakan meringis kesakitan melihat ke arah kakinya yang tidak tahu mengapa lama kelamaan merasa perih sekaligus nyeri.
"Sakit tahu! Menyebalkan..." ringis Dinda menarik kakinya memilih ditekukkan tidak mau menunjukkan lagi kepada Andre, malah mendapatkan tatapan melesat dari Andre.
Andre memilih bangun berbalik badan hendak keluar kamar, seketika lengannya di tahan dengan tangan panas Dinda, membuat Andre menoleh kebelakang menyipitkan matanya.
"Ingat janji, kan?" matanya memancarkan kesenduan sembari mencoba mengingatkan Andre akan suatu perjanjian mereka.
"Apa?" tanya Andre keheranan.
"Aku bakalan sekolah lagi" membantu mengingatkan Andre, "dan Ayah aku bagaimana?."
Andre menghela napas berbalik berhadapan bersama Dinda. "Ya, sesuai perjanjian. Jangan membebani apapun, pikirkan ke depan kelulusan sekolahmu dan raih mimpi kamu. Kamu sudah bisa masuk sekolah mulai besok, dan sedangkan Ayah kamu sendiri masih koma. Melainkan, jangan khawatir bahwa saya tidak lepas tanggung jawab perjanjian kalau saya akan selalu membayar ruang inap beliau sampai sadar."
Janji tanpa meragu dari Andre menyakinkan Dinda, tidak ada keraguan sama sekali saat mengucapkan penjelasan tersebut hanya ingin membuatnya merasa tenang dan bisa hidup nyaman dengan Andre sebagai suaminya.
Dinda menunduk sambil meremas tangan Andre antara senang dan sedih bercampur menjadi satu, memikirkan Ayah yang masih koma belum juga sadar. Imam kecelakan mobil dalam perjalanan menuju kantor, dalam kecelakaan kendaraan itu sempat sadar beberapa menit berbicara kepada Dinda. Imam memohon meminta Dinda menikah bersama Andre. Imam menjelaskan bahwa selama ini hanya percaya dengan Andre seorang, dan hanya Andre yang bisa melindungi serta memberikan kehidupan yang memadai. Melainkan, saat permintaan itu sudah selesai dikatakan. Dinda masih menolak mentah, dengan keinginan sendiri tidak bersedia menikah bersama pria pilihan Ayah, lantaran pria tersebut hampir seumuran dengan Ayah sendiri.
Takdir harus berkata lain. Setelah menyampaikan permintaan tersebut kepada Dinda. Keadaan Imam semakin kritis kemudian tidak sadarkan diri. Dokter mengatakan Ayah dalam keadaan koma membutuhkan perawatan intensif. Dinda tidak mengerti harus menunjukkan perasaan bagaimana mengetahui hal mendadak dalam kehidupannya, berharap Ayah akan masih punya harapan untuk sadar kembali.
Menikah bersama Andre sangat meragukan menurut perasaan tidak nyaman Dinda. Tidak mengerti mengapa setelah mengetahui penjelasan dari Andre bahwa sesuatu yang mengejutkan harus diterima dia dengarkan. Ayah ternyata sudah dalam keadaan bangkrut berbisnis. Perusahaannya yang dirintis dari kecil kandas berantakan, lantaran Ayah terbukti menerima saham sogokan dari investasi asing. Jika sudah seperti ini, Ayah terbukti bersalah. Pada saat sadar nanti beliau terdakwa masuk penjara mempertanggungkan atas kesalahannya selama ini.
Pada akhirnya, sekarang lebih tepatnya hari cerah dengan suasana mendukung. Dinda dan Andre, mereka berdua baru saja melangsungkan Akad sampai selesai dengan khusyuk. Merasa bingung takut sekali, malah pikirannya sedang dangkal seakan mendapatkan rayuan setan menyuruh untuk kabur sejauh mungkin dari Andre. Bukankah itu kelihatan bodoh? Malah sangat memalukan. Apalagi dengan kesadaran penuh harus mempermalukan Andre di depan para tamu yang beruntung sudah berkurang.
"Kamu juga harus ingat, bahwa saya tidak akan menyentuh kamu sebelum kamu sendiri yang mengizinkan." tutur Andre bernada datar.
Dinda terdiam sejenak mendengar perkataan Andre. Menduga selama ini salah terhadap Andre, bahwa Pria itu bukan mesum apalagi langsung meminta hak malam pertama mereka. Ini adalah kesempatan Dinda bisa leluasa sebentar merasakan aman dari sentuhan suami sendiri, dan dia juga harus berbaur saling mengenal kepribadian Andre terlebih dahulu supaya percaya kalau suaminya pria aman.
"Jadi, ini kamarnya aku sendiri?"
Dinda memperhatikan sekeliling kamar luas begitu asing, mempunyai nuansa kalem putih abu-abu. Dalam perjanjian setelah menikah, dia sendiri memaksa meminta berbeda kamar dengan Andre belum bersedia untuk mereka tidur seranjang bersama.
Andre mengangguk pelan. "Ya, kamar saya berada di sebelah kamarmu," melepaskan genggaman tangan Dinda, "kamu bisa istirahat, sebab saya juga mau istirahat."
Andre melangkah keluar kamar menutup pintu, dan sempat mereka bertatapan sebelum pintu itu tertutup secara rapat. Dinda terlihat tersenyum meragu masih duduk di tepian ranjang.
Pintu kamar sudah tertutup secara rapat. Andre masih berdiri di depan pintu terdiam sejenak menatap pintu kamar yang di dalamnya ada Dinda. Memikirkan keadaan gadis ceroboh tersebut, dan lalu berpaling, mendesah kasar seraya mengusap wajahnya mengingat kejadian hari ini akan kenakalan gadis tersebut tidak lain Istri sendiri.
Andre hanya ingin membuat Dinda supaya tidak takut dengannya, mungkin karena dari awal pertemuan Andre sudah memaksa untuk mereka Menikah. Dan lihatlah sekarang, Dinda menjadi gadis membangkang dan tidak merasa takut. Andre tidak ingin perilaku itu semakin membuat dia terlihat lebih keras kepala, harus dengan paksaan mengajarinya supaya menurut maupun patuh, dan kelihatan sekali dari wajah manisnya itu bakalan terlihat risih lalu menghindar saat tidak sengaja mereka berdekatan.
Andre berharap diberikan kesabaran tidak ingin terburu-buru mendekati Dinda apalagi harus meminta melayani sebagai Isteri. Mengajarinya butuh kesabaran penuh, karena kelihatan sekali masih polos tidak tahu akan apapun, dan Andre percaya bahwa gadis itu sebenarnya belum menerima keadaan bahwa mereka sudah berstatus menikah.