Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5. Akan Selalu Mengganggumu

Jamuan makan malam rekanan dari keluarga Spencer begitu penuh dengan tamu undangan, dari kalangan atas. Pembisnis sukses berada di sana. Dakota yang datang dengan gaun berwarna gold transparan dengan model kemben membuat Dakota tampil sangat cantik dan elegan.

Tadi sore, Dakota memilih satu dari sepuluh gaun yang sudah dia beli. Pilihannya jatuh pada dress berwarna gold yang dia kenakan malam ini. Ya, pilihan Dakota ini membuatnya menjadi pusat perhatian banyak orang.

Beberapa tamu undangan bersalaman dan berbincang dengan Dakota. Seperti biasa Helen terus menerus mempromosikan Dakota masih single. Oh God! Cara Helen membuat Dakota sangat malu. Namun, di sisi lain apa boleh buat? Hobby ibunya memang suka sekali mempromosikan dirinya—seolah dirinya tidak bisa mendapatkan kekasih.

“Maaf permisi, aku ingin ke toilet.” Dakota berpamitan menyingkir dari kerumunan para tamu undangan, serta kedua orang tuanya. Tujuan Dakota adalah menghindar agar terbebas dari perjodohan gila.

“Dakota, tunggu—” Helen bermaksud ingin mencegah Dakota, karena ingin memperkenalkan putrinya dengan yang lain. Namun, sayangnya Dakota sudah berlari kecil menuju toilet.

“Hah! Sial sekali nasibku.” Dakota mengembuskan napas kasar, di kala sudah tiba di dalam toilet. Dia jengah terus dikenali oleh rekan bisnis kedua orang tuanya. Banyak pria tampan di sini, tapi tidak ada yang menarik di hati Dakota.

Dakota menatap cermin di wastafel, dia mencuci tangannya. Rasanya Dakota ingin berlama-lama di dalam toilet, agar tidak dijodoh-joohkan lagi oleh ibunya. Ah! Sial sekali. Dakota merasa hidupnya benar-benar ketimpa sial.

“Harusnya aku tidak datang malam ini,” gerutu Dakota kesal.

“Jika kau tidak datang malam ini, aku tidak akan melihat bidadari cantik,” ucap suara berat seorang pria yang sontak membuat Dakota terloncat terkejut.

“D-Dylan?” Betapa terkejutnya Dakota melihat yang ada di hadapannya adalah Dylan Caldwell. “K-kenapa kau di sini? I-ini kan toilet wanita!”

Dylan menutup pintu toilet, dan menguncinya. “Toilet ini bukan hanya toilet wanita, tapi toilet untukmu dan aku.”

Dakota berdecak kesal. “Kau sudah gila, ya?! Apa maumu, Dylan?!”

Dylan mendekat. Refleks Dakota mundur hingga bokongnya terbentur ke wastafel. Tubuh Dakota diangkat, duduk ke wastafel. Sontak Dakota memekik terkejut, di kala tubuhnya diangkat oleh Dylan.

Dylan menarik dagu Dakota, mencium tanpa permisi. “You’re so fucking beautiful.”

“Berengsek!” Dakota hendak menampar Dylan, tapi pria tampan itu langsung menahan tangan Dakota. Dylan kembali melumat bibir Dakota. Kali ini ciumannya jauh lebih liar, hingga membuat Dakota kesulitan bernapas.

Dylan menarik tengkuk leher Dakota, mencium dan melumat lembut bibir wanita itu. Lidah mendesak masuk ke dalam rongga mulut Dakota. Dakota berusaha mendorong sekuat tenaga dada bidang Dylan, tapi tenaganya bagaikan kapas, hingga tidak bisa melepaskan tautan bibir itu.

“Kau cemburu tadi sore aku jalan dengan wanita lain, hm?” bisik Dylan seraya melepaskan pagutannya.

Dakota berdecih sinis. “Siapa yang cemburu! Jangan terlalu percaya diri!”

Dylan sedikit menjauh dan memasukan tangannya ke saku celananya. “Aku tahu kau cemburu, Nona Spencer. Kau jangan berbohong.”

Dakota turun dari wastafel sambil bertolak pinggang. “Enyah kau dari hidupku, Caldwell! Kau terlalu banyak percaya diri!”

“Dakota? Apa kau di dalam?” seru Helen dari arah luar.

Dakota terperanjat terkejut mendengar suara ibunya. Buru-buru, dia mendorong Dylan yang menghalanginya. “Minggir! Ibuku ada di depan!”

Dylan menahan tangan Dakota. “Nanti malam aku akan ke penthouse-mu.”

“Untuk apa kau ke penthouse-ku?” Dakota mendelik tajam.

