Bab 2
Hana berangsur-angsur berdiri dari lantai ketika tangan suaminya dengan sangat keras menarik rambutnya. "Tolong ampuni saya. Saya minta maaf tuan, izinkan saya untuk pergi." Hana memohon kepada pria tersebut. Dirinya tidak menghiraukan usia pernikahannya. Ia siap di beri talak oleh suaminya meskipun usia pernikahannya baru hitungan jam. Berpisah mungkin lebih baik untuknya. Dirinya masih bisa mencari kebahagiaan di luar sana dengan menyandang status janda. Bagi Hana tidak masalah bila dirinya menjadi seorang janda. Pernikahan ini terjadi karena paksaan mama tirinya.
"Terlambat penolakan yang kau lakukan. Kau harus menerima takdir mu menjadi wanita pemuas ku. Kau tahu berapa banyak uang yang sudah aku habiskan untuk kakak mu?" Tanya Daffin. Pria itu menatap wajah istrinya dengan penuh kemarahan. Ia ya ingin melampiaskan semua rasa marahnya kepada wanita yang sudah menjadi istrinya.
Hana mengelengkan kepalanya. Meskipun kakaknya menjadi seorang artis terkenal namun Hana tidak pernah menikmati uang yang dimiliki kakaknya. "Tuan tolong kasihani saya, jangan lakukan saya seperti ini." Hana terus memohon, dirinya sungguh tidak sanggup menerima perlakuan kasar seperti ini dari pria yang sudah resmi menjadi suaminya.
Daffin tidak menghiraukan ucapan istrinya. Dibantingnya tubuh istrinya keatas tempat tidur. Pria itu tidak melepaskan tangan istrinya yang terikat. Ia mencium paksa bibir istrinya. Tidak ada kelembutan sedikitpun yang dilakukannya. Bahkan dengan sengaja Daffin menggigit bibir istrinya. Hingga bibir itu terluka dan meneteskan darah segar.
Hana Menangis ketika suaminya mengingit bibir bawahnya. Bibirnya terasa begitu sangat sakit dan pedih. "Tolong jangan perlakukan saya seperti ini," Hana mohon kepada suaminya. Darah segar menetes di bibirnya. Ia hanya bisa menagis merasakan perih dan sakit di bibirnya tanpa bisa mengusap darah yang menetes tersebut. "Apakah suaminya tidak memiliki belas kasihan sedikitpun untuknya.
Tangisnya semakin terdengar kerasa ketika tangan lebar milik suaminya mendarat di pipinya.
"Aku lupa, aku seharusnya tidak melakukan ini. Maafkan aku yang kehilangan kendali." Daffin berkata dengan mengusap pipi istrinya yang memerah dan berjejak telapak tangannya. Daffin mengusap cairan merah yang menetes di sudut bibir yang berwarna pucat itu. "Aku lupa, bila aku tidak boleh melakukan ini. Tamparan ku akan berbekas dan akan menimbulkan kecurangan. Bibir ini sebagai bukti bahwa hasrat ku sangat tinggi terhadap mu. Agar kedua orang tua ku semakin senang melihat wanita pengantin yang diberikannya benar-benar bisa memuaskan aku." Daffin tersenyum tipis. Ia mau menerima Hana sebagai istri penggantinya karena ingin melampiaskan rasa sakit dihayatinya. Sebagai seorang laki-laki, ditinggalkan di saat hari akan pernikahan, sudah pasti merupakan hal yang sangat memalukan. Dimana letak harga dirinya di permalukan seperti ini. Daffin masih mengingat pertanyaan dari para tamu, yang tidak ada henti-hentinya menanyakan mengapa pengantin wanitanya diganti.
Firasat hana semakin buruk saat melihat sikap suaminya. Benda yang berbentuk segitiga itu digunakan pria itu untuk menyumbat mulutnya.
Daffin tersenyum ketika melihat istrinya yang sudah tidak bisa lagi berbicara.
Tangannya dengan sangat keras menampar benda bulat yang berbentuk gunung itu dengan sangat keras. Ia memukul bagian kiri dan kanan secara bergantian. Tidak ada rasa Kasihan ketika Daffin melakukan hal itu. Pria itu semakin menikmati setiap kali istrinya menahan rasa sakit. Kulit putih milik Hana kini sudah berubah warna menjadi merah.
