8
Senyuman geli masih terpancar di wajah Shane. Ia benar-benar menyukai bagaimana dirinya membuat Aimee tidak bisa berpikir dengan baik. Sebenarnya Shane tak ingin Aimee takut padanya, akan tetapi Shane mengerti butuh waktu bagi Aimee untuk menyesuaikan diri dengan kegilaan yang ia milikki.
Shane tidak akan mengelak dari kata 'gila' yang sering diungkapkan orang-orang yang berurusan dengannya. Pada kenyataannya, ia memang telah kehilangan kewarasaannya, atau mungkin memang tidak memiliki kewarasan sejak ia lahir.
"Apa yang membuat kau tersenyum seperti itu?" Keenan duduk di sebelah Shane.
Shane mengarahkan pandangannya ke Keenan yang saat ini menuangkan wine ke gelas.
"Jika aku tidak salah itu pasti berhubungan dengan Aimee." Keenan mengadu gelasnya dengan gelas milik Shane, kemudian menyesap cairan merah dari dalam sana.
"Kau tahu aku dengan baik, Kee." Shane meraih gelasnya lalu mengikuti Keenan menelan wine-nya.
Keenan tersenyum kecil. Tidak mudah menebak seorang Shane yang hidup dalam misteri. Ia sendiri yang telah berteman dengan Shane cukup lama kesulitan untuk mengetahui isi pikiran Shane. Akan tetapi, untuk jenis senyuman yang seperti ia lihat tadi, ia jelas bisa tahu bahwa itu pasti tentang Aimee. Hanya wanita itu yang bisa membuat Shane tersenyum tanpa kepalsuan.
"Hati-hati, Shane. Orang-orang akan berpikir kau sangat murah hati jika melihat kau tersenyum seperti itu," ejek Keenan.
Shane terkekeh geli. Ia kembali menyesap minuman di dalam cangkirnya.
"Malam ini aku akan pergi ke club, kau mau ikut?" Keenan tetap bertanya meski Keenan tahu jawaban Shane.
Shane menggelengkan kepalanya.
"Baiklah. Aku akan pergi sendirian."
"Hm." Shane hanya menjawab dengan deheman.
"Aku sangat mengagumi prinsip hidupmu, Shane. Aimee pasti tidak percaya bahwa kau selalu menjaga tubuhmu untuk dia dari wanita lain kecuali Vale."
Shane melingkari bibir gelasnya dengan jari telunjuk. "Aku benci wanita, Kee. Kau tahu benar itu. Hanya Aimee satu-satunya yang membuatku memandang wanita dengan cara berbeda."
Keenan menganggukan kepalanya. Mereka sama-sama membenci wanita. Hanya saja berbeda cara pelampiasan. Jika Shane mengabaikan wanita yang mendekatinya dengan bersikap dingin maka Keenan menikmati wanita lalu mencampakannya. Bagi Keenan, wanita hanya digunakan untuk kebutuhannya saja. Well, dia lelaki dewasa yang normal. Ia butuh pelepasan untuk hasratnya.
Ada alasan jelas kenapa Shane dan Keenan membenci wanita. Mereka sama-sama diabaikan oleh wanita yang melahirkan mereka.
Ibu Shane adalah seorang pekerja seks. Sedang ibu Keenan adalah wanita gila harta. Ibu Shane mengejar kesenangan dengan menjajakan diri, menghasilkan anak lalu mengabaikannya. Ibu Keenan, senang merayu pria kaya, meninggalkan anak untuk menjadi simpanan laki-laki tua.
Shane kecil dirawat oleh kakaknya yang memiliki cacat mental. Ketika ibunya pulang ke rumah dengan bau alkohol dan cairan laki-laki, hanya ada dua hal yang bisa dilakukan oleh ibunya. Tidur atau memukuli kakaknya dan dirinya.
Keenan yang terbuang diadopsi oleh wanita yang tidak pernah menganggapnya anak. Wanita itu memperlakukannya seperti pelayan dan sering memukulinya.
Perlakuan yang Shane dan Keenan terima ketika mereka masih kecil membawa mereka menjadi pria seperti saat ini. Wanita yang harusnya bersikap hangat dan lembut malah menunjukan sisi yang sangat mengerikan, mengubah cara mereka berpikir dan bertindak.
"Kau juga pasti akan menemukan satu," lanjut Shane.
Keenan tertawa geli. "Maksudmu aku akan mencintai seseorang?" Lagi Keenan tertawa. "Kau lucu, Shane."
Shane hanya mengangkat bahunya. Ia tahu bahwa Keenan tidak punya cinta dalam hidup. Akan tetapi, Shane berharap ada satu wanita yang bisa menerangi kehidupan Keenan. Seperti dirinya yang memiliki masalalu kelam, Keenan juga. Keenan membutuhkan seseorang yang bisa membuatnya bahagia.
