2. RAYUAN CAPTEN ADRIAN
Waktu terus berjalan, dan meskipun hubungan mereka terungkap, Adrian dan Via tetap saling mencintai. Adrian berusaha keras untuk menebus kesalahannya kepada Dewi, namun hati dan pikirannya selalu kembali pada Via. Di sisi lain, Via berusaha menghadapi rasa bersalah dan rasa cinta yang masih kuat terhadap Adrian. Mereka terus bertemu secara diam-diam, berusaha menjaga api cinta mereka tetap menyala.
Adrian selalu memastikan bahwa hubungan mereka tetap profesional saat bekerja. Ia tidak pernah melakukan tindakan buruk terhadap Via selama mereka bekerja bersama. Adrian selalu menjaga jarak dan tidak pernah memanfaatkan posisinya sebagai kapten pilot untuk menekan atau memanipulasi Via. Namun, godaan dan perasaan yang semakin dalam terhadap Via membuatnya semakin sulit menahan diri.
Suatu hari, mereka dijadwalkan untuk penerbangan ke Beijing, China. Penerbangan ini adalah salah satu yang panjang dan melelahkan, tetapi juga memberi mereka waktu untuk bersama jauh dari keramaian dan gangguan. Adrian merasa bahwa ini adalah kesempatan untuk merenungkan masa depan mereka dan mencari tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Setibanya di Beijing, mereka menginap di sebuah hotel mewah yang terletak di pusat kota. Suasana di hotel itu sangat romantis, dengan pemandangan indah dari jendela kamar yang menghadap ke kota yang gemerlap. Adrian dan Via merasa terpesona oleh keindahan Beijing, dan mereka memutuskan untuk menghabiskan malam bersama, menikmati pemandangan dan berbicara tentang masa depan mereka.
Malam itu, Adrian mengajak Via makan malam di restoran hotel yang mewah. Mereka berbincang-bincang dengan santai, berbagi cerita dan tawa. Namun, di balik semua itu, ada rasa tegang yang tidak bisa mereka abaikan. Adrian tahu bahwa malam ini akan menjadi titik balik dalam hubungan mereka.
"Via," kata Adrian dengan suara lembut, "Aku tahu kita telah melalui banyak hal bersama. Aku merasa bahwa kita perlu memutuskan apa yang akan kita lakukan selanjutnya."
Via menatap mata Adrian dengan penuh cinta dan kesedihan. "Aku juga merasa begitu, Adrian. Aku mencintaimu, tapi aku tidak tahu apakah kita bisa terus seperti ini."
Adrian menghela napas panjang. "Aku tidak ingin kehilanganmu, Via. Kamu telah menjadi bagian penting dalam hidupku. Tapi aku juga tahu bahwa kita tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang."
Mereka berdua terdiam sejenak, merasakan beban emosional yang semakin berat. Adrian merasa hatinya terbagi antara rasa cintanya terhadap Via dan rasa tanggung jawabnya terhadap Dewi. Di sisi lain, Via merasa terjebak dalam perasaan cinta yang mendalam dan rasa bersalah yang menghantui.
Setelah makan malam, mereka kembali ke kamar hotel mereka. Suasana di kamar itu terasa hangat dan intim, dengan cahaya redup yang menciptakan suasana romantis. Adrian merasa semakin tergoda oleh kehadiran Via, dan ia tahu bahwa malam ini akan menjadi ujian bagi kekuatan perasaannya.
Adrian duduk di tepi tempat tidur dan menatap Via dengan mata penuh keinginan. "Via, aku tidak bisa menahan perasaanku lagi. Aku ingin kamu tahu betapa aku mencintaimu."
Via merasa jantungnya berdebar-debar. Ia tahu bahwa Adrian sedang bergulat dengan perasaannya, dan ia juga merasakan hal yang sama. "Adrian, aku juga mencintaimu. Tapi kita harus berhati-hati."
Adrian meraih tangan Via dan menariknya mendekat. "Aku tahu, tapi aku tidak bisa terus berpura-pura. Aku ingin kamu menjadi bagian dari hidupku, tanpa ada rahasia atau kebohongan."
Via merasa hatinya terenyuh oleh kata-kata Adrian. Ia merasakan cinta yang begitu dalam dan tulus dari Adrian, dan ia tahu bahwa perasaan itu adalah sesuatu yang nyata dan tidak bisa diabaikan.
Malam itu, di bawah langit Beijing yang gemerlap, Adrian dan Via menyerah pada perasaan mereka. Mereka menghabiskan malam bersama, saling berbagi cinta dan keintiman yang telah lama mereka pendam. Bagi Adrian, malam itu adalah momen di mana ia merasa benar-benar hidup, merasa bahwa ia telah menemukan seseorang yang bisa mengisi kekosongan dalam hidupnya.