Hanya penyesalan yang ada di dalam hati Hana. Mengapa ia mau menerima pernikahan ini. Namun Hana menyadari bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. Melihat sikap baik kedua mertuanya yang membuat Hana mau menerima menjadi pengantin kakaknya. Ia hanya haus akan Kerinduan kasih sayang dari kedua orang tuanya, dan berharap kasih sayang itu akan didapatkannya dari kedua mertuanya. Namun ternyata Hana hanya memiliki mimpi yang tinggi, mimpi yang tidak mungkin bisa didapatkannya.
Hanya air mata yang menjadi saksi kepedihan dan kehancuran Hatinya. Hana seakan tidak mampu menahan Rasa sakitnya saat pria itu mengingit puncak tertinggi dari benda bulat seperti gunung miliknya. Tubuhnya bergetar ketika menahan rasa sakit. Pria itu bahkan tidak melepaskan dirinya meskipun melihatnya kesakitan. Wajahnya begitu amat merah dan mengingit kain yang ada di dalam mulutnya ketika ia menahan rasa sakit yang sangat luar biasa itu.
Air matanya tidak ada henti-hentinya menetes ketika pria itu menggigit hampir seluruh bagian Dadanya. Kini permukaan kulitnya menempel jejak gigitan suaminya. Bahkan ada sampai berdarah. Hana memandang sayup wajah pria yang begitu sangat kejam. Pria itu tidak memiliki rasa kasihan sedikitpun kepadanya. Bahkan dengan sengaja menyumbat mulutnya agar tidak bisa berteriak ketika dirinya kesaksian. Hana menggigit kain yang ada didalam mulutnya ketika dirinya merasa kesakitan yang begitu sangat luar biasa. Tubuhnya gemetar dan menegang ketika menahan rasa sakit tersebut.
Gigitan demi gigitan tidak ada henti-hentinya dilakukan oleh suaminya. Bahkan suaminya menggigit bagian dibawah pusarnya. Jejak gigitan itu terlihat jelas di kulitnya yang berwarna putih.
Hana hanya bisa pasrah menerima takdirnya. Apapun yang dilakukan oleh pria itu dirinya sudah tidak menghiraukannya. Bahkan bila pria itu mengambil nyawanya saat ini, ia akan sangat bersyukur bila bisa bertemu dengan malaikat yang sangat di takuti semua manusia. Di tatapnya pria itu dengan penuh kebencian.
Direnggangkan nya kaki istrinya untuk melihat apakah istrinya masih dalam keadaan perawan atau tidak. Daffin tersenyum tipis ketika menyadari ternyata istrinya masih perawan. Meskipun sudah tahu bahwa Hana belum pernah tersentuh oleh pria lain. Namun tidak membuat dirinya berbaik hati untuk bersikap baik. Ia dengan sangat memaksa memasukkan benda miliknya.
Ia menatap bagian tubuh istrinya yang menempel jejak-jejak gigitan hasil perbuatan. Melihat jejak-jejak gigitan yang ditinggalkannya, membuat Daffin merasa sangat puas. Setelah cukup lama ia mencoba memasukkan benda miliknya, Daffin tersenyum ketika dirinya berharap membobol gawang tersebut.
Air mata Hana tidak ada henti-hentinya menetes meskipun matanya terpejam. Ia hanya bisa menikmati Rasa sakit di sekujur tubuhnya dan di hatinya. Ia tidak ingin melihat wajah tampan suaminya. Wajah tampan yang begitu sangat mengerikan untuk di pandangnya.
Daffin melakukan penyatuan Cukup lama, hingga tubuhnya benar-benar mencapai puncak kepuasan.
"Aku tidak jadi membuang mu, ternyata kau buka segel," Daffin tersenyum ketika melihat bercak darah yang ada di atas bed cover berwarna putih itu.
Hana begitu sangat lemas, tubuhnya terasa sakit dan juga remuk. Dengan tangan yang masih terikat dan kain yang masih menyumbat mulutnya, Hana menagis tanpa suara. Hanya airmata yang terus menetes. Kain yang menjadi penyumbat mulutnya masih ada di dalam mulutnya tanpa di keluarkan oleh suaminya. Ia hanya menangis hingga dirinya benar-benar sangat lelah dan tertidur.
***