Ponsel Shane berdering. Ia mengeluarkan benda itu dari saku celananya lalu menjawab panggilan dari Vale, istrinya.
"Halo, Sayang." Shane menyapa Valerie.
"Kau sibuk?"
"Tidak. Aku baru saja selesai mengerjakan pekerjaanku."
"Baguslah. Aku takut mengganggu pekerjaanmu."
"Tidak perlu takut menggangguku, Vale. Bagiku kau tidak pernah mengganggu sama sekali."
Valerie di seberang sana tersenyum hangat. "Aku sangat merindukanmu. Kapan kau pulang?"
"Aku akan meninggalkan pekerjaanku pada Keenan. Aku tidak bisa menyiksa istriku yang tengah merindu."
Jika orang tidak melihat bagaimana ekspresi wajah Shane saat ini, maka orang itu akan sangat yakin bahwa Shane sangat mencintai Valerie. Akan tetapi, bagi Keenan yang duduk di sebelah Shane, ia bisa memastikan bahwa tidak ada cinta sama sekali yang terpancar di wajah Shane. Hanya raut dingin yang terlihat di wajah itu. Mata Shane setenang permukaan danau yang dasarnya tidak bisa diukur.
"Kau sangat manis, Shane." Valerie semakin dibuat melayang oleh Shane. Ia begitu dimanjakan oleh kata-kata penuh cinta dari mulut suaminya.
"Untukmu akan aku lakukan segalanya, Vale."
"Aku tahu itu, Sayang. Bekerjalah, aku akan menunggumu kembali setelah semua pekerjaanmu usai."
"Baik. Aku akan menyelesaikannya dengan cepat."
"Aku mencintaimu, Shane."
"Aku juga mencintaimu, Valerie."
"Baiklah, aku tutup teleponnya. Aku akan pergi bersama Daddy untuk sebuah pekerjaan."
"Ya. Jangan terlalu lelah."
"Baik, Sayang. Sampai jumpa."
"Sampai jumpa."
Panggilan selesai. Shane meletakan ponselnya ke atas meja.
"Siapapun yang mendengarkan percakapanmu dengan Valerie pasti akan mengira bahwa kau tidak akan bisa menduakan wanita itu, Shane," seru Keenan.
Shane memang tidak pernah memikirkan untuk menduakan Valerie, tetapi karena Aimee, ia melakukan hal itu. Ia tidak berpikir lagi, ia hanya menuruti kemauan hatinya.
"Sesuatu bisa terjadi di luar dugaan, Kee," balas Shane seadanya.
"Bagaimana jika Valerie tahu kau memiliki wanita lain? Kau tahu sendiri apa yang akan menimpa Aimee."
"Valerie tidak akan tahu."
"Lalu, bagaimana dengan Aimee? Dia pasti akan mengetahui bahwa kau memiliki istri."
"Aku tidak berniat menyembunyikannya dari Aimee. Dia harus tetap di sisiku meski aku sudah beristri."
Keenan menganggukan kepalanya paham. Seorang Shane tentu saja tidak akan melepaskan apapun yang disukainya. Apalagi Aimee. Wanita malang itu tidak akan pernah bisa pergi dari Shane seumur hidupnya.
♥♥♥♥♥
"Dad, kapan kau akan membawa Shane ke bisnis kita yang sesungguhnya?" Valerie menatap ayahnya yang saat ini sedang duduk tenang di dalam mobil.
"Daddy sudah memikirkannya, Vale. Dalam waktu dekat Daddy akan memperkenalkan Shane pada pekerjaannya yang sebenarnya."
Valerie tersenyum. Ia menggamit lengan ayahnya. "Bisnis Daddy akan semakin berkembang di tangan Shane."
"Daddy tidak pernah meragukan hasil kerjanya, Sayang." Ayah Valerie tersenyum tipis. Sebuah senyuman senang yang jarang diperlihatkan pria paruh baya itu pada banyak orang. "Daddy hanya menunggu waktu yang tepat."
Valerie menempelkan kepalanya di bahu sang ayah. "Dia tidak akan pernah mengecewakanmu, Dad."
"Shane akan sangat senang mendengar kau begitu memujanya."
Valerie tersipu malu karena godaan dari sang ayah.
"Daddy senang kau bisa mencintai Shane." Ayah Valerie mengecup puncak kepala Valerie.
"Daddy memilihkan pria terbaik untukku." Valerie mengangkat wajahnya lalu mengecup pipi sang ayah. "Terima kasih, Dad."
Ayah Valerie merangkul bahu Valerie hangat. Ia begitu menyayangi Valerie oleh karena itu ia tidak bisa menyerahkan putri semata wayangnya pada sembarang pria. Dan hanya pada Shane ia bisa mempercayakan hartanya yang paling berharga itu.