Namun, di balik semua itu, ada rasa takut dan ketidakpastian yang menghantui mereka. Mereka tahu bahwa hubungan mereka tidak akan mudah, dan mereka harus menghadapi banyak rintangan di masa depan. Namun, malam itu, mereka memutuskan untuk menikmati setiap momen yang mereka miliki bersama.
Keesokan paginya, Adrian dan Via terbangun dengan perasaan campur aduk. Mereka merasa bahagia dan penuh cinta, tetapi juga merasa khawatir tentang masa depan mereka. Mereka tahu bahwa mereka harus segera memutuskan apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Setelah sarapan, Adrian mengajak Via berjalan-jalan di sekitar hotel. Mereka berbincang-bincang tentang banyak hal, mencoba mengalihkan pikiran dari kenyataan yang harus mereka hadapi. Namun, di tengah perbincangan mereka, Adrian tiba-tiba berhenti dan menatap Via dengan tatapan serius.
"Via, aku ingin kita jujur satu sama lain," kata Adrian dengan suara tegas. "Aku ingin tahu apa yang kamu rasakan tentang kita dan apa yang kamu harapkan dari hubungan ini."
Via terdiam sejenak, mencoba merangkai kata-kata. "Adrian, aku mencintaimu lebih dari apapun. Aku merasa bahagia setiap kali kita bersama, tapi aku juga merasa bersalah. Aku tidak ingin melukai Dewi atau siapapun."
Adrian mengangguk pelan. "Aku juga merasa begitu, Via. Tapi aku tahu bahwa perasaan kita nyata. Aku ingin mencari cara untuk membuat ini berhasil, tanpa ada yang terluka."
Via menatap mata Adrian, merasakan cinta yang begitu kuat. "Aku juga ingin begitu, Adrian. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya."
Adrian meraih tangan Via dan menggenggamnya erat. "Kita akan mencari cara, Via. Kita akan melalui ini bersama."
Mereka berdua tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah. Mereka harus menghadapi banyak rintangan dan tantangan, tetapi mereka bertekad untuk mencari cara agar cinta mereka bisa bertahan. Malam di Beijing itu menjadi titik balik dalam hubungan mereka, di mana mereka memutuskan untuk menghadapi semua kesulitan bersama, apapun yang terjadi.
**
Jadwal penerbangan yang padat menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Adrian dan Via. Namun, di tengah-tengah kepenatan itu, hubungan mereka justru semakin kuat. Setiap penerbangan membawa mereka lebih dekat, mempererat ikatan yang telah mereka bangun. Bagi Adrian, Via bukan hanya seorang pramugari yang cantik dan penuh semangat, tetapi juga pelarian dari kehidupan yang penuh dengan kebohongan dan kesepian.
Adrian semakin sering mengabaikan Dewi. Dalam benaknya, hanya ada Via. Setiap kali ia melihat senyum Via, merasakan sentuhan lembutnya, atau mendengar tawanya yang riang, Adrian merasa dunia menjadi lebih cerah. Ia mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Via bukan sekadar nafsu sementara, tetapi cinta yang tulus dan mendalam.
Di sisi lain, Via juga semakin tenggelam dalam perasaannya terhadap Adrian. Kapten yang tampan dan penuh perhatian itu berhasil mencuri hatinya. Setiap kali mereka bersama, Via merasakan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Meski ada rasa bersalah yang selalu menghantui, Via tidak bisa menahan diri untuk jatuh cinta semakin dalam kepada Adrian.
Suatu hari, mereka dijadwalkan untuk penerbangan jarak jauh ke Eropa. Penerbangan itu berlangsung selama lebih dari 12 jam, memberi mereka banyak waktu untuk bersama. Di atas awan, di tengah gemuruh mesin pesawat, mereka menemukan keintiman yang tak bisa mereka dapatkan di darat.
Selama penerbangan, Adrian dan Via sering berinteraksi, baik secara profesional maupun pribadi. Mereka berbicara tentang banyak hal—mulai dari impian dan harapan mereka, hingga hal-hal kecil yang membuat mereka tertawa. Bagi mereka, setiap detik bersama adalah harta yang berharga.
Setelah mendarat di Eropa, mereka menginap di sebuah hotel yang mewah. Adrian memastikan bahwa mereka mendapat kamar yang bersebelahan, agar bisa lebih mudah bertemu tanpa menarik perhatian. Malam itu, setelah semua penumpang dan kru lainnya beristirahat, Adrian mengetuk pintu kamar Via.
Via membuka pintu dan tersenyum ketika melihat Adrian. "Masuklah, Kapten," katanya dengan nada menggoda.
Adrian tertawa kecil dan masuk ke dalam kamar. Mereka duduk di sofa, menikmati segelas anggur sambil berbincang-bincang. Suasana di kamar itu terasa hangat dan nyaman, dengan cahaya lampu yang redup menciptakan suasana romantis.
"Via," kata Adrian setelah beberapa saat terdiam, "aku merasa semakin sulit untuk jauh darimu. Setiap kali kita bersama, aku merasa hidupku menjadi lebih baik.
*****