“Aku akan menginap di tempatmu.”

“Sinting!”

“Jika kau tidak mengizinkan, maka aku akan menahanmu. Biar saja pintu toilet didobrak demi mencarimu.”

“Dylan Caldwell, kau jangan gila.”

“Izinkan aku menginap di penthouse-mu.”

“Dylan—”

“Dakota, apa yang aku katakan sangat serius.”

Dakota mengembuskan napas kasar. Sialnya, dia benar-benar terjebak. Jika dia menolak, maka pasti Dylan tidak akan membebaskannya. Ibunya ada di luar. Jika dia tak kunjung keluar pintu pasti akan didobrak. Ah, sial! Dakota merutuki nasib sialnya.

“Fine! Kau boleh menginap di penthouse-ku. Sekarang lepaskan aku!” seru Dakota meminta Dylan melepaskan tangannya.

Dylan menyeringai di kala Dakota mengizinkannya. Pria tampan itu melepaskan tangannya yang memegang Dakota. Tepat di kala Dakota sudah terlepas—wanita itu buru-buru keluar dari toilet.

“Dakota, kau lama sekali?” tegur Helen.

“Ah, perutku sakit, Mom,” dusta Dakota. Tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya pada ibunya tentang Dylan yang mengganggunya. Bisa-bisa ibunya berpikir macam-macam.

Helen mendesah pelan. “Sekarang kau sudah membaik, kan?”

Dakota mengangguk. “Sudah, Mom.”

Helen menggenggam tangan Dakota. “Ayo cepat ikut Mommy. Mommy ingin kenalkan kau dengan anak dari teman bisnis Daddy.”

Dakota mendesah pasrah mendengar apa yang dikatakan ibunya. Dia melangkah mengikuti ibunya—menuju ke kerumunan rekan bisnis ayahnya. Dakota sudah muak, tapi dia tidak bisa untuk membantah kedua orang tuanya.

***

Pukul sebelas malam Dakota tiba di penthouse-nya. Dia segera menuju kamar, dan menghidupkan lampu kamar. Namun seketika betapa terkejutnya Dakota melihat Dylan duduk di sofa kamarnya.

“Dylan! Apa yang kau lakukan di sini?!” seru Dakota.

Dylan bangkit berdiri, mengambil wine di botol wine, dan menuangkan ke gelas kosong di depannya. “Kau tidak lupa ingatan, kan? Aku tadi bilang padamu akan menginap di penthouse-mu. Ah, ya, aku tahu password-mu dari orangku.”

Dakota mendecakkan lidahnya mengingat ucapannya. Dia tidak akan mungkin lupa akan permintaan Dylan, yang memintanya untuk menginap di penthouse-nya. Lebih tepatnya Dylan memaksa dirinya.

“Apa sebenarnya maumu, Caldwell?!” seru Dakota dengan nada emosi.

Dylan menyesap wine di tangannya. “Dirimu. Aku ingin dirimu. Simple, kan?”

Mata Dakota melebar tak percaya mendengar ucapan gila Dylan. “Kau jangan seperti orang tidak waras, Dylan!”

Dylan tersenyum. “Kita dua orang yang sama. Pernah terluka. Tidak ada salahnya kita mencoba.”

Dakota berdecih. “Sama-sama terluka? Terluka dari mana? Adanya kau playboy yang menyakiti banyak hati wanita!”

Dylan kembali tersenyum. “Kau tidak mengenalku, Dakota.”

Dakota melepaskan heels dan meletakan tasnya ke walk-in closet. “Kau Dylan Caldwell, pengusaha asal Inggris yang terkenal playboy. Kau sahabat baik suami dari sepupuku. Dulu sahabatmu juga berengsek melukai sepupuku. Sekarang saja dia sudah sadar. Tapi kalau untukmu aku tidak jamin kau bisa sadar. Kau jalan dengan banyak wanita. Benar-benar menjijikkan!” Dakota menumpahkan kekesalannya. Bukan cemburu, tapi lebih tepatnya dia jijik Dylan berganti-ganti wanita.

“Aku akan meninggalkan mereka semua, jika kau menerimaku menjadi kekasihmu,” jawab Dylan santai, enteng, tanpa dosa.

Dakota menganggap ucapan Dylan hanyalah omong kosong belaka. Dia tidak mau percaya diri. “Kau bicara saja dengan dinding! Jangan mimpi!”

“Ah, really? Padahal aku tahu kau sangat cemburu.”

“Dylan!”

“Yes, Dakota?”

Dakota menatap tajam Dylan. “Enyah kau dari hidupku!”

Dylan menyunggingkan senyumannya. “Aku tidak mau. Aku suka mengganggu hidupmu, Nona Spencer